Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
ADINDA DAN CINTA SEJATINYA

ADINDA DAN CINTA SEJATINYA

Sweet Strawberry

5.0
Komentar
26
Penayangan
2
Bab

Adinda sangat terpuruk begitu dia tahu Kennan kekasihnya sudah meninggal. Dia merasa sangat menyesal karena telah meninggalkan Kennan, padahal itu bukan maksudnya ketika dulu dia meninggalkan sang kekasih. Kenzo, adik dari Kennan, mengatakan kalo Kennan masih hidup. Adinda senang sekaligus bingung, kenapa itu bisa terjadi? Tapi dia berharap apa yang dikatakan Kenzo benar adanya dan Kennan akan datang kembali padanya untuk menikahinya, seperti yang Kennan janjikan pada Adinda dulu. Bagaimanakah kelanjutan kisahnya?

Bab 1 Kesedihan Adinda

"Adinda, jangan! Kamu mau apa?" Suara Kenzo nyaring terdengar di antara deru ombak yang menyapu pantai. Wajahnya nampak cemas.

"Lepasin tangan aku! Lepasin!" Adinda mengibaskan tangannya. Pipinya sudah basah oleh air mata.

"Nggak! Kamu nggak boleh begini! Ayo kita pulang!" Kenzo menarik tangan Adinda paksa. Dia tahu, melepaskan tangan Adinda saat itu sama dengan membiarkan gadis yang ia temani sejak tadi, bun*h diri.

"Lepasin tangan aku! Aku mau pergi! Aku mau nyusul Kennan!" teriak Adinda. Suaranya lantang penuh emosi. Rambutnya terurai acak-acakan. Sebagian basah oleh keringat bercampur air mata.

"Aku nggak akan lepasin kamu. Aku nemenin kamu ke sini bukan untuk ngelihat kamu kayak gini! Ayo kita pergi!"

Kenzo menarik tangan Adinda lebih keras lagi. Adinda berusaha melepaskan tangannya dari cengkeraman Kenzo. Tapi, Kenzo mencengkeram lebih kuat lagi. Bahkan pergelangan tangan Adinda sampai merah karenanya.

"Plis Ken, lepasin aku! Aku mau ikut Kennan! Biarin aku pergi, Ken." Adinda mendorong tubuh Kenzo menjauhinya. Tapi sia-sia. Tenaganya kalah jauh dengan Kenzo.

Kenzo menarik-narik tangan Adinda. Memaksanya untuk menjauhi bibir pantai.

"Aku nggak akan lepasin kamu. Ayo kita pulang. Sudah terlalu lama kita di sini. Kalau kamu nggak nurut, aku nggak akan mau nemenin kamu lagi," ancam Kenzo. Matanya mendelik lebar.

Adinda menatap Kenzo, namun dia tak kuasa mengalahkan tajamnya mata elang sahabatnya itu. Gadis itu menunduk dan mulai melengkungkan bibirnya ke bawah.

"Apa kamu akan ninggalin aku seperti yang dilakukan oleh Kennan?" tanya Adinda lirih. Dipandanginya air laut yang menyapu telapak kakinya.

"Aku nggak akan ninggalin kamu. Dengar! Kamu jangan g*la. Kennan masih hidup dan kamu harus bertahan karena itu," kata Kenzo sambil terus menatap Adinda tajam. Pandangan itu tak sedikit pun teralihkan.

Adinda mengerutkan kening dan mendongak. Ia nampak bingung.

"Bohong! Kennan sudah m*ti. Dia ninggalin aku! Kamu sendiri yang bilang kalau Kennan sudah m*ati. Kenapa sekarang kamu bilang dia masih hidup? Nggak mungkin orang mati bisa hidup lagi. Hahahahha!" Adinda tertawa terbahak-bahak. "Jangan-jangan kamu yang udah g*la. Ya, kamu g*la karena kamu bilang Kennan masih hidup, padahal dia sudah m*ti."

Kenzo menarik napas dalam. Menghadapi gadis yang jiwanya terganggu seperti Adinda memang butuh banyak kesabaran. Tapi, Kenzo bisa memahami itu dan ia yakin Adinda bisa sembuh, bangkit dari keterpurukannya.

"Nggak! Aku nggak bohong. Kennan masih hidup dan bulan depan dia akan datang untuk melamar kamu. Seperti yang dia janjikan sama kamu," ucap Kenzo tegas. Nampak riak kecil terbayang di matanya saat ia mengatakan itu.

Mata Adinda membulat lebar. Dia terdiam. Nampaknya kata-kata Kenzo berhasil menyentuh hatinya.

"Ka-kamu ... nggak bohong? Kamu serius?" tanya Adinda sambil menggelengkan kepala. "Nggak mungkin ...," ucap Adinda tak percaya.

"Aku akan jelasin semuanya sama kamu di mobil. Sekarang kamu ikut aku. Ayo kita pergi!" Kenzo menarik tangan Adinda lebih kuat.

Kali ini Adinda menurut. Dia mengikuti langkah Kenzo yang berjalan menjauhi bibir pantai.

Di depan Adinda, Kenzo menatap ke depan dengan pandangan rumit. Berkali-kali dia menghela napas. Seolah ada batu besar yang menghimpit dadanya.

"Kita mau kemana?"

"Pulang."

"Kata kamu, tadi kamu mu jelasin tentang Kennan."

"Nanti di mobil."

Adinda terdiam. Namun ada gurat harapan dan kebahagiaan yang tergambar dari sorot matanya. Ia sesekali tersenyum-senyum. Entah apa yang dibayangkannya.

***

Adinda menghempaskan bokongnya di dalam mobil milik Kenzo. Gadis itu memasang sabuk pengaman. Kenzo melirik Adinda melalui sudut matanya. Setelah yakin sabuk pengaman itu terpasang dengan baik, ia menyalakan mesin mobil dan menekan pedal gas.

Suasana hening di dalam kabin mobil itu. Adinda merebahkan kepalanya pada jok yang ia duduki. Ditatapnya jalanan di depannya dalam diam, sambil sesekali melirik Kenzo yang menyetir di sampingnya. Menunggu laki-laki itu mengatakan sesuatu tentang Kennan-nya.

Namun Kenzo seolah tidak paham apa yang diinginkan Adinda. Dia masih terus diam dan seperti tak ada tanda-tanda akan bicara. Hanya sesekali ia melirik ke arah Adinda dengan tatapan yang sulit diartikan. Membuat Adinda salah tingkah.

Mobil yang dikendarai Kenzo hampir sampai rumah Adinda. Tapi, kata-kata penjelasan yang Adinda tunggu-tunggu tak keluar juga dari bibir Kenzo. Adinda mulai tak tenang. Ia menggeser-geser posisi duduknya.

"Kenapa?" Kenzo berpaling dan menatap Adinda sekilas.

"Eng-enggak. Kata kamu ... tadi kamu mau cerita tentang Kennan. Apa benar kata kamu kalau Kennan –"

"Benar," sahut Kenzo singkat. Nada suaranya bergetar saat ia mengatakan itu.

"Beneran? Kennan beneran masih hidup? Tapi, orang-orang bilang dia –"

"Kamu percaya orang-orang atau percaya sama aku?" sentak Kenzo.

Adinda berjengit. Kaget dan takut bercampur jadi satu.

"Ka-kamu ma-marah?" lirih Adinda. Ia memainkan jari-jemarinya di pangkuan sambil menunduk.

"Sudah aku katakan, Kennan masih hidup! Sekarang terserah kamu. Kamu mau percaya sama aku atau sama orang-orang itu?" tanya Kenzo lagi dengan nada dingin. Kedua telapak tangannya meremas kemudi yang ia pegang.

"Ak-aku ... a-aku ...."

"Jawab yang tegas. Siapa yang kamu percayai?"

"Ak-aku ... aku per-percaya ... ka-mu," ucap Adinda. Suaranya begitu liri hingga hampir tak terdengar.

Kenzo melirik kaca spion lalu membelokkan setir ke samping. Mobil itu berhenti di tepi jalan.

Kenzo menggeser posisi duduknya hingga kini ia berhadapan dengan Adinda. Lalu ia mulai bicara dengan tegas.

"Dengar Adinda. Mulai hari ini, kamu harus ceria! Kembalilah jadi Adinda yang ceria yang aku kenal. Karena kenapa? Karena Kenzo masih hidup dan kamu nggak boleh meragukan kata-kataku ini! Dia akan datang bulan depan untuk menikahi kamu. Kamu siap?" Mata Kenzo berkilat saat kata-kata itu meluncur dari bibirnya.

Adinda memandangan lelaki di sampingnya sekilas dan mengangguk cepat.

"Apa? Apa maksudnya kamu mengangguk?"

"Iya." Adinda menjawab pelan.

"Iya apa?" tanya Kenzo sambil tersenyum miring.

"Aku nggak akan meragukan kamu." Adinda meremas tangannya sendiri.

"Kamu percaya aku?" tanya Kenzo kembali menegaskan.

"Iya," sahut Adinda. Ada emosi yang tertahan saat ia bicara.

"Iya apa?" Kenzo menaikkan dagu Adinda dan pandangan mereka bertemu.

"IYA. AKU PERCAYA SAMA KAMU!" teriak Adinda kencang. Dadanya naik turun. Napasnya tersengal. Suaranya memenuhi mobil itu.

"BAGUS! Oke, sekarang kita pulang. Tapi ingat, sedikit saja kamu nggak percaya sama aku, aku nggak akan biarkan Kennan menemui kamu. PAHAM?"

"IYA. AKU PAHAM." Adinda memalingkan wajah dan menatap jalanan dari jendela mobil.

Kenzo tersenyum miring dan mobil itu pun kembali melaju membelah jalanan kota Jakarta yang padat.

Sesampai di rumah Adinda, Kenzo menahan gadis itu saat ia akan melangkahkan kaki untuk keluar mobil.

"Tunggu! Ingat perkataanku! Mulai detik ini kamu harus jadi Adinda yang dulu lagi! Lupakan kesedihanmu! Jangan dengarkan kalau ada yang bilang Kennan sudah meninggal karena Kennan masih hidup dan bulan depan dia akan datang untuk menikahimu. PAHAM?" Kenzo menatap lurus di manik mata Adinda.

Adinda mengangguk dan keluar dari mobil itu dengan perasaan campur aduk.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku