Cinta CEO dalam Jebakan
npa dosa. Sudut bibirnya sampai berkedut karena menaha
ia yang masih kewalahan dengan se
an segelas air?" timpal gadis yang
dicengkeram oleh sang CEO. "Berhenti mempermainkan diriku!
tu mulai tertawa. Ketika ia berhenti,
Anda cepat pergi dari rumah ini dan belilah air di warung terdekat. Ck, andai saja warung di ujung gang itu m
ruh dan tangannya ingin sekali mencengkeram kerah baju gad
gan nada rendah dan tertekan. Mata tajamnya sesekali mel
nggeleng tan
saya menyaksikan tempat ini diratakan dan malan
pendendam? Baiklah, saya mengerti sekarang. Kita harus membalas perl
arang, tunggu apa lagi? Bukankah
wa. "Apakah Anda tidak sadar? Saya sudah
celingak-celinguk memeriksa kondisi sekitar. Seingatnya
agu Gabriella agar dirinya bisa
tidak mampu digerakkan. Selama beberapa detik, gadis itu membiarkan lidah sang pria menguasai mulutnya.
ari mengelap bibir yang terasa k
dekat?" timpal Max sambil mengangkat pundak dan tangan. Mulutny
kan kesempatan." Sang gadis meri
iella mengambil segelas air lalu menenggaknya. Akan tetapi, hin
penderitaan dari kopi dan air
ti sumber suara. "Kenapa kau masih di sin
a masih belum memberi saya air." Max melirik ke arah
"Kau masih berani meminta dua hal itu kep
p sang CEO dengan santai. Lawan bicara
nda sudah cukup kuat untuk membuat kita impas.
Company? Orang yang tidak bermoral dan berotak dangkal seperti
CEO sontak berubah
ngatakan saya tidak bermo
e rumah orang, menimbulkan keributan, lalu mencium gadis yang bah
otak dangkal. Saya datang ke sini baik-b
habis pikir. "Susah sekali bicara den
kan sebotol bubuk cabai ke dalam kopi?" Sorot mata Max tertuju pada wadah
gus dan melipat tangan di depan dada. "Ck, seharu
pur. Dengan mata yang membara, ia memangkas jarak pandang di antara mereka. Gabriella r
da berani menantang seorang laki-laki," bisik Max dengan lengkung bibir misterius. Perubahan s
au lakukan? Jan
a meminta dua hal. Tanda tangan Anda di kontrak itu dan air. Anda tidak diam-
dulu menyentuh pinggangnya. Mata bulat gadis itu sontak memancarkan ketakutan
angan kau rusak!" ucapn
bit. "Terima kasih." Ia pun men
uar dari dapur, barulah pria itu lel
anya ada satu set peralatan makan di rak piring. Sedetik kemudi
irnya sembari meletakkan satu-satuny
ng pergilah!" usir Gabriella sete
gitu melihat apa yang telah dilukis oleh si tuan rum
ngan penuh penekanan. Tidak ada lagi kesabaran yang tersisa dala
gan satu garis lengkung yang mirip senyuma
h tanda tanganku.
mendidih dan meng