icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon

Ace Tribes

Bab 3 JIWA LAIN

Jumlah Kata:2154    |    Dirilis Pada: 03/11/2021

Pema

yang baru saja kutahu namanya sebagai Remus Valez, secuil pun tidak sudi menaruh kepercayaan dalam setiap kata yang kututurkan. Ia m

jur?” tanyanya, unt

gah berat untuk mengebiri lidahnya—menjual di pelelangan seharga miliaran dolar. Sungguh, aku hampir

mengesalkan, belum lagi terselip nada menantang s

an sebenarnya

mi memang sudah berperang tatap semenjak aku diseret masuk oleh dua prajuritnya ke dalam sel paling ujung dan terasing. Aku sengaja memantapkan pertahanan sor

ali tidak memiliki ide

menghabiskan wa

memutari bolpoin. Lampu obor menggantung persis di samping kepala Remus, cukup membuat ketajam

buat perawakan gagahnya sedikit lebi

mulut.” Remus menginstruksikan sesuatu melalui gerakan bibir ke samping kanan. Ia b

andai sa

depan pagar besi sel dan menggeser pintunya. Namun, belum sampai lima detik, kututup bibirku dan menggantikannya dengan pelotota

can

it pun melunak begitu ia memasuki sel dan berdiri tepat di depanku. Tidak lama, Remus menekukkan satu kakinya ke baw

n kuteruskan dari bibir, tetapi semua terkubur begitu saja ketika suara baret merangsek ke t

h dari cukup untuk membangkitkan perasaan lama yang telah kukubur sampai mampus. Suatu perasaan yang

l satu buah goresan di sana. Mereka mengerubungi otakku kembali, menutup akses oksigen menyebar dan memasuki daerah kep

ak bersisa. Sampai tremor itu datang dan me

mpatku saat ini masih sama seperti tadi; sel bawah tanah. Bedanya, ada rasa dingin menggerayangi pergelangan

seorang pemuda sepantarku di depanku. Ia tengah membebat kakiku dengan perban. Otakku lekas mengirimkan sinyal bahaya, aku spontan menekukkan kaki k

um ibu jari kakiku persis men

dengkusan terdengar dari arah si pemuda. Ia baru melepaskanku begitu ak

kin melemparkan tatapan paling mengintimidasi yang pernah kutun

ek dan be

kalian saja kujeritkan betapa jelek dan berengseknya pria itu sampai ke atom-atom tubuh gagahny

am sekilas dan menyibukkan diri sebentar untuk menggulung sisa perban yang tidak terpakai.

hidung kempas-kempis—kemudian bersin. Sungguh, t

sepertimu bisa berting

api pertanyaan si pemuda asing tersebut. “Dan, hell!

Remus Valez. Si

gang perutku yang terasa menggelitik bukan main. Ekor netraku bahkan mengeluarkan setitik air mata. Men

g ke bawah dan membuatnya se

tu menaikkan tatapan datarnya, kemudian meneruskan, “Aku Stuart, omong-omong. Kura

an, mencondongkan kepala di dekat pemuda bernam

Ia berpura-pura meludah, melengos tepat aku menarik kerah kemeja putihnya untuk

kan kata 'Nona' sungg

seimbangannya lumayan. Stuart mendengkus selagi merapikan kemejanya—kemudian tatapanku jatuh kepada semaca

uk tidak mengetahui bila itu bukan lam

i oleh keheningan. “Lapar atau tidak, Yang Mulia sudah menyiapkan hid

ana seperti pelayan kafe di dekat kampusku. Ia mengenakan bando berenda putih yang terbuat dari satin, s

karena tak terjangkau oleh netraku, tetapi aromanya

nekat, seperti menerobos sel dan melarikan diri, misalnya. Sayang sekali, dungu-dungu begini, aku seorang pemikir rasional dan berorientasi kedep

an di dekat pintu sel, aku tidak menyentuh kudapan itu hingga malam tiba—yah, sepertinya malam karena aku sudah mulai mengantuk—dan yang tida

mengendurkan pertahanan netraku untuk tetap dibuka. Aku siap memasuki alam bawah sadarku dengan ter

ku akan membuatmu berakhir lebih dari s

r ranumku meloloskan tawa—tawa terpahit yang pernah kulontarkan kepada siapa pun. Mengusap kasar wajahku, aku mempertahan

ang lurus kepadaku. Aku bisa menangkap sorot keh

teredam oleh telapak tangan. “Jika kau memang tidak memercayaiku, seti

ta’ itu. Tetapi, tidak sekarang. Kehadirannya cukup memicu ingatan itu kembali dan butuh waktu tidak singkat bagiku mem

k, kau bisa menginterogasiku sepu

ia mendengarnya. Kabar baiknya, Remus patuh. Ia tidak berusaha untuk kembali mengeritingkan otakku dan mencincangnya sampai tak berbe

li ke tempat persinggah

kah menjauh Remus tergantikan oleh suara maskulinnya, merangsek kembali k

a sikap menjengkelkan pria jelek

sa kesadaran hingga aku jatuh terlelap. Dan ketika pagi sudah datang, sia

“Kau sungguh

nku. Tanpa kuduga-duga, ia meremas kuat ruas-ruas jemariku sampai aku bisa mendengar gemeretak tulang yang tersusu

sama sekali, sorotnya ja

Roma halusku bergidik ketika wajahnya begitu dekat dan embusan napas menyapu halus milikku. Kesempurnaan yang s

neguk liur susah payah mendapa

rmukaan lantai oleh miliknya. Ia meremas tangan kananku sekali lagi, tanpa sadar netraku sudah berair. Perlu waktu bagiku

menenangkan diri. Tentu saja itu tidak mempan. Ketenangan macam apa yang bisa k

tu,” Remus mengintimidasiku lagi melalui kilat tajamnya,

atas nama leluh

dra penglihatnya. “Siapa nama leluhurmu?

, bingung. Dengan nada skeptis, aku se

udah kewalahan menghadapiku—sama lelahnya dengan aku yang perlu menghadapi si pria p

yang sempat dimaksud oleh Remus tadi. Sepasang netra tabib itu mengilat ramah saat ia menjumpai milikku dari balik pagar besi sel. Remus ikut beral

ku, bagaikan aku barang antik saja. Tabib itu tampak mengarahkan telapak tangan dari kejauhan, m

Remus menjadi kertas dan kujadikan sebagai tempe

ryssant Elettra, si penggerak utama suku Ace. Tetapi, yang menempati tu

ngira aku kerasukan setan! Tetapi … seb

tabib sompret it

Buka APP dan Klaim Bonus Anda

Buka