Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
KECELAKAAN SEMPURNA

KECELAKAAN SEMPURNA

Rval05

5.0
Komentar
1.8K
Penayangan
14
Bab

Qarletta Averly hanyalah seorang perempuan berumur 21 tahun, fotografer yang membutuhkan uang banyak untuk pengobatan kanker paru-paru ibunya. Ketika sebuah berita datang kepadanya kalau salah satu perusahaan terbesar di dunia, Heston Corporation sedang mengadakan perekrutan fotografer. Arlett pikir inilah kesempatan emasnya. Bayangkan saja bisa bekerja menjadi anggota perusahaan raksasa itu dan mendapat gaji besar sebagai gantinya. Hanya membayangkannya saja sudah bagai sebuah paradise bagi Arlett. Namun ternyata, kenyataan tidak seindah ekspektasinya. Yang menunggunya di perusahaan itu bukannya kehidupan indah, penuh bahagia dan menyenangkan. Yang sebaliknya menunggunya di sana adalah sosok Carl Heston, CEO muda perusahaan Heston Coporation sekaligus laki-laki yang menjebaknya kepada sebuah skandal besar. Hanya karena sebuah kesalahan yang Arlett lakukan kepadanya.

Bab 1 Flashback One Nightmare

6 TAHUN YANG LALU

JAKARTA 10.32; HESTON GRAND ESTATE

"Tuan Gerald! Tuan Gerald!" seru seorang perempuan paruh baya, menggunakan celemek, bergegas ke arah ruang kerja tuannya.

Dia adalah Sati, wanita tua berumur 70 tahunan yang telah mengabdi seumur hidupnya menjadi pelayan setia keluarga Heston.

Dia bergerak secepat tungkainya bisa, lalu membuka pintu ruang kerja majikannya itu dengan nafas tersengal-sengal, benar-benar terlihat panik. "Tuan! Apa sudah lihat berita terbaru!?" tanyanya lantang

"Bi Sati astaga! Tidak perlu berlari lari seperti itu, Bi!" ucap Dera.

Dera sang istri majikannya, menghampiri Bi Sati dan membantunya menjaga keseimbangannya saat hampir terjatuh. Dia terlihat lesu, sepertinya telah mendengar kabar baru yang menyedihkan itu.

"T-tapi, Ra, ini...." katanya terengah sembari mencekal tangan Dera kuat. "Den Carlton. Aden ada apa, Ra?"

Kedua orang di dalam ruangan itu langsung menghela nafasnya panjang. Mereka kembali menatap koran yang tergeletak di atas meja kerja Gerald, majikannya dengan sedih, melihat kembali berita mengejutkan yang telah menghancurkan hari mereka.

Dera kembali menatap Bi Sati lalu menggeleng pelan "Sayangnya, Bi. sepertinya apa yang tertera di sana, memang benar."

***

NEW YORK CITY 10.42 AM; CAMPUS CAFETERIA

"You're crazy! Kau benar-benar gila! Apa yang sebenarnya kau sedang pikirkan, Ton!?" tanya seorang laki-laki melengking tinggi sembari melempar sebuah gulungan kertas koran ke atas meja kantin dengan kuat.

Dia adalah Raymond Howell, laki-laki berumur 22 tahun yang merupakan salah satu dari empat teman milik Carl Heston. Dia terlihat geram, tidak. Lebih tepatnya dia terlihat tidak percaya, tidak percaya akan kebodohan sahabatnya sendiri.

"Apa kau sebegitu sintingnya sampai menolak perusahaan raksasa ayahmu hanya karena ingin menikmati hidupmu dan malas meneruskannya?" tanya Ray sekali lagi masih tercengang.

"Apa kau tidak tahu berapa ratus orang di luar sana yang bisa sampai gila menginginkan posisimu sekarang!?"

Carl Heston, laki-laki yang berada di hadapannya menghisap rokoknya lalu menghembuskan sisa asapnya tinggi ke udara. Menyandar kepada kursi kantin seakan dia tidak tertarik.

"Kau masih membicarakan berita bodoh itu?" tanya Carl Heston malas. "Tidak berguna sekali."

Ray tercengang lebih lebar dibuatnya.

"Aku tahu dia gila, tapi aku tidak membayangkan dia benar-benar segila ini!" kata laki-laki yang lain menimpal dari samping Ray.

Namanya Ethan Lierco, laki-laki yang sama merupakan sahabat karib Carl dan sedang menduduki kursi sebelah Ray. Dia sedang meminum colanya.

Kebiasaan sedari kecil setiap musim panas berkunjung. "Berikan saja kepadaku warisan orang tuamu. Dengan senang hati aku akan mengolahnya untukmu."

Carl tertawa pelan, meremehkan "Hanya warisan, what's the matter?" tanya Carl.

"Kalau orang tuamu hanyalah seorang pemilik warung kecil pinggir jalan, kau bisa mengatakan itu. Tapi orang tuamu itu pemilik perusahaan besar, Carl! Heston Corporation, man!" kata Ray lagi dengan heboh.

Ray benar-benar tidak habis pikir. Kemana pergi otak kecil temannya itu sehingga dia bisa menolak warisan sebesar bertriliun-triliun rupiah hanya karena alasan malas memusingkannya? Dia benar-benar orang gila.

"Lalu? Apakah menjadi dosa aku menolaknya?" tanya Carl datar.

Ray dan Ethan tercengang, sedangkan satu lagi laki-laki di samping Carl mendengus tidak suka.

"Kau terlalu gila bahkan sampai Nix yang bisu saja bisa menanggapi ketololanmu itu," kata Ethan sembari menggeleng pasrah.

Laki-laki yang bernama Nix menatap ke arah ketiga temannya, jengkel. "Tidak ada salahnya aku menimbrung sesekali, bukan?" bela Nix.

Dia bernama lengkap Nix Nielson, anak dari pengusaha produk fashion besar dan merupakan satu-satunya teman Carl yang pendiam. Dia terlalu pendiam hingga teman temannya sendiri bahkan jarang mendengarnya berbicara saat bertemu.

"Tidak apa. Hanya jarang sekali saja," kata Ethan lagi sembari terkekeh kecil. "Tunawicara, kau katakan kepada keparat ini bagaimana dia benar-benar harus mengubah sikapnya sebelum penyesalan menghantuinya nanti."

Nix mendengus. "Tidak tertarik."

Ethan dan Ray menggeleng bersamaan. Sedangkan Carl terkekeh serak.

"Sudahlah. Dia pun mengatakan katanya tidak tertarik. Memang topik ini tidak menarik sejak awal sekali pun. Just forget about it. Ayo minum, aku akan traktir kalian semua."

Ray memutar bola matanya jengah. "Apa kau tidak sama sekali terganggu dengan fakta bahwa wajahmu menjadi trending topic di seluruh media sosial dan beribu-ribu orang di luar sana mencercamu sebagai anak pemalas?"

Carl memutar bola matanya kesal sebagai jawaban atas perkataan dari Ray.

"Bukan maksudku aku tidak menerima warisan itu berarti aku tidak akan bekerja, sialan!" dengus Carl geram. "Maksudku, aku hanya tidak akan meneruskan perusahaan ayahku dan akan memulai perusahaan baruku sendiri nanti setelah lulus. Biarkanlah mereka berbicara sesuka mereka. Pada akhirnya pun aku akan lebih kaya dari pada mereka."

Entah memang karena dia benar-benar mandiri atau memang ketololannya terlalu mendominasi, teman temannya tidak tahu. Tetapi jelas, mereka yakın laki-laki ini sudah kehilangan otaknya. Memilih jalan yang sangat panjang dan memusingkan ketimbang yang sangat mulus dan jauh lebih mudah? Hanya Carl Heston seorang yang mau melakukan hal seperti itu.

"Sepertinya lebih baik aku pergi berkencan dengan Eria saja ketimbang menghabiskan waktuku menemani kegilaanmu," kata Ethan.

Ethan tiba-tiba bangkit dari kursinya. Eria adalah pacar Ethan, wanita berumur 21 tahun yang sekarang sedang berlatih sebagai model di agensinya.

"Dasar budak cinta," dengus Carl tidak suka.

"Lebih baik ketimbang kau yang hanya bisa memainkan wanita dan sibuk menjadikan mereka mantan-mantanmu," kata Nix tiba-tiba sembari mendengus kesal.

Ethan tertawa kencang "Hear that, player!" katanya meremehkan. "Got to go. Bye!"

Dan setelah itu secepat kilat Ethan pergi meninggalkan mereka. Carl dan Ray langsung menatap satu dengan yang lain kebingungan.

"Tumben sekali, Nix. Kau menimbrung pada percakapan tentang Eria," kata Ray sembari mengangkat sebelah alisnya. "You hate her, don't you?"

Nix mendengus sekali lagi. "Terserah aku mau menimbrung atau tidak," kata Nix.

Setelah itu, Nix kembali menyeruput kopi hangat yang telah dipesannya lalu menghela nafas panjang.

"Jadi, bagaimana dengan perkembanganmu dengan Camilia Ramsey?" tanya Nix kepada Carl tiba-tiba.

"Camilia Ramsey? Sejak kapan kau berhubungan dengan wanita es itu?" tanya Ray terkejut.

Ray memicingkan matanya. "Jangan-jangan! Kau menjadikannya incaran selanjutnya untuk pertandingan kita!? Curang!"

Memang inilah apa yang sering Carl dan Ray lakukan. Mereka bertanding setiap bulan menentukan siapa yang memiliki mantan terbanyak dan akan merayakan kemenangan salah satu dari mereka tepat pada tanggal 30 atau 31 nanti. Tentu dengan yang kalah harus mentraktir minum kepada yang menang

Nix tidak pernah memedulikan pertandingan bodoh itu, tapi jujur dia merasa sangat prihatin kepada wanita-wanita yang telah kedua temannya buat menangis setelah diputuskan secara sepihak oleh mereka.

Carl tertawa pelan lalu mengangguk. "Mengincarnya adalah sebuah tantangan. Dan apalah laki-laki tanpa berani mengambil tantangan seperti itu, bukan?" tanya Carl sombong.

Ray menggeleng. "Kalau begitu, fix! Bulan ini aku yang akan menang. She will never accept anyone's confession, Carl"

Camilia Ramsey adalah perempuan 21 tahun yang sekarang sedang memasuki semester ke 5 dalam jurusan kedokteran. Dia adalah wanita cantik yang telah berkali kali menjadi incaran seluruh orang kampus. Tapi sifatnya tak terkira dingin sehingga semua orang pada akhirnya menyerah dan menyesal telah pernah berpikir untuk menjadi kekasih seorang Camilia Ramsey.

Dan Carl sekarang mencoba menjadi salah satu dari semua laki-laki itu Walau tentu dia tidak sama sekali berniat untuk ditolak olehnya

"Dan bagaimana kalau aku bisa mendapatkannya?" tanya Carl percaya diri sekali. "Kalau aku sampai bisa mendapatkan Miss Ramsey, aku kan langsung menang bulan ini. How's that?"

Ray membalas perkataan Carl dengan tertawa.

"Silakan sesukamu, Tuan Heston. Dia memang sesusah itu untuk didapatkan. Aku tidak akan mencegahmu," kata Ray.

Ray mengambil rokoknya yang tinggal tersisa sedikit lalu menghisapnya habis. "Aku tidak yakin apa aku harus menghentikanmu atau tidak. Jangan sampai kau menangis kalau dia sampai menolakmu telak ya, Ton!"

Carl tertawa. "Tidak mungkin. Aku bukan pecundang," jawab Carl dengan percaya diri. "Tunggu besok di lapangan tengah. Aku akan menjadikannya kekasih di hadapan seluruh orang dan kalian yang akan paling pertama menyaksikannya."

Nix menghela nafasnya sekali lagi, lalu bangkit berdiri dari kursinya. Dia mengambil seluruh benda-benda bawaannya, lalu memasukkannya ke dalam tas. Setelah itu meminum habis seluruh kopinya dan meletakkannya kembali di atas meja.

"Aku baru ingat aku memiliki tugas laporan yang belum aku kerjakan. Aku akan pulang dulu," ucap Nix sembari pamit. Kemudia mulai melangkah meninggalkan kedua temannya.

Nix benar-benar tidak ingin mendengar topik pembicaraan tentang pencarian jodoh dua orang itu.

"Dan Carl," ucap Nix tiba-tiba menghentikan langkahnya.

Carl mengangkat sebelah alisnya menatap Nix.

"Dekati saja Camilia Ramsey. Mungkin dia memang dingin, tapi aku memiliki firasat kalau kau akan berhubungan kuatnya dengannya. Entah kapan, tapi jelas... suatu kali."

***

PRESENT DAY

NEW YORK CITY 13 41; HESTON SKYSCRAPER

"Carl, bangun!" seru seorang pria tiba-tiba mengguncang keras tubuh Carl.

Carl menggeliat pelan, masih setengah bermimpi, lalu melihat ke arah laki-laki yang sedang sibuk membangunkannya.

Orang itu ternyata adalah Rian Andira, pria berumur 47 tahun yang sama sekali tidak terlihat setua umurnya. Dia adalah paman Carl, paman tidak kandung. Namun selalu terdekat dengan Carl sedari kecil bahkan lebih dari ayahnya sendiri. Dan rasanya sudah lama sekali Carl tidak bertemu dengannya, tidak juga dia berpikir kalau dia bisa bertemu dengan laki-laki itu hari ini.

"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Carl menggerutu. "I was having a good dream and you're disturbing me."

Rian menggerutu. "Ayahmu memintaku untuk mengunjungimu kemari dan memeriksa keadaanmu di sini," sahut Rian geram. "Ibumu takut kau terlalu terbebankan oleh masalah permintaan konsumen yang membludak bulan ini di Amerika, makanya dia memintaku untuk melihatmu di sini."

"Tapi sepertinya aku tidak perlu. Kau bahkan sedang tidur-tiduran santai di atas sofa kantormu dan melupakan meeting penting yang seharusnya sudah kau datangi sejak setengah jam yang lalu."

Carl melihat ke arah ponselnya lalu bangkit duduk di atas sofa, masih dengan tampang yang sangat kusut. "Aku bahkan lupa aku memiliki jadwal seperti itu."

Rian menggeleng tidak percaya. "Aku bisa mengerti mengapa Ayah dan Ibumu tidak pernah bisa tenang membiarkanmu bekerja seorang diri di benua Amerika ini. Lihatlah anaknya, tidak ada harapan sama sekali."

Carl menggeram "Seperti kau ada saja," gerutunya balik sembari berdiri lalu mengambil jasnya yang tergeletak di atas meja kerjanya naas "Beruntung aku sedang dalam mood bagus, Uncle. Aku tidak biasanya membiarkan orang yang membangunkanku secara paksa begitu saja"

"Kau sedang mengancamku, kid?"

"Tidak. Aku hanya memberitahu saja," jawab Carl enteng sembari membuka pintu ruang kerjanya dan berjalan secepat kilat keluar dari ruang kerjanya itu.

Tapi sebelumnya, dia kembali menyodorkan wajahnya ke balik pintu dan berkata kepada laki-laki itu.

"Gantikanlah aku mengikuti rapat yang tidak penting itu. Aku benar-benar tidak tertarik."

^^^

"Kau tidak berpikir kalau aku benar-benar akan menerima pernyataan cinta bodohmu itu, kan? Jangan bermimpi, Heston!" ucap seorang perempuan sembari menatap Carl tajam dengan kedua mata dinginnya.

Camilia Ramsey. Mereka sedang berkumpul di lapangan tengah dengan semua mata murid kampus sedang menatap keduanya lekat, dengan mulut menganga. Benar-benar terkejut.

Carl Heston...

Ditolak?!

"Pemalas, semau sendiri, egois, tak menghargai orang tua. Entah apa lagi yang harus aku katakan untuk mendeskripsikan kebajikanmu itu," desis Camilia tajam. "Kau bahkan menolak apa yang orang tuamu berikan kepadamu hanya karena alasan malas? Jangan berpikir kau terlihat keren karena itu. Heston Kau terlihat memalukan!

"Aku bahkan tidak terima menganggapmu teman satu sekolah dengan diriku sendiri. Pergilah menjauh, tidak ada yang membutuhkanmu."

Setelah mengatakan itu kepada Carl. Camilia pergi menjauh, meninggalkan semua orang yang masih mantapnya menganga semakin lebar.

Telak, benar-benar ditolak telak. Nix yang biasanya tidak banyak bergerak punt kali ini bergegas mendekat ke arah Carl lalu merangkul pundak pria itu, merasa prihatin atas penolakan tajam Camilia.

"Carl, jangan terlalu dipikirkan. Dia hanya dia..."

Nix kehilangan kata kata, tapi Carl tidak peduli. Dia benar-benar tidak peduli. Tatapannya yang semula menyiratkan ketidakpercayaan, berubah menjadi ganas. Sangat menyeramkan hingga semua orang yang berkumpul di tempat itu bisa merasakan aura menyeramkan dari udara. Semua orang bergidik ngeri.

Ray dan Ethan sekali pun tidak berani menghampiri Carl terlalu dekat. Hanya Nix seorang yang masih berani merangkulnya. Dia benar-benar ajaib.

Carl menggeram keras. "Siapa juga yang memikirkan tentangnya?" bisik Carl mematikan.

"Tunggu 10 tahun," lanjut Carl. "Tunggu aku 10 tahun, Camilia Ramsey. Aku akan menjadi orang terkaya yang akan kau temui. Dan pada saat itu aku akan membuatmu menyesal telah pernah menolakku dalam hidupmu."

"Benar-benar menyesal."

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Buku lain oleh Rval05

Selebihnya
Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku