/0/26438/coverorgin.jpg?v=a62374ef56376f88395da900a2247285&imageMogr2/format/webp)
“Ra, kemaren kemana aja si?!” Suara pria yang ku dengar berasal dari arah kananku.
Aku sejenak menghentikan aktifitas makanku dan menggerakan wajah ke kanan untuk melihat ke sumber suara. Seorang pria dengan tinggi sekitar 180cm sedang berdiri di sebelah kananku.
“Kemaren tuh aku ketiduran Ndre.” Suara seorang wanita dari sisi kiriku.
Tanpa memalingkan wajah. Aku hanya menggerakan bola mataku sedikit ke kiri. Melihat ke arah seorang wanita yang sejak dari tadi sedang bermain hp bersebrangan denganku.
“Gak usah bohong, lu. Nata udah ngomong ke gua!” bentak pria itu lagi.
Pria itu berjalan ke depan melewatiku, mendekati sang wanita, wajah sang wanita seketika terlihat panik.
“Ih apaan sih, Ndre. Aku gak bo’ong, kok,” ucap sang wanita masih mencoba memberikan penjelasan.
Sang pria tampak tak mempedulikan ucapan wanita itu, dengan cepat dia menggerakan tangan dan meraih lengan sang wanita.
“Ah boong mulu lu, Anjing! Udah sini lu buru!” hardik pria itu dengan nada membentak.
Pria itu dengan kasar menarik lengan sang wanita ke atas, hingga dia terpaksa berdiri akibat tarikan di lengannya.
“Ndre pliss Ndre.. aku gak…”
“Ah bacot, lu!”
Tanpa memberikan kesempatan pada sang wanita untuk dapat menyelesaikan ucapannya, sang pria kembali membentak sambil menarik lengan sang wanita, hingga wanita itu terpaksa mulai bergerak keluar dari area meja makan.
“Ndree pliss!!” hiba sang wanita saat pasrah mengikuti tarikan pria itu.
Namun pria itu tak peduli dan terus menarik lengan sang wanita, memaksanya berjalan. Mereka berdua jalan ke arahku.
Ketika mereka hendak melewatiku, dengan cepat aku berdiri lalu mengambil selangkah ke kanan, hingga pria itu kini berada tepat di hadapanku, sementara sang wanita berada di sisi belakangnya.
Aku harus sedikit menaikan pandanganku ke atas untuk melihat wajah pria itu, karena postur tubuhnya beberapa centi lebih tinggi dariku. Mata kami saling bertatapan, aku dapat melihat ekpresi kaget saat ia melihatku yang tiba – tiba berdiri menghalanginya.
“Sorry Bro, jangan kasar-kasar lah sama cewek,” ucapku tenang sambil terus menatapnya.
Matanya sedikit membesar saat mendengar ucapanku, aku baru saja menarik pelatuk emosi di dalam dirinya.
“Buset dah, lu siapa, Jing!?” bentaknya persis di hadapanku, sambil mendekatkan wajahnya dengan wajahku. Bahkan aku dapat mencium bau napasnya yang lekat dengan aroma asap rokok.
Merasa risih karena wajah kami yang sangat berdekatan. Aku menggerakan wajahku ke kiri, memandang ke area pedagang kantin yang rupanya sedang menyaksikan ketegangan yang terjadi antara kami berdua.
“Di luar aja kalau mau!” ucapku tenang.
“BACOT, LU!” balasnya dengan berteriak.
Mendengar teriakannya, aku reflek melihat ke kanan. Rupanya dia telah melepas genggaman tangannya pada lengan sang wanita. Tangannya lalu bergerak melayang ke arahku, namun beberapa saat kemudian gerakan tangannya nampak tertahan.
“Ndree.. jangan gituu..” jerit sang wanita sambil menahan tangan kanan sang pria dengan cara memeluk lengannya.
“Pliss Ndre, ini aku mau ikutin kamu kok,” lanjut sang wanita mencoba membujuk.
Pria itu sejenak terdiam.
Tiba-tiba aku merasakan dorongan kuat pada pundak kananku sehingga aku harus mengambil satu langkah ke kiri, menyebabkan kursi yang aku duduki saat aku makan tadi terseret ke samping.
“Minggir lu, Bangsat” hardiknya.
Rupanya tangan kirinya lah yang mendorong pundakku sehingga kini aku tak lagi menghalangi jalannya. Mata kami masih saling bertatapan, namun beberapa saat kemudian ia mulai berjalan ke depan.
“Hati-hari lu kalau ketemu gua lagi!” ancamnya sambil terus berjalan melewatiku.
Beberapa saat kami masih saling bertatapan, hingga akhirnya aku melepaskan pandanganku. Namun pandanganku kembali terkunci saat bertemu dengan tatapan sang wanita yang rupanya juga terus melihat ke arahku.
Sejenak aku tenggelam dalam tatapannya.
Sesaat kemudian, bibir tipisnya bergerak melengkung ke atas menunjukan senyuman yang terpampang indah pada wajah orientalnya. Belum sempat aku membalas senyumannya, ia dengan cepat memalingkan wajahn melihat ke depan sembari berjalan meninggalkan area kantin.
Setelah selesai melahap makananku, aku bergegas pergi meninggalkan area kantin sambil menyalakan sebatang rokok di dalam mulutku. Baru saja aku keluar dari area kantin, tiba – tiba langkahku terhenti karena merasakan sebuah tepukan di pundaku..
“Woii…. gilaa lu Za, gak ada takut-takutnya lu jadi manusia,” ucap seorang pria yang kini berada di sampingku. Haris, pria dengan wajah pas-pasan yang merupakan teman seangkatanku.
“Anjing lu, Ris. Gua kirain siapa?” balasku sambil mengambil satu langkah ke depan sehingga tangan Haris terlepas dari pundakku.
“Lu kagak tahu emang tadi lu hampir ribut sama siapa?” tanyanya.
“Emang siapa dia?” Aku balik bertanya.
Aku mulai berjalan meninggalkan Haris namun pandanganku masih melihat ke belakang menunggu jawaban.
“Itu abang-abangannya 3Panur, bego!” jawabnya sambil sedikit berlari, mengimbangi langkahku.
“Oh ya?” jawabku singkat.
“Buset, lu kaga takut emang?” tanya Haris, kini dia sudah berada percis di sampingku.
“Ya mau gimana lagi, Njir, mana gua tahu dia siapa,” jawabku sambil terus berjalan.
Haris memanjangkan tangan kirinya merangkul leherku, dengan pelan namun kuat, ia menarik leherku mendekatinya.
“Mangkanya lu nongkrong lah ja, biar kalau ada apa – apa, lu dibantuin sama senior,” Bisiknya mencoba memberikan saran.
Setelah mendengar ucapannya. Aku dengan cepat menggerakan lenganku, mendorong tubuh Haris menjauh.
“Elah ris, kalau masih manusia mah mau gimana juga gua lawan,” ucapku sambil sedikit tersenyum sinis ke arah Haris.
Haris sebentar menatapku, entah tatapan kaget, takut, ataupun kesal. Ia melemparkan rokoknya ke bawah lalu menginjaknya.