Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Antara Kerja dan Kenikmatan

Antara Kerja dan Kenikmatan

Juliana

5.0
Komentar
19.6K
Penayangan
77
Bab

Kupejamkan mataku, dan kukecup bibirnya dengan lembut, dia menyambutnya. Bibir kami saling terpaut, saling mengecup. Pelan dan lembut, aku tidak ingin terburu-buru. Sejenak hatiku berkecamuk, shit! She got a boyfriend! Tapi sepertinya pikiranku mulai buyar, semakin larut dalam ciuman ini, malah dalam pikiranku, hanya ada Nita. My logic kick in, ku hentikan ciuman itu, kutarik bibirku mejauh darinya. Mata Nita terpejam, menikmati setiap detik ciuman kami, bibir merahnya begitu menggoda, begitu indah. Fu*k the logic, kusambar lagi bibir yang terpampang di depanku itu. Kejadian ini jelas akan mengubah hubungan kami, yang seharusnya hanya sebatas kerjaan, menjadi lebih dari kerjaan, sebatas teman dan lebih dari teman.

Bab 1 Part 1

Awal tahun 2015, Januari, saat itu musim penghunjan masih kadang hujan kadang tidak. Kalau mau dibilang cuaca lagi galau-galaunya.

Awal tahun kegiatan kantor biasanya belum rame-rame banget, ya Januari ini bisa saya pergunakan untuk sedikit bersantai. Saya masih punya beberapa hari cuti yang saya sisakan dari tahun lalu, tujuannya sih agar bisa digunakan mudik saat Imlek nanti. Ya gimana pun prinsipnya, apapun agamanya, selama mata gue masih sipit, masih wajib merayakan imlek, karena itu budaya bukan unsur agama.

Tanggal 2 Januari , Jumat, sih sebenarnya bisa saja saya tidak masuk, tapi kalau masuk pun tidak apa-apa, ya daripada tidak ada kegiatan mending masuk kantor saja. Paling tidak bisa pakai ac gratis lah di kantor, nongkrong di apartemen mesti bayar listrik, ke mall mesti bayar parkir, kalau ke kantorkan ac gratis, image di bos juga bagus .

Ternyata selain saya yang masuk kantor hari ini, pak Stanly juga sudah duduk dimejanya berkutat dengan laporan tahunan. Ya akhir tahun kami gelagapan sibuknya minta ampun buat tutup buku dan buat laporan akhir bulan, dan awal bulan ini, Pak Stanly yang pusing buat nyusun laporan kami jadi laporan tahunan.

Karena belum ada kerjaan juga, saya bisa bantuin pak Stanly urutin berkas dan nyusun semuanya, jadi tinggal di cek dan di approve oleh dia. Memamang sudah dari sejak awal masuk saya sering membantu Pak Stanly, karena diantara rekan-rekan lain, saya nih yang paling muda usianya, jadi dulu paling sering di suruh. Akhirnya sedikit banyak ilmu Pak Stanly saya serap, sekarang sudah jadi anak kesayangan Pak Stanly. Sempat juga pengen dikenalkan dengan Anaknya, tapi saya bilang kayanya akan akward kalau kerja sekantor dengan mertua, dia hanya tertawa.

Saat itu pak Stanly berumur 48, anak gadisnya sudah berumur 22 tahun. Saya tidak tahu nama anaknya, karena memang ranah kerja kami mengutamakan privasi, sehingga hubungan kerja kami antara rekan kerja pun, jika tidak diberi tahu, kami pun tidak akan menanyakkannya.

Tapi seperti itulah hubungan kerja kami di tim, walau tidak banya info pribadi yang kami ketahui, kami tetap akrab dan tetap dekat satu dan lainnya.

Diantara kami berdelapan dalam tim, saya rasa yang paling dekat dengan saya adalah Anita. Anita adalah gambaran seorang wanita karir yang sesungguhnya. Wanita keturunan Tionghoa Jawa, membuat kulitanya tidak begitu putih, namun kecoklatan dan eksotis. Usinya 25 tahun, setahun lebih tua dariku. Hidupnya dipenuhi pekerjaan, terlihat tangguh dan seolah tidak butuh lelaki di sisinya. Dia boleh dikatakan cantik, pake banget malah dan dia cukup tinggi untuk wanita, terlebih lagi di kantor kami, wanita harus menggunakan high heels, kalau menggunakan heels tingginya sama denganku. Rambutnya panjang dan lurus, dengan sedikit warna kecoklatan, pakaiannya kalau kekantor selalu classie, kemeja dan blues dan rok ketat panjang. Walau tidak terbuka, tetap saja rasanya dia selalu sexy di mataku.

Selain fisik yang aduhai, otaknya juga encer. Dia salah satu lulusan terbaik di kampusnya dulu, bahkan menurut ceritanya dia pernah beberapa kali ditawari beasiswa untuk lanjut S2 diluar negeri. Tapi karena keluarganya yang sederhana, dia lebih memilih menghasilkan uang daripada sekolah lagi.

Hal ini membuat banyak lelaki yang mengejarnya dan juga banyak yang sudah minder duluan. Saya awalnya mengincarnya jadi pacar, tapi sayang, dia sudah punya pacar walaupun LDR. Padahal dia itu tipe ku banget. Cantik, tangguh dan Mandiri, dia banget deh.

Anita sangat sering berbincang denganku, apalagi ketika kami sedang tidak ada kerjaan, karena cubical kami saling bersebelahan. Seperti biasanya juga Anita selalu tampak cantik dengan kemeja biru muda yang ia kenakkan dan blazer hitam favoritnya, dan rok hitam selutut yang ketat.

Hari itu cuacanya memang sedikit tidak bersahabat ditambah lagi rasa malas karena hari kejepit, jadi ya kerjanya sekedar kerja saja. Lagipula saya dan anita belum ada kerjaan, karena semua sudah kami selesaikan pada tanggal 31 kemarin.

Saat ini hanya kami bertiga saja yang masuk di tim kami, yang lain seperti Claudia, Santi, Boby, melanjutkan libur tahun baru dengan cuti, sedangkan Hans dan Frank baru masuk hari Senin nanti. Jadi sambil ngebantuan Pak Stanly, saya dan Anita sebenarnya lebih banyak cengar cengir cerita sana sini. Anita juga sudah tidak segan kalau nyubit dan muku manja padaku, walaupun sebenarnya sakit, karena gimanapun dia itu ada ikut thaiboxing. Dan Thaiboxingnya ini bukan buat yang olahraga, ini yang buat bela diri, bahkan beberapa bulan lalu, dia sempat tidak masuk kantor karena lengannya retak.

Sambil membantu Pak Stanly tidak terasa sudah pukul 11.45, ini artinya sudah waktunya kami untuk kabur makan siang.

“Pak, makan siang dulu yuk!”,

“Kalian pergi saja duluan, tidak kembali juga tidak apa-apa”, sambil metanapku dan Anita dengan mata pura-pura melotot.

“Ah jangan gitu pak, jangan cemburu dong” jawab Anita dengan cengengesan pada Pak Stanly.

“mau nitip makanan tidak pak?”, tanyaku pada Pak Stanly.

“Kalian saja belum tahu mau makan apakan, nanti saja kalau kalian sudah di tempat makan baru telfon”, sambil kembali menyibukkan diri dengan laporannya.

Akhirnya aku dan Anita pergi meninggalkan pak Stanly di ruanga sendirian. Waktu itu saya belum punya mobil.

Biasanya Anita mau saja saya ajak naik motor, tapi karena takut hujan akhirnya kami menggunakan mobil Anita, sebuah city car yang cozy, ya gimanapun itu mobil wanita, jadi terasa lebih wangi dan rapi. Tentusaja saya yang nyupir, tapi seperti biasa karena ini mobil wanita, fisiknya saja rapi dan bersih, saatku gunakan, mesinnya sulit berakselerasi, setirnya berat, wah ini mah jarang di rawat. Walaupun sebenarnya setiap kali naik mobilnya, komentarku selalu sama.

Akhirnya kami memutuskan untuk makan di Mall yang berada tidak jauh dari kantor kami. Jalanan masih cukup lengang dan mall pun masih sepi sepi saja. Mungkin masih banyak yang liburan dan bersantai.

Kalau boleh dibilang sebenarnya kami sering jalan bareng, kalau bukan berdua ya dengan rekan kantor lainnya. Saya kan sebenarnya perantau disini, jadi selain jalan dengan teman kantor ya tidak ada lagi yang bisa diajak buat jalan. Sudah beberapa kali juga jalan bareng dengan pacar Anita, jadi rame-rame dengan rekan yang lain.

Selama ini batas hubunganku dengan Anita ya boleh dibilang friend, diluar kantor juga sering jalan bareng, walaupun sebenarnya saya sangat membatasi diri untuk berhubungan dengan rekan kerja diluar kerjaan, untuk menjaga profesionalitas, tapi mau gimana lagi.

“Nit, Si Dody tidak datang liburan ini?” tanyaku pada Anita

“Tidak, katanya sibuk ngurusin pembukaan lahan baru, mesti di awasi langsung pembangunan jalan dan mess-nya”, jawabnya sedikit kesal.

Pacarnya memang bekerja di salah satu perusahaan tambang besar di Indonesia, teknik apalah gitu, jadi bertanggung jawab atas pembangunan di lokasi gitu. Sebenarnya tidak pernah ku tanyakan lebih, hanya saja Anita kadang suka curhat.

Akhirnya kami memutuskan untuk makan di salah satu restoran cepat saji, tidak lupa dong kami menefon pak Stanly, dan alhasil dia tidak mau makan junk food, jadi sudahlah kami tidak membelikannya.

Anita hanya menggunakan kemeja kerjanya dan meninggalkan blusnya di mobil.

“Nonton Yuk!”, tiba-tiba Anita pengen nonton, daripada balik kantor tidak ada kerjaan juga akhirnya kami memilih untuk nonton.

Akhirnya kami memilih untuk nonton film horror “Amityville: The Awekening”, sebenarnya saya tidak begitu suka nonton film horror dengan Anita, karena dari pengalaman yang lalu, saya menjadi karung cakarnya. Kalau ketakutan dia akan mencengkram lenganku, tentunya dengan jari dan kukunya yang lentik. Ya gimana lagi. Ya pastinya laporan dulu ke Pak Stanly, kalau kami tidak balik lagi seperti perintahnya. ^_^

Saat film dimulai, awal-awal masih belum horror banget, kemudian pertenahan film, sudah mulai meneganggkan, gelagat si Anita sudah ngak bagus nih. Tangannya mulai merangkul tanganku, mukanya sudah mulai berlindung di bahuku, tiba-tiba bersamaan dengan jumpscare dari film, kukunya menancap di lenganku. Kali ini sepertinya lebih kencang dari biasanya, rasanya lebih perih.

Akhirnya siksaan ini berakhir, filmnya sudah usai, dan lampunya akhirnya menyala. Oh Thanks God!

“Eh, kau berdarah!” katanya melihat lenganku. Pantas perih, ternyata berdarah. Sialan, masa karena nonton film horror lenganku sampe di tancepin kuku gitu.

“Busettt… Kau takut atau memang nyakar!?” jawabku sambil bercanda.

Bajuku sih tidak robek, tapi entah bagaimana caranya, bicep kiriku malah berdarah. Oke, maybe she use too much power.

“siniku lihat”, sambil dia berusaha menggulung lengan bajuku naik, tapi tertahan hanya bisa sampai di siku saja.

“aduh gimana nih”, dia sepertinya mulai panik dan tidak enak padaku, hanya luka kecil sih, saya berusaha menenangkannya. Tapi dia tetap saja ingin melihat lukanya terlebih dahulu. Ketoilet dia ngak mau masuk toilet cowok, dan saya pun tidak mau masuk toilet cewek. Jadi ya alternaifnya ke apartementku (statusnya masih angsuran DP sih).

Jarak Apartement ku tidak jauh dari Mall itu, memang ku pilih yang dekat kantor, dan investasinya bagus, alhasil dekat juga dengan mall, lumayanlah.

Baru kali pertama ini sih dia ke apartementku, karena memang baru beberapa bulan juga saya pindahan dari kos. Jadi belum rapi juga, dan belum pernah selamatan, karena DP saja belum lunas.

Jalan ke apartementku jadinya Anita yang nyetir karena dia tidak mengizinkanku bawa mobil, ini mah Cuma luka gores sebenarnya, dia saja berlebihan. Tapi tumben sih, perhatian biasanya juga gue di tampol.

Akhirnya sampai juga di apartement, sekuritinya sih biasanya saja longgar malah. Type 45, jadi lumayan legalah, begitu masuk langsung bertemu dengan mini bar dan ruang makan dan ruang tamu, sederet gitu, sebelah kiri ada dapur dan dua kamar. Milih dua kamar, karena kadang kakakku dinas kota bisa singgah, atau mungkin orang tuaku mau datang juga ada kamar.

Masuk ke dalam apartementku, kusuruh dia melepas sepatu, seluruh ruangan baru saja kupasangkan karpet baru, jadi tidak boleh ada sepatu, atau sendal dari luar, jadi sudah ku sediakan sendal hotel tapi hanya baru sepasang. Alhasil kami nyeker dalam apartementku. Tinggi Anita berkurang karena tidak menggunakan heels lagi. Dia jadi setinggi hidungkulah tanpa hak tingginya.

“Minum apa?” sambilku ambil air mineral dingin dari dalam kulkas, eh malah langsung sambar sama Anita. Bukannya diminum malah dia letakkan di minibar

“Siniku lihat”, sambil memegang bahuku, lalu perlahan jarinya membuka kemejaku. This is weird, walau masih pake singlet di bawah kemejaku tetap saja ini agak aneh. Dia melepaskan kemejaku dan melemparnya ke sofa ruang tamuku.

“Sepertinya tidak dalam kok, hanya tergores saja” jawabnya sambil senyum menatapku.

“apa kubilang, hanya gores saja”, jawabku pada Nita.

Mata kami saling bertemu, dia berdiri begitu dekat denganku, hembus nafasnya terasa di dada ku. Matakami saling bertatapan cukup lama, kami semakin merapat, saat ini Nita telah ku peluk erat. Kedua tangannya juga telah melingkar di leherku dan lenganku telah melingkar di pinggangnya. Matanya terlihat sayu dan aku rasa tatapankupun seperti itu.

“Now what?” bisiknya pelan dan lembut.

Kupejamkan mataku, dan kukecup bibirnya dengan lembut, dia menyambutnya. Bibir kami saling terpaut, saling mengecup. Pelan dan lembut, aku tidak ingin terburu-buru. Sejenak hatiku berkecamuk, shit! She got a boyfriend! Tapi sepertinya pikiranku mulai buyar, semakin larut dalam ciuman ini, malah dalam pikiranku, hanya ada Nita.

My logic kick in, ku hentikan ciuman itu, kutarik bibirku mejauh darinya. Mata Nita terpejam, menikmati setiap detik ciuman kami, bibir merahnya begitu menggoda, begitu indah. Fu*k the logic, kusambar lagi bibir yang terpampang di depanku itu.

Kejadian ini jelas akan mengubah hubungan kami, yang seharusnya hanya sebatas kerjaan, menjadi lebih dari kerjaan, sebatas teman dan lebih dari teman.

Tiba-tiba Nita mendorongku menjauh, dan mengambil sepatunya dan berlari meninggalkan apartementku. Saya yang shock, baru sepersekian detik kemudian tersadar dan berusaha mengejarnya, dan dia telah turun menggunakan lift.

What just happen!

Bersambung

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Buku lain oleh Juliana

Selebihnya
Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku