Cinta yang Tersulut Kembali
Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Sang Pemuas
Gambar yang ditampilkan oleh benda pipih berukuran tiga puluh dua inchi di hadapanku seketika berubah saat tombol pada remotenya kutekan. Hujan deras di luar, ditambah petir yang menggelegar dan saling bersahutan, membuatku mulai menguap dan mata menjadi berat.
"Ga ada yang seru ih acara tivi. Garing semua!" gerutuku sambil mengangkat tubuh menuju ruang jaga.
"Bu Bidan... tolong!" Terdengar suara teriakan yang menggema dari arah lorong Puskesmas.
Tiba - tiba seorang pria paruh baya masuk ke ruangan bersalin saat aku baru saja akan merebahkan diri di ruang istirahat.
"Kenapa, Pak?" tanyaku dengan mata yang sempat redup, mendadak terang benderang dan segera bangkit mencari sendal.
"Penumpang bajaj saya anaknya keluar, Bu!" Bapak supir bajaj berkata dengan nada panik dan wajah yang pucat.
"Memey, siapin partus set, APD, bedong!" teriakku pada bidan magang. Aku pun berlari mengambil alat pelindung diri dan memakai handscoon, alias sarung tangan karet.
"Siap kak!" Ia segera berlari menghampiri sterilizer, membukanya, mengambil partus set, kassa, lalu jarum suntik dan ampul berisi oksitosin yang kemudian disimpan dalam tempat alat persalinan. Berlari ke arah lemari bedong bayi, menyambar salah satu kainnya, lalu mengikutiku di belakang dengan secepat kilat memakai Alat Perlindungan Diri sambil berjalan. Semua dilakukan dengan gesit.
Kami mengayunkan kaki lebih cepat hingga tiba di depan bajaj tak sampai lima menit.
Saat pintu bajaj dibuka oleh sang supir, kepala dan separuh bahu bayi sudah menjuntai. Sang ibu terlihat kepayahan dan banjir keringat. Aku segera masuk ke tempat supir bajaj dan menghadap ke belakang.
"Mey, partus set buka. Taruh di jok sebelah ibunya. Duk nya kesiniin!" Aku mengadahkan tangan kanan meminta alat yang kusebut.
Memey bergerak cepat meletakkan partus set dan memberikan duk, berupa kain hijau padaku.
Tangan kananku segera menahan perineum agar tak robek terlalu besar. Tangan kiri berusaha menangkap bayi saat meluncur.
"Ibu ikuti aba-aba saya, ya. Tarik nafas, dorong!" Aku memberi instruksi seraya mempraktikkan. "Tarik napasnya yang dalam, ya, bu. Mata lihat ke perut, lalu dorongnya dari perut kayak mau buang air besar, jangan dari leher."
Sang Ibu mengarahkan pandangannya ke perut dan mulai mengejan dengan sekuat tenaga.
"UHHH,,, AHHHH!!!"
Bayi mungil itu perlahan meluncur, memperlihatkan tali panjangnya di bagian perut, lalu kelaminnya disusul kakinya.
Syuut!
Tangan kananku menangkap dadanya, tangan kiri mengapit kedua paha si bayi. Aku menariknya dan segera memberikannya pada Memey yang sudah bersiap dengan bedong terbuka di sebelah kananku. Di belakang Memey, sang supir bajaj memayunginya agar terlindung dari hujan.
Aku tetap fokus pada si ibu, segera memasang klem dan memotong tali pusatnya. Memey berlari masuk ke dalam puskesmas dan meninggalkan si ibu yang mulai tampak kelelahan dengan nafas terengah.
Tangan kananku memegang tali pusat yang sudah putus, tangan kiri meraba perut si ibu. Setelah dipastikan bahwa tak ada bayi kedua, aku langsung menyambar jarum suntik yang telah diisi cairan oksitosin dan menyuntikkannya di paha bagian dalam ibu.
"Ibu, jangan tidur ya!" Aku berusaha mengajaknya berbicara agar tidak terlelap.
"Pak, tolong kasih si ibu minum,donk," ujarku pada supir bajaj yang berdiri di sebelah kanan.
"Ba.. baik bu!" jawabnya terbata.
Aku memutar tali pusatnya perlahan dengan tangan kananku. Beberapa detik kemudian seluruh bagian tali pusatnya keluar utuh. Segera kuletakkan di atas duk tadi. Aku bernafas lega.
"Alhamdulillah.." Aku mengucap syukur dalam hati.
Si ibu mulai menyeruput air mineral ukuran gelas yang disodorkan supir bajaj dan menghabiskannya. Wajahnya mulai terlihat sedikit segar.
"Pak, bantu saya gotong ibunya ke dalam, ya," pintaku pada supir bajaj.