Sang Buron
tkan informasi tentang riwayat pen
k informasi yang bisa kita perjelas. Teleponlah
ya
mungkinan melakukan pemeriksaan rutinnya pagi ini di Rumah Sakit Kanto. Telepon juga
ng-orang yang kau sebutkan,
angan, siapa jaksa penuntut umunya, siapa yang menjadi saksinya, lalu terdakwa da
Lalu bagaimana jadinya kalau semuany ini benar, Ivan? Bagaimana nanti pada akhirny
tu, kita harus me
tohn
ali belum pun
*
memperoleh sejumlah uang dari menggugat perusahaan-perusahaan pengeboran dan ingin menghabiskan sebagian uang itu. Dia bersama kawan-kawannya merenovasi terminal tersebut dan bersama-sama menempatinya hingga selama dua puluh tah
yang berkaitan dengan hak-hak sipil, kasus diskriminasi umur, gender, kasus pertanahan, kasus kekerasan polisi, dan jenis pekerjaan yang membuat seseorang bisa dikucilkan di kota kecil di belahan utara. Eijun yang cerdas dan frontal, menyelesaikan kuliahnya di selatan dalam tiga tahun, dan dengan cemerlang lulus di sekolah hu
n itu berlangsung selama sebulan, dan pada satu ketika, dia terpaksa menyewa jasa pengawal keamanan saat ancaman sudah mulai menyeruak menjadi suatu yang nyata. Saat dewan juri kembali dengan keputusan $85 juta, Robert Eijun menjadi seorang l
rkembang lagi dan kemudian pecah akibat sebuah krisis. Para pengacara termasuk yang masih berstatus sebagai mahasiswa datang dan pergi. Dia menggugat mereka, dan sebaliknya. Terjadi adu lempar gugatan. Barangkali bagi mahasiswa, mereka beralasan tidak terikat kontrak di luar magang. Uangnya habis, namun kemudian Eijun memenangkan kasus besar yang lain. Titik terbawah dalam kariernya yaitu ketika dia memergoki pegawai akuntannya menggelapkan uang dan menimpuknya dengan tas. Dia berhasil lolos dari hukuman serius dengan menegosiasikan hukuman penjara selama tiga puluh hari k
yang rapuh dan kasus-kasus yang tak mampu tertolong serta hujatan-hujatan dari orang-orang di sekitarnya, Robert Eijun tetap datang pagi-pagi ke terminal busnya dengan semangat menggebu-gebu buat menghabiskan hari itu dengan berjuang demi kepentingan orang-orang kecil yang masih mengharapkan bant
*
an-dugaan dan hanya dipenuhi rutinitas penyelidikan tentang kasus hilangnya salah seorang siswi yang cukup populer di salah satu SMA Kanto, berusia delapan belas tahun, Bella Stefa, hilang dan tidak pernah terlihat lagi, entah dalam kondisi mati atau hidup. Selama beberapa minggu, kota itu terasa berhenti beraktivitas seperti biasanya. Yang muncul adalah kepanikan, berita-berita sensasional, dugaan-dugaan dan h