Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Pernikahan Janda Kembang

Pernikahan Janda Kembang

Delly Rain Fello

5.0
Komentar
441
Penayangan
24
Bab

Ayu janda cantik yang sudah menikah sebanyak empat kali dan semua suaminya meninggal secara mendadak. Banyak yang menuduh Ayu menganut ilmu hitam. Namun, hal itu tidak mengandaskan tekad Ruben sang pemuda tampan kaya raya untuk menikahi Ayu. Meskipun ditentang ibunya, Ruben tetap ingin menikahi Ayu.

Bab 1 1

Dalam keremangan malam, tampak mobil yang melaju di jalanan yang berbelok-belok. Di dalam mobil ada Ayu, wanita cantik berusia tiga puluh tahun bersama Dicky suami barunya yang lebih muda tiga tahun darinya. Dengan masih mengenakan pakaian pengantin, mereka berdua di mobil berencana pergi bulan madu. Dicky menyetir mobil, di samping Ayu yang auranya semakin terpancar memakai kebaya putih lengkap dengan riasan mahkota, siger, dan melati di kepalanya. Mereka tampak bahagia.

“Akhirnya aku bisa nikahin kamu, Ayu,” ucap Dicky.

“Alhamdulillah. Aku juga senang Allah ngasih aku jodoh lagi. Semoga bulan madu kita ini jadi bulan madu yang indah,” sahut Ayu.

Dicky termenung sesaat memikirkan sesuatu. Ayu melirik Dicky bingung.

“Kenapa, Mas? Kok melamun? Mikirin apa sih?”

Dicky tersenyum seraya membelai lembut pipi Ayu. “Dulu banyak yang bilang aku bisa kena musibah kalo nikah sama kamu. Bisa cepet mati kayak suami kamu dulu.” Dicky tertawa meremehkan, “buktinya mana? Nih, aku udah nikah sama kamu, tapi masih sehat! Ha ha ha ....”

Mobil Dicky belok ke tikungan dan pada saat yang sama muncul mobil truk!

Ayu langsung panik. “Awas!”

Sayang Dicky tidak mampu merespons dengan cepat. Di dalam mobil sepasang pengantin baru itu berteriak histeris.

“Arrrrgh!”

Dicky membanting setir, belok kiri, tapi karena kecepatan tinggi susah dikendalikan hingga menabrak pohon besar. BRAKKK! Keluar asap dari mobil Dicky. Tubuh Dicky kejang-kejang menahan sakit, lalu akhirnya terkulai sudah tidak bernyawa dalam keadaan berlumuran darah.

Ayu menggerak-gerakkan tubuh Dicky sambil menangis histeris.

“Mas Dicky! Bangun, Mas! Jangan pergi tinggalin aku, Mas! Kita baru aja menikah. Kamu udah janji nggak akan ninggalin aku, Mas! Mas Dicky!”

Tangisan Ayu pecah.

Warga sekitar berdatangan untuk menolong Ayu dan almarhum Dicky. Saat jenazah Dicky akan dipindahkan ke mobil ambulans, Ayu malah berusaha menahan tubuh Dicky dengan emosional.

“Mau ke mana kalian bawa suamiku? Jangan bawa suamiku! Jangan!” Ayu menempis tangan warga yang mau mengangkat tubuh Dicky.

“Sabar, Mbak. Istighfar. Suami Mbak udah meninggal,” ujar salah satu warga.

“Iya, Mbak. Biar jenazahnya diurus dulu. Yang sabar, Mbak. Ikhlasin ya. Kasihan suami Mbak,” ujar warga yang lain.

“Nggak! Jangan!” Ayu terus berteriak frustrasi. Siger dan riasan melati di kepalanya jatuh berantakan. Ayu menangis tersedu-sedu menyaksikan jenazah lelaki yang baru menikahinya itu dibawa pergi.

Kenapa Dicky harus meninggal juga? Kenapa suami ketiganya juga harus meninggal?

***

SATU TAHUN KEMUDIAN

Pagi itu di sebuah masjid, Ayu sudah bersiap untuk melangsungkan ijab qabul di depan penghulu dengan calon suami barunya, yaitu Hendry berusia dua puluh tujuh tahun. Di dekat Ayu ada Vano, adik Ayu. Para tamu undangan memperhatikan Ayu. Ada beberapa ibu-ibu membicarakan Ayu.

“Itu pengantin wanitanya kan janda, tapi masih kayak perawan ting-ting, ya,” ujar Bu Iroh penuh rasa penasaran memperhatikan Ayu dari atas ke bawah.

“Iya, katanya udah janda tiga kali, tapi kok masih cantik dan awet muda, ya?” Bu Hera balik bertanya sambil mencibir sinis melihat Ayu.

Ela, adik kandung Hendry yang ada di dekat situ diam-diam menguping pembicaraan ibu-ibu itu. Wajahnya tampak kesal dan malu. Namun pembicaraan tentang Ayu masih berlanjut di antara ibu-ibu karena menjadi topik yang seru selama beberapa dekade.

“Emang ibu-ibu nggak tahu, ya? Dia bisa awet muda gitu kan karena pake tumbal. Suaminya yang dijadiin tumbal,” kata Bu Rosa.

Ibu-ibu langsung heboh. Ada menggeleng tidak percaya melihat Ayu, ada yang ketakutan, dan ada yang terus berbisik-bisik melanjutkan cerita. Ketika Pak RT berdehem sambil melirik ke arah ibu-ibu itu, baru mereka berhenti bergosip.

Sementara Ela jadi curiga pada Ayu dan semakin kesal.

Diam-diam ibu-ibu masih kasak-kusuk saat Hendry menyalami penghulu, mengucap Ijab qabul.

“Saya terima nikahnya Ayu binti Sulaiman dengan mas kawin tersebut dibayar tunai,” ucap Hendry.

“Bagaimana saksi? Sah?” tanya penghulu kepada para saksi.

“Sah!” sahut para saksi.

“Alhamdulillah,” ucap Hendry lega sekaligus bahagia. Seluruh ruangan dipenuhi gemuruh rasa syukur dan ucapan selamat kepada kedua mempelai.

Hendry memandang Ayu dengan bahagia. Begitu juga Ayu. Namun di sisi lain, Ela terlihat tidak suka dan memandang Ayu dengan kesal. Tiba-tiba Hendry memegangi dadanya yang terasa sakit!

“Aduuuh! Kenapa dadaku jadi sakit begini?” rintih Hendry.

Ayu dan keluarga beserta tamu langsung panik.

“Mas Hendry kenapa?” tanya Ayu cemas sambil memegangi suaminya.

Hendry tidak sanggup menahan rasa sakit dan terus merintih. Tidak lama kemudian ia ambruk jatuh ke lantai. Dengan terbata-bata ia berkata kepada keluarganya, “Tolong jaga Ayu baik-baik. Rawat Ayu dengan baik.”

Setelah mengatakan itu, Hendry pingsan.

“Mas Hendry!” Ayu berusaha menyadarkan Hendry, tapi wajah Hendry sudah sangat pucat. “Vano, tolong bantu kakak bawa Mas Hendry ke rumah sakit!” kata Ayu kemudian kepada adiknya.

Vano dengan sigap segera menolong, mau bawa Hendry ke rumah sakit. Namun saat Arya memeriksa denyut nadi Hendry, ternyata sudah tidak bernyawa.

“Innalillahi wa innailaihi rajiun. Denyut nadinya sudah nggak ada. Mas Hendry sudah pergi,” ucap Vano.

“Innalillahi wa innailaihi rajiun.” Sontak para keluarga dan tamu mengucapkan kalimat itu. Seketika ruangan masjid diisi dengan teriakan histeris dan tangisan. Atmosfer langsung berubah sesak dan suasana jadi muram.

Ayu langsung memeluk Hendry sambil menangis histeris.

“Mas Hendry! Jangan tinggalin Ayu, Mas!” pekik Ayu pilu.

Ela sangat terkejut dan shock. Ia menangis di samping jasad kakak laki-lakinya. Ibu-ibu yang tadi menggunjingkan Ayu kembali berkomentar.

“Aku bilang juga apa? Setiap lelaki yang nikah sama Ayu pasti mati,” ujar Bu Rosa.

Semua menoleh ke Bu Rosa.

“Astaghfirullah hal adzhim. Kenapa Ibu tega ngomong kayak gitu? Semua manusia pasti akan kembali pada Allah. Hanya waktunya saja yang berbeda,” kata Vano.

Ela menyambar Vano. “Kamu belain dia karena Ayu kakak kamu, kan? Mending kamu diam aja karena yang dibilang ibu itu benar!”

Ayu jadi sedih. Vano juga sedih mendengar perkataan Ela dan tuduhan ibu-ibu itu.

Vano lalu membacakan surah Annisa ayat 78. “Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendati pun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh.” (QS Annisa: 78)

Ibu-ibu terdiam dan malu, tapi Ela masih tampak kesal. Lalu Pak RT dan warga lain ikut menengahi.

“Sudah, Ibu-Ibu, tolong jangan memperkeruh keadaan apalagi sedang ada yang terkena musibah. Ingat, fitnah itu dosa besar!” pesan Pak RT.

“Tapi kan memang Ayu udah empat kali menikah dan semua suaminya meninggal mendadak atau dengan cara aneh. Masa Pak RT dan yang lain nggak curiga?” celetuk Bu Rosa berkeras.

“Astaghfirullah. Udah, Bu. Tolong utamakan empati di saat seperti ini. Siapa pun dari kita semua bisa mengalami hal seperti ini. Ayo sekarang bantu Mbak Ayu dan keluarga almarhum,” kata Pak RT.

Warga lalu membantu mengangkat jenazah Hendry dan melaksanakan segala proses semestinya. Sementara Ayu sekali harus menerima cobaan hidup kehilangan suami di saat baru saja menikah. Bahkan sudah keempat kalinya.

Ya Allah, ya Rabb, apa salah hamba? Apa dosa hamba sehingga harus menerima ujian seberat ini sampai berkali-kali? Hamba hanya bisa berserah kepada-Mu, batin Ayu perih.

***

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Buku lain oleh Delly Rain Fello

Selebihnya
Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku