Quin masih tidak percaya jika ia harus terjebak di tempat seperti ini. Ia juga tidak pernah membayangkan kalau bos besarnya bahkan mendukung pernikahan ini.

Quin jadi membayangkan, bagaimana jika nanti ia bertemu dengan Pak Aksa di kantor nanti?

Lamunan Quin membuat Arion berdecak. “Pikirkanlah, kau tahu aku bukan tipe pria yang suka menunggu! Kau bahkan tidak akan bisa menolaknya sama sekali. Jadi, tanpa aku atau tidak itu akan sama saja?”

Quin menatap Arion. Pria itu berdiri lalu pergi meninggalkan ruang vip ini.

Quin memejamkan kedua matanya sambil mengepalkan kedua tangannya. Ia sungguh tidak tahu harus tertawa atau menangis. Ia juga tidak tahu harus bagaimana lagi? Semuanya masih terasa seperti mimpi buruk saja!

Quin memilih meninggalkan tempat ini. Saat keluar dari ruangan ini, Quin melihat ada beberapa staff yang melihatnya. Quin sedang berpikir jika mereka semua mulai bertanya-tanya siapa sebenarnya dirinya? Kenapa aku bisa ada di sini?

Quin bisa memakluminya. Ia memilih mengabaikannya, dengan gaya elegant-nya ia keluar meninggalkan hotel mewah ini.