Sudut pandang Fransiska:

Di luar hujan turun dengan sangat deras saat kami sedang menyantap makan malam. Karena itu, aku tidak bisa tidak merasa khawatir dengan bagaimana aku akan pulang nanti. Aku lebih suka untuk tidak pulang bersama William dengan menaiki mobilnya.

Lufita pasti merasakan ketakutanku. Dia melihat ke luar jendela dan bertanya sambil tersenyum, "Fransiska sayang, apa kamu ingin menginap di sini malam ini?"

"Maaf, tapi besok aku harus bekerja, Nek," jawabku sambil tersenyum minta maaf.

"Tidak apa-apa. Besok pagi aku akan meminta sopir untuk mengantarmu ke kantor, jadi kamu tidak akan terlambat."

William melirik ke arah kami. Melihat ini, Lufita memelototinya dan berkata dengan tajam, "Apa yang kamu lihat? Aku tidak peduli kamu ingin tinggal di sini atau tidak. Tapi kuharap Fransiska akan tetap bersamaku, meski hanya untuk malam ini."

Lufita menggenggam tanganku dan menatapku dengan tatapan penuh harap.

"Baiklah, Nek."

Aku menyetujui permintaanya karena aku sama sekali tidak bisa menolaknya.

Wajah Lufita berseri-seri mendengar ucapanku. Sementara itu, Hestia, Hartono, dan Yohanes juga merasa senang.

Hanya William yang terlihat acuh tak acuh. Dia tetap menyantap makanannya dan bahkan tidak melirik kami sedikit pun.

Lufita telah menyediakan kamar untuk William dan aku di rumah itu. Tidak pantas bagi kami untuk tidur bersama karena kami berdua akan bercerai. Karena itu, Lufita memutuskan menggunakan kamar tamu untuk William.