Lintang, seorang gadis yang manis, periang dan juga ramah kepada siapapun juga. Dia adalah anak tunggal di keluarganya. Walaupun dia adalah anak tunggal seorang arsitek terkenal di kota ini, dia bukanlah tipe anak manja. Suatu hari ada guru baru di sekolah Lintang. Guru itu masih muda dan yang pasti dia sangat tampan. Banyak diantara para siswi yang mencari-cari perhatian dari guru muda tersebut. Namun sang guru terkesan cuek saja. Hingga pada suatu waktu, guru tersebut mengajar di kelas Lintang. Guru itu tampak sering memperhatikan Lintang diam-diam. Guru muda itu selalu mencari perhatian Lintang. Salah satunya adalah dengan mengajaknya berdebat. Ada saja yang diperdebatkan oleh keduanya kala bertemu. Hingga pada akhirnya benih-benih cinta itu tumbuh di hati keduanya. Benih cinta itu kian subur setiap harinya. Lalu apakah Lintang akan menerima guru itu sebagai jodohnya? Atau dia akan menolaknya dengan sebuah alasan? Ikuti kisah selengkapnya di Lintang. Selamat membaca
"Dan juara pertama sekaligus lulusan terbaik tahun pelajaran 2020-2021 di raih oleh ananda Lintang Adriana Prameswari dari kelas 9A," ucap seorang moderator acara.
Lintang maju ke depan dengan senyum yang tak lepas di wajahnya. Dia bangga sekaligus haru saat namanya keluar sebagai juara dan dinobatkan sebagai lulusan terbaik tahun ini.
Lintang naik ke atas panggung dan mengangkat tinggi-tinggi piala serta hadiah yang diberikan oleh sekolah padanya.
"Alhamdulillah. Terimakasih pada Tuhan yang maha Esa. Terimakasih juga untuk kedua orang tua saya yang selalu memberikan support terbaik untuk saya selama ini. Terimakasih untuk para guru dan teman-teman yang selalu menjadi partner terbaik untuk saya dalam belajar," ucapnya.
Setelah mengucapkan pidato singkatnya, Lintang turun dari panggung dan menghampiri kedua orang tuanya yang duduk di barisan depan.
Bu Anton segera memeluk sang putri dengan erat. Wajah wanita itu menyiratkan kebanggaan akan prestasi yang diraih oleh putri tunggalnya. Begitu pula Pak Anton. Lelaki kharismatik itu juga merasa bangga akan prestasi putrinya.
"Selamat ya Sayang. Ibu sama Ayah bangga sama kamu." Bu Anton berkata seraya memeluk sang anak dengan erat.
Lintang tersenyum mendengar pujian dari sang ibu. Gadis itu melepaskan pelukan sang ibu dan berkata, "makasih Bu. Ini semua juga karena dukungan dari Ayah sama Ibu."
Pak Anton dan Bu Anton tersenyum mendengar ucapan sang anak. Mereka berdua patut berbangga. Karena meskipun Lintang anak tunggal, tapi dia bukan tipe anak manja. Lintang selalu berusaha untuk mendapatkan apa yang dia mau. Bukan dengan merengek dan meminta pada orang tuanya.
Teman-teman dan guru-guru juga tampak memberikan ucapan selamat pada Lintang. Mereka semua bangga akan prestasi yang diraih oleh gadis berambut panjang itu.
Lintang tersenyum ramah pada mereka semua. Prestasi yang diraihnya tak membuatnya menjadi besar kepala dan sombong. Dia tetaplah Lintang yang ramah dan supel.
"Habis ini mau lanjutin sekolah ke mana Lin?" tanya salah seorang guru.
"Ke SMA TARUMANEGARA pak," jawab Lintang.
Pak guru itu manggut-manggut mendengar jawaban Lintang.
"SMA itu masuk nominasi sekolah terbaik kan tahun ini?" ujar pak guru itu.
Lintang menganggukkan kepalanya. Siapa yang tidak tahu tentang prestasi yang ditorehkan oleh sekolah itu. Sekolah elite dengan segudang fasilitas mewah dan tentu saja guru-gurunya pun berkualitas. Sekolah yang digadang-gadang menjadi sekolah terbaik se-provinsi.
Tak terasa acara wisuda Lintang sudah selesai. Semua yang hadir sudah meninggalkan tempat acara. Termasuk Lintang dan keluarganya.
"Kita mau makan di mana sekarang?" Pak Anton bertanya sambil tetap fokus menyetir mobilnya.
"Em... Di mana ya? Em... Lalapan Mbok Sri aja Yah," usul Lintang.
"Ide bagus tuh. Udah lama kita nggak makan di sana." Bu Anton langsung menyetujui usul sang anak.
"Habis dari sana kita ke rumah Eyang kalung ya Yah," kata Lintang.
Pak Anton tak lantas menjawab ajakan sang anak. Lelaki itu tampak melirik sekilas ke arah sang istri yang duduk di sebelahnya.
"Lain kali ya Sayang. Ayah setelah ini ada meeting penting," jawab Pak Anton.
Raut wajah Lintang Pak Anton tak menyetujui usulnya. Tapi dia juga tak bisa memaksa ayahnya untuk mengantarkannya ke sana. Akhirnya dia hanya bisa mengangguk pasrah.
*****
Malam datang menjelang. Bintang-bintang dan binatang malam tampak saling melengkapi dinginnya malam ini.
Sepasang suami istri tampak sedang menikmati malam di teras sebuah rumah. Rumah kecil namun terlihat hangat dan nyaman.
"Ini Pak kopinya." Seorang wanita yang sebagian rambutnya telah memutih tampak menghidangkan secangkir kopi panas untuk sang suami.
Lelaki itu hanya melirik sekilas dan kembali fokus pada gelapnya malam. Wanita itu lantas duduk di bangku di samping sang suami.
"Sudah lama sekali ya Pak, Mirna nggak pulang ke rumah ini. Ibu jadi kangen sama dia. Apalagi sama Lintang. Anak itu pasti sudah besar sekarang," ucap wanita itu. Matanya menatap gelapnya malam yang seolah tak berujung.
Lelaki tua di sampingnya hanya menghembuskan napas kesal. Lelaki itu seolah tak suka sang istri membicarakan tentang anak perempuannya.
"Apa Mirna masih ingat sama kita ya Pak? Apa dia juga kangen sama kita ya Pak?" tanya wanita itu tanpa memperdulikan ekspresi wajah sang suami yang telah berubah keruh.
"Mirna itu anak yang baik. Dia selalu berusaha mendapatkan apa yang dia inginkan. Dia selalu berusaha keras agar apa yang dia cita-citakan tercapai," ucap wanita tua itu.
Lelaki yang duduk di sampingnya hanya mendengus kesal. Lelaki itu seolah tak suka nama Mirna disebut-sebut oleh sang istri.
"Dia bukan anak yang baik. Anak baik tidak akan pernah membantah omongan orang tua. Anak baik tidak akan pernah membangkang apa yang dilarang oleh orang tua," tegas lelaki itu.
Wanita tua itu hanya bisa menghela napas panjang. Dia paham betul bagaimana sakit hatinya sang suami kala Mirna menolak dengan tegas perjodohan itu.
"Mau sampai kapan Pak kamu akan memusuhi Mirna? Mau sampai kapan kamu akan menganggap Mirna sebagai anak pembangkang?" tanya sang istri.
Lelaki itu menoleh dan menatap tajam kedua mata sang istri.
"Sampai aku mati." Lelaki itu berkata dengan tegasnya. Hingga membuat sang istri mengelus dadanya.
"Astaghfirullahalazim. Istighfar Pak, nyebut. Jangan seperti itu. Biar bagaimanapun juga dia tetap anak kita. Darah daging kita," ucap sang istri.
"Aku tak pernah punya anak pembangkang seperti dia. Kalau aku mati nanti, jasadku haram disentuh oleh anak itu. Karena semenjak dia keluar dari rumah ini, dia sudah bukan anakku lagi," tegas lelaki itu. Kemudian dia berjalan masuk ke dalam rumah. Meninggalkan sang istri yang masih terdiam di luar.
Tak hanya kedua orang tua Mirna yang sedang menikmati indahnya malam ini. Mirna dan sang suami pun juga tengah menikmati suasana malam yang begitu menenangkan.
"Lintang udah tidur Sayang?" tanya Pak Anton pada sang istri.
"Sudah Yah. Kayaknya dia kecapekan deh. Makanya jam segini udah tidur dia," jawab Mirna.
Pak Anton tersenyum mendengar jawaban sang istri. Kemudian lelaki itu mendekat ke arah sang istri dan memeluk tubuh sang istri dengan erat.
"I love you, Mir," bisiknya tepat di telinga Mirna.
Wajah Mirna bersemu merah mendengar kalimat magis yang baru saja didengarnya. Walaupun mereka sudah menikah hampir 20 tahun lamanya, tapi tetap saja jantung Mirna berdegup kencang saat sang suami mengucapkan kalimat magis itu.
"I love you too, Mas," jawab Mirna.
Entah siapa yang memulai, kini keduanya tampak bercumbu mesra. Saling memberikan kehangatan dan juga kenikmatan duniawi.
"Kita ke kamar yuk," ajak Pak Anton dengan suara serak menahan gejolak rasa.
Mirna menganggukkan kepalanya. Dirinya pun sama dengan sang suami. Sudah tak sanggup menahan sesuatu yang membara dalam tubuhnya.
*****
Mentari pagi datang menjelang. Suara kicau burung bernyanyi menambah semarak suasana pagi ini.
Pak Anton dan sang istri masih berada di atas ranjang dengan selimut yang masih membelit tubuh mereka. Mirna menggeliatkan badannya. Meregangkan otot-otot tubuhnya yang kamu karena aktivitas semalam.
Mengingat itu, wanita yang masih terlihat cantik dan seksi itu tersenyum malu-malu. Dia kemudian melirik ke sampingnya. Ke arah sang suami yang masih tertidur dengan pulas.
"Kamu selalu bisa membuat aku merasakan sensasi yang luar biasa Mas," gumamnya.
Sebuah kecupan hangat dan mesra mendarat di bibir Pak Anton. Lelaki itu membuka matanya dan tersenyum begitu melihat sang istri.
"Selamat pagi Sayang," sapa Mirna pada sang suami.
Pak Anton hanya tersenyum membalas sapaan dari sang istri.
"Yuk ah siap-siap. Lintang pasti sudah menunggu kita untuk sarapan," kata Mirna.
Pak Anton menganggukkan kepalanya. Lelaki itu kemudian segera turun dari tempat tidur dan melangkah menuju kamar mandi.
Di sudut lain rumah itu, Lintang yang baru saja keluar dari kamarnya nampak kebingungan. Dia mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Mencari keberadaan kedua orang tuanya.
"Pagi Bi Iin," sapa Lintang pada asisten rumah tangganya.
"Pagi Non," balas Bi Iin.
Lintang segera duduk di kursi meja makan dan menuangkan air pada gelas yang ada di depannya.
"Ayah sama Ibu udah pergi ya Bi?" tanya Lintang.
"Bapak sama Ibu belum turun dari tadi Non. Mungkin sebentar lagi," jawab Bi Iin.
Lintang manggut-manggut mendengar jawaban asisten rumah tangganya itu. Dia kemudian berjalan menuju kamarnya lagi.
"Non Lintang mau sarapan apa?" tanya Bi Iin saat Lintang akan naik ke lantai atas rumahnya.
"Apa aja deh Bi. Nasi goreng boleh. Roti bakar juga boleh. Terserah Bibi ajalah. Lintang nurut aja," jawab Lintang.
Bi Iin menganggukkan kepalanya tanda mengerti. Perempuan itu segera kembali ke dapur untuk menyiapkan sarapan pagi untuk nona mudanya itu.
Sementara Bi Iin menyiapkan sarapan, Lintang masuk ke dalam kamarnya dan bergegas untuk mandi. Gadis itu meraih handuk yang tersampir rapi di gantungan yang ada di dalam kamarnya.
Tak menunggu waktu lama, Lintang sudah selesai mandi. Dia juga sudah berganti pakaian. Setelah menyisir rambut panjangnya, dia segera turun untuk sarapan bersama dengan kedua orang tuanya.
"Pagi Yah, Bu," sapa Lintang begitu dia sampai di ruang makan.
Pak Anton dan Mirna menoleh dan tersenyum melihat sang anak yang baru saja turun dari kamarnya.
"Pagi Sayang." Mirna membalas sapaan sang anak sembari mengoleskan selai nanas kesukaan sang suami.
"Lho sarapan aku mana?" tanya Lintang saat melihat piringnya masih kosong. Belum terisi makanan untuknya sarapan.
"Nah ini sarapan untuk Non Lintang. Nasi goreng seafood kesukaan Non Lintang." Bi Iin berkara sembari menghilangkan sepiring nasi goreng seafood yang sedap banget baunya.
Mata Lintang berbinar melihat menu sarapan paginya hari ini. Dia memang suka sekali dengan yang namanya nasi goreng.
Lintang segera melahap nasi goreng dihadapannya itu tanpa ampun. Mirna dan Pak Anton hanya bisa geleng-geleng kepala melihat sang anak yang begitu lahap menikmati sarapan paginya.
Ditengah asiknya keluarga Lintang menikmati sarapan. Terdengar suara seseorang mengucapkan salam.
"Assalamu'alaikum."
Buku lain oleh Ayu anggita
Selebihnya