/0/29147/coverorgin.jpg?v=391d49f6d6fab81627303f61c098322e&imageMogr2/format/webp)
*Ajeng POV*
Peluit panjang membangunkan aku dari lelapku. Seluruh penumpang kereta mulai terbangun dan mengemasi barang barang bawaan mereka. Begitupun dengan diriku.
Aku turuni tangga terakhir kereta itu dengan berkata dalam hati, 'Harus sampai kapan aku melakukan perjalanan ini?'
Tarikan nafasku membuat kesesakan di dada ini.
Aku menarik koper dan menjinjing sebuah tas menyusuri peron-peron yang terasa begitu dingin kurasa, dibandingkan sebulan yang lalu bahkan sepuluh tahun yang lalu. Ada sebersit keraguan dan kebimbangan dalam hatiku. Tapi aku terus menelusuri peron itu, hingga sampai ke bagian pemeriksaan akhir tiket.
Aku turuni tangga demi tangga dengan begitu banyak keraguan, atas keputusan yang akan aku ambil. Sampai di tangga akhir, aku melihat sosok yang sudah aku kenal selama 15 tahun lalu, telah menunggu dengan senyumnya yang khas.
"Sayang bagaimana perjalanan mu?" Semua baik-baik saja kan?" tanya lelaki yang telah ku kenal selama lima belas tahun itu.
"Ya mas, semua baik-baik saja, seperti biasa nya," jawabku, dalam pelukannya.
Apa yang kurasakan hari ini sama seperti yang kurasakan 15 tahun silam. Dia adalah seorang lelaki yang sangat aku cinta, dengan segala kekurangan dan kelebihannya.
Lelaki itu adalah, Bram cinta pertamaku dan terakhirku. Sambil menyusuri jalan menuju parkir, pikiran ku melayang jauh mengingat masa kebersamaan selama kuliah.
"Ajeng sayang.. koq melamun, udah sampai ini kita di parkiran."
Bram membuka bagasi untuk menaruh koperku. Dan kami memasuki mobil, lalu mobil pun melesat kejalan yang masih lenggang di pagi ini.
"Ajeng sayang, mau sarapan apa kita?’’ tanya Bram, sambil mengelus kepala ku.
Aku hanya menghela napas.
"Sayang , kita makan bubur kesukaan kamu yaa?"
"ya mas, jawabku sambil menoleh melihat dirinya.
Sekitar dua puluh menit kemudian, sampailah kami ke tempat pangkalan bubur yang biasa kami singgahi untuk sarapan. Kami mencari tempat duduk dan memesan bubur.
Setelah memesan, kami pun duduk, dan Bram memegang erat tanganku, sesekali ia mencium punggung tanganku. Dan aku sangat mengerti, dia sangat merindukan diriku, begitupun dengan diriku sendiri.
Aku merasakan kerinduan yang dia rasakan, walaupun lewat genggaman tangannya. Dan bukan hanya memancar dari wajah, tetapi dari suara, perilaku, dan pastinya dari setiap sentuhannya, aku merasakan getaran yang sama.
Walaupun satu bulan sekali kami bersama selama satu minggu saja, tapi itu sudah cukup membuktikan, bahwa kekuatan cinta kami memang begitu kuat. Sehingga perjalanan yang bertahun tahun kami lalui, terasa membahagiakan.
Dan ketika kebersamaan kami yang hanya satu minggu itu berakhir. Kami harus menunggu lagi satu bulan lagi untuk bertemu. Oleh karena itu kerinduan kami yang demikian sangat memuncak tidak bisa kami halau walaupun sedetik.
Tapi entahlah, setelah perjalanan rahasia cinta kami yang telah 10 tahun berlalu, akankah tetap sama, jika aku sampaikan sesuatu padanya tentang kondisiku saat ini? Suara batinku seakan menjerit. Aku hanya takut, jika Bram tidak menyetujui keinginanku.
"Ajeng dimakan buburnya," Bram mengingatkan aku untuk memakan bubur yang telah dihidangkan, berikut teh manis hangat.
Seperti biasa dia yang menambahkan kecap manis pada kerupuk yang ada di dalam mangkok buburku. Dan seperti biasa, dia juga selalu menambahkan kacang kedalam mangkok buburku. Dia adalah orang yang mengerti hal yang ku suka dan yang tidak.
"Terima kasih mas ," ucapku manja padanya.
Dia hanya tersenyum sembari mengedipkan matanya. Aku tersenyum melihat tingkahnya. Dalam hati aku bergumam 'oh kekasih hati ku, bagaimana bisa aku menghalau kerinduan ini ketika aku melihat wajah, mimik, suara dan kenakalan mu.'
Aku makan dengan mendengarkan beberapa cerita tentang teman-teman sekantornya. Tentang ibundanya yang saat ini sudah mulai sakit-sakitan. Dan tentang harapan kami, tentang hubungan yang selama sepuluh tahun, kami jaga kerahasiaannya dari ibunda Bram.
Cinta membuatku, merahasiakan status hubungan kami selama ini. Karena aku tidak ingin banyak orang tersakiti atas cinta kami. Karena cinta kami bukan untuk menyakiti siapapun. Selesai sarapan bubur, kami melanjutkan perjalanan ke rumah kami.
Dalam perjalanan aku bercerita banyak tentang kampung halaman yang aku tinggalkan. Tiga puluh menit kemudian, akhirnya kami sampai pada rumah mungil kami. Seperti biasa, aku selalu melihat sekeliling rumah ketika baru sampai rumah. Melihat-lihat berbagai jenis bunga yang aku tanam.
Teras rumah yang terlihat bersih dan tanaman yang terlihat terawat, mengingatkan aku akan kasih sayang Bram yang selalu mengerti tentang diriku dan kesenanganku akan rumah ini.
Bram membuka pintu dan mengangkat koper dan tas yang aku bawa. Kami lalu masuk ke dalam kamar untuk merapikan baju yang ada di dalam koperku. Tetapi karena, kerinduan Bram pada diriku yang bergelora, menunda kegiatanku untuk merapikan pakaian yang masih ada di dalam koper.
Bam langsung membopong ku ketempat tidur dan mencium bibirku dengan lembut.Kerinduan kami pun tumpah dengan setiap kecupan yang dia berikan pada setiap jengkal tubuh ku.
Dengan bisikan cinta dan kasih sayang yang dibisikan ke telinggaku, membuat aku terbawa dalam getaran kerinduanku yang selama ini aku pendam. Hingga aku pun melepaskan segala hasrat yang ku tahan selama ini atas dirinya.
"Ooouuh...Aaahhh...eenaakk, mas...," desahanku kian bertambah keras ketika Bram dengan hasratnya yang membara mengecup dan mengulum area sensitifku.
Aku merasakan kenikmatan yang teramat sangat, hingga aku meminta pada Bram untuk berada diatas tubuhnya. Ketika diatas tubuhnya, aku mendekatkan area sensitifku tepat dibibirnya dengan kedua kaki bersimpuh di hadapannya.
Disana aku pun berkata pada Bram,"Mas, aku ingin yang enak."
Tanpa diminta, Bram telah melumat isi area sensitifku dengan lembut. Dan hasratku yamg kian melambung, membuat aku memajukan dan memundurkan bokongku dari bibir Bram berulang kali.
Hingga pada puncaknya, aku menekan bokongku ke bibir Bram, dan Bram dengan rakus menghisap dan memainkan lidahnya masuk kedalam.
"Ooouuhhh...Aahh...Eennakk mas," jerutku. Akhirnya aku menekan dan menggoyangkan bokongku lebih dalam ke bibir Bram, hingga cairan kenikmatanku tumpah memenuhi bibir Bram.
Setelah puas dengan hasratku, kini Bram mengambil posisi diatas. Ia kini mengangkat kedua kakiku ke bahunya dan melakukan tusukan kenikmatannya kedalam area sensitifku dengan kasar.
Aku yang masih merasakan denyut kenikmatan atas permainan pertama, langsung mengangkat bokong dan mengoyangkan dengan keras hingga Bram tidak mampu menahan rasa nikmat yang ada di ujung batang kelelakiannya.
"Aaarrhhhhh....Ooouuuhhh....keluar aku, Ajeng...Aaarhhhh...nikmatnya," Bram dengan napas tersengal-sendal mendesah dan menekan seluruh batang kelelakiannya ke dalam area sensitifku.
Kami akhirnya terkulai lemas dalam kebahagiaan. Bram yang telah ada disampingku, mengecup mesra keningku. Dan berkata,"Berapa kali tadi keluar?" Dengan tersenyum ia menggodaku.
Akhirnya kamipun tertidur dalam pelukan cinta. Begitulah cinta, dan kerinduan kami yang terpisah oleh waktu selama satu bulan sekali. Kami curahkan dalam hasrat dan kasih sayang yang mengebu selama satu minggu, dengan penuh kehangatan yang melambungakan kami dalam setiap percintaan.
Yang kami ingini saat ini adalah menghabiskan waktu selama satu minggu dengan mencurahkan cinta dan kasih sayang. Masalah ibunda Bram yang tidak menyetujui hubungan kami, seperti biasa mas bram pun selalu punya cara untuk memberikan alasan pada ibundanya setiap bulan, Ketika ia bertemu denganku.
Dan hal itu bukan masalah yang besar untuk Bram, mengingat dirinya seorang atasan pada sebuah perusahaan. Dimana dirinya, diharuskan untuk mengontrol beberapa cabang diluar kota. Cinta kami yang membara dapat memberikan ide pada Bram untuk berbohong pada ibundanya.
Seperti pagi ini, disaat aku sedang mamasak, Bram diam-diam memelukku dari belakang dan mendaratkan ciumannya di tengkuk leherku. Kami selalu merasa seperti pengantin baru.
Padahal kami sudah menikah selama sepuluh tahun lamanya. Dan Bram adalah seorang lelaki yang romantis dan penuh pengertian. Sangat paham, tentang apa yang membuat aku bertekuk lutut dihadapan. Setidaknya, dia sangat mengerti apa yang kuingini, ketika kami dimabuk asmara seperti ini.
Aku hanya mendesah, “Mas, geli aah..
/0/9495/coverorgin.jpg?v=2f470a60b9fed5b5fadee38634c8935f&imageMogr2/format/webp)
/0/18180/coverorgin.jpg?v=50bde00ea8f9f6849091efb21ba5ce23&imageMogr2/format/webp)
/0/5404/coverorgin.jpg?v=7aac20f355eb8efaadfd10b072259629&imageMogr2/format/webp)