Menikah karena keluarga membuat Alexander Subandono sangat membenci Celina Triadmodjo. Ia menganggap Celina hanya ingin menguasai harta kekayaan keluarganya. Di bawah pengaruh Sang Ibu ia kerap kali menyiksa dan menyakiti Celina, bahkan dengan terang-terangan membawa wanita masa lalunya ke hadapan Celina. Sementara Celina yang memang sudah tergila-gila pada Alex hanya menerima semua perlakuan Alex padanya. Ia bertahan dengan sebuah harapan bahwa Alex akan menyadari ketulusan hatinya. Namun siapa sangka semua berubah ketika hal besar terjadi pada Celina yang membuat keadaan seketika berbalik dan Celina membuat semua orang bungkam.
Kecelakaan besar tak mampu dihindari ketika seorang pria mabuk menyeberang jalan tanpa perhitungan. Kecelakaan itu melibatkan dua mobil mewah yang berlawanan arah hingga menyebabkan satu orang terluka parah dan satu orang dalam keadaan kritis.
Di malam yang hujan deras, para pengendara jalan mulai berhenti untuk memastikan dua pengguna mobil tersebut.
"Wanita ini masih sadarkan diri, dia terluka di kepala. Cepat panggil ambulans!!!"
Seorang wanita berteriak keras di bawah payung yang cukup lebar. Ia merasa gelisah, berjalan kesana-kemari memastikan keadaan dua pengendara mobil mewah tersebut yang ternyata sama-sama wanita.
Tak lama berselang, dua ambulans pun datang. Wanita itu di bawah ke dalam ambulans dengan penanganan pertama. Wanita yang masih sadarkan diri itu terus saja memegangi perutnya yang terasa sakit.
"Sus ...," bisiknya dengan sangat lemah.
Seorang perawat yang menyadari itu segera mendekatkan telinganya pada sang Wanita.
"A-aku hamil."
"Korban hamil, sepertinya masih trimester pertama."
Perawat tersebut memberitahu rekannya.
"Sepertinya tidak bisa dipertahankan, darah sudah mengalir dari kedua-belah kakinya. Kita harus meminta persetujuan walinya untuk melakukan tindakan."
Perawat pertama segera menanyai wanita tersebut mengenai walinya hingga di dapat sebuah nomor kontak untuk dihubungi. Dengan sigap perawat tersebut menyimpan nomor kontak itu untuk dihubungi setelah diagnosa di rumah sakit.
Tiba di rumah sakit, kemalangan tak dapat dihindari. Wanita tersebut mengalami keguguran. Semua di dengar langsung oleh sang Wanita ketika dokter menyampaikan semua berita duka tersebut.
"Hubungi walinya!" Titah sang Dokter.
Perawat yang mendapat perintah segera bekerja, dengan cepat ia menghubungi wali dari pasiennya itu.
"Selamat malam, ini dari rumah sakit Medika. Saya ingin mengabarkan bahwa Nyonya Celina kecelakaan dan perlu persetujuan untuk tindakan Dokter."
"Belum mati, bukan?!" Suara bariton yang menyayat hati itu membuat perawat tersebut beku di tempat. Bahkan Celina yang mendengarnya pun hanya mampu meneteskan air mata.
"Jangan mengganggu waktuku, jika dia sudah mati baru kabari aku. Aku akan segera mengkremasi jasadnya dengan senang hati."
Panggilan terputus dengan tiba-tiba, perawat itu hanya mampu berdiam diri tanpa berani mengucapkan sepatah katapun pada Celina.
Celina menarik nafas panjang, mengangguk pelan sebagai pertanda persetujuannya. Tindakan pun dilakukan seperti seharusnya.
Tiga hari berselang ...
Celina sudah diizinkan pulang, selama itu ia tak menghubungi suaminya. Ia sudah cukup bertahan dengan semua sikap kasar suaminya itu, kini ia tak mau lagi mengemis dihadapan suaminya. Ia akan memulai hidup baru yang lebih bermanfaat, setidaknya untuk menebus dosa kepada janinnya.
Malam itu, karena sebuah pesan yang dikirimkan oleh Henita, ia bergegas mencari keberadaan Alex--suaminya. Bagaimana tidak? Henita mengirimkan sebuah foto mereka sedang bersama diatas tempat tidur. Ia yang baru saja mengetahui dirinya tengah mengandung, tak terima dengan keadaan itu dan berniat membawa Alex pulang bersamanya. Namun siapa sangka jika itu akan membuatnya kehilangan anak yang ada dalam kandungannya.
"Ehem ...,"
Adele, sahabat Celina datang untuk menjemput Celina pulang. Ia sudah menemani Celina selama di rumah sakit dan mengetahui semua cerita dari sahabatnya itu. Dan tentu saja ia tak terima dan berniat menemui Alex, namun Celina mencegahnya dengan alasan sudah menyiapkan rencana besar untuk suaminya itu.
"Ayo!" Seru Celina dengan wajah berbinar. Ia bahkan berdandan dan minta dibelikan pakaian baru kepada Adele sebelum pulang.
"Aku akan pulang ke penthouse," kata Celina pada Adele.
Adele sedikit kebingungan, "Bukankah kau mengatakan sudah menyiapkan rencana untuk Alex? Lalu kenapa tak ingin pulang ke rumah kalian?"
"Aku akan mengurus hal lain sebelum menyelesaikan Alex. Antarkan saja aku, setelah itu kau pulang dan beristirahatlah. Kau sudah lelah menemaniku selama di rumah sakit."
Adele mengangguk pelan, meski ia tak tahu rencana apa yang disusun sahabatnya itu. Namun ia sepenuhnya akan mendukung Celina karena sudah mendengar semua penderitaan yang dialami sahabatnya itu selama pernikahan mereka.
***
Tiba di penthouse, Celina merebahkan diri di sofa. Penthouse yang memang sengaja ia beli untuk melarikan diri ketika sedih kini akan menjadi rumah untuknya pulang. Ia meremas tangannya dengan kuat, tanpa sadar pun air mata menetes. Semua harapannya musnah bersamaan dengan hancurnya perasaan yang selama ini ia simpan.
"Aku tidak akan mengalah lagi, anakku adalah pengorbanan terakhirku untukmu, kini tak ada lagi yang tersisa antara kita selain kebencian dan penyesalan."
Celina mempersiapkan diri untuk kehidupan barunya. Ia berdandan dengan baju lainnya untuk menemui seseorang yang akan menjadi permulaan dari rencananya. Dengan mobil mewah yang sudah lama ia beli, Celina pergi ke suatu tempat.
"Apa Kakek ada?" Tanya Celina pada pelayan rumah keluarga William itu.
"Ketua baru saja tiba, Nona. Mungkin sebaiknya anda menunggu sampai beliau selesai beristirahat."
Celina tak mendengarkan, ia melangkah maju tanpa membiarkan pelayan rumah itu.
Ya, begitulah hidupnya. Posisinya bahkan kalah dibandingkan oleh pelayan rumah, padahal ia memiliki kekayaan dan status resmi di keluarga William.
Krek!!!
Tangan Celina memutar handle pintu dengan kasar, membuat seorang pria tua terkejut melihatnya.
"Apa kau tidak memiliki sopan santun, hah?!" Teriak Bani Subandono keras.
Dengan angkuh Celina duduk tanpa menghiraukan teriakan kakek mertuanya itu. Hal itu membuat Bambang keheranan, terlebih dengan penampilan Celina yang baru.
"Aku kemari tidak ingin berdebat denganmu, Kek. Aku kemari ingin mengambil hakku!" Tukas Celina tenang.
"Apa maksudmu?" Tanya Bani Subandono dengan kerutan di dahinya.
"Aku ingin mengisi posisiku di perusahaan!"
Bani semakin terkejut mendengar ucapan cucu menantunya itu. Bersamaan dengan itu, Celina menatapnya dengan tajam.
"Kenapa tiba-tiba?" Tanya Bani penasaran.
Celina tersenyum kecil, "Sebenarnya aku tidak ingin bekerja, aku ingin menikmati hasil dari jerih payah orang tuaku saja. Aku lebih ingin berpisah dari Alex sekarang, tapi aku tahu Kakek pasti tidak mengizinkannya karena sahamku di perusahaan keluarga kita."
Bani kembali dibuat terkejut oleh ucapan Celina. Wanita yang dianggapnya tak akan pernah berontak itu, kini mulai menampakkan taringnya yang tajam.
"Tapi sahammu sudah kau berikan pada Alex," ujar Bani
Celina tertawa kecil.
"Aku tidak pernah memberikan sahamku kepada Alex. Aku hanya membiarkan dia memakai suaraku di perusahaan untuk posisinya saat ini. Tapi sayang, Alex bukan pria yang bisa diberi hati."
Bani duduk di kursi kebesarannya, mengepalkan tangan dengan keras karena perbuatan cucu semata wayangnya itu.
"Semua sudah kupermudah, Kek." Celina kembali berujar. Bani menatapnya lekat.
"Biarkan aku mengisi posisi yang memang seharusnya menjadi milikku, atau biarkan aku bercerai dengan taruhan sahamku tidak akan bisa disentuh oleh Alex lagi."
"Kau tidak bisa bekerja, Celina. Kau tidak berpengalaman!" Bani kembali menolak karena ia tahu jika Celina kembali ke perusahaan, para pemegang saham akan berpihak padanya karena mempertimbangkan mendiang kedua orang tuanya.
"Dan pula, kau dan Alex sudah membuat perjanjian bahwa pernikahan kalian akan dirahasiakan sampai waktu yang tidak ditentukan!"
"Aku tidak menginginkan status itu, aku hanya ingin bekerja. Kalau Kakek menyetujui aku bekerja, aku pastikan tidak akan ada orang di perusahaan yang tahu bahwa aku adalah istri Alex. Dan Alex masih bisa memakai kuasa atas sahamku."
Celina mengatakan semuanya dengan lugas agar perdebatan mereka segera selesai.
"Kau sudah bicarakan hal ini pada Alex?" Tanya Bani yang mulai merendahkan nada bicaranya.
"Untuk apa aku bicara padanya? Saham kedua mertuaku tidak sebanyak saham kedua orang tuaku di perusahaan itu, dengan kata lain Alex tak memiliki hak untuk mencegahku."
Bani terhenyak.
"Baiklah," kata Celina tiba-tiba. "Sepertinya Kakek keberatan dengan permintaanku. Oleh karena itu, aku akan mengajukan gugatan cerai pada Alex secepatnya dan membuat semuanya kembali seperti semula!"
Celina meraih tas mahal miliknya, ia tak ingin membuang waktu lebih lama lagi di depan Kakek mertuanya itu.
"Baiklah! Kau boleh bekerja, aku akan mengatur semuanya untukmu!" Kata Bani dengan sangat terpaksa.
"Terima kasih, Kek. Kalau begitu, sampai jumpa."
Celina melambaikan tangan dengan gaya manja, bertingkah centil seperti wanita yang tidak memiliki etika terhadap orang tua. Namun, itulah yang Celina inginkan, ia ingin orang yang menganggapnya remeh itu tidak berkutik dihadapannya.