Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
UNPERFECT MARRIED

UNPERFECT MARRIED

Pratprati

5.0
Komentar
72
Penayangan
17
Bab

Merasa hidupnya berada dalam bayang bayang istrinya Sunny mulai bermain api pada Diva murid menulisnya. Kaira yang mengetahuinya tidak merancang balas dendam dia membiarkan suaminya sementara dia terus menulis sebuah kisah yang tanpa disadari akan menjadi balas dendam terbaiknya.

Bab 1 Prolog

Hujan, petir dan guruh hampir bersamaan menyerbu Jakarta belum lagi angin menderu berhasil mengungkung Jakarta membuat kota yang selalu sibuk dan sesak ini terkepung air di mana-mana.

Hujan semakin lebat, sebuah mobil sedan berwarna putih melaju kencang membelah jalanan Jakarta yang penuh dengan berbagai kendaraan. Jendela dan kaca depan mobil Kaira sekarang hampir di penuhi oleh galur-galur air menetes membentuk kelokan mirip dengan sungai kecil yang terputus-putus.

Kemacetan berapa kali harus menghentikan mobil itu selama beberapa waktu dan setiap kali macet terurai, Kaira akan kembali mengebut, menyalip mobil-mobil lain yang berada di dekatnya dengan kecepatan penuh. Dia menggila, air matanya telah luruh jatuh, sementara hapenya terus berdering tak berhenti.

Tapi Kaira tidak perduli. Dia malah mempersar volume musik dari mobilnya hingga suara musik menggelegar memenuhi seisi mobil dan membuat jendelanya seolah bergetar, seolah tak sanggup menahan semua kegilaan yang tengah menyerangnya. Kaira bahkan terlihat kusut, pakaiannya tak rapi. Wajahnya tak dirias sama sekali, beberapa tetes air mata keluar turun ke pipinya dan mengaburkan jarak pandangnya. Kaira menghapus air matanya dengan kasar, dia terlihat seakan ingin meluapkan semua kemarahannya pada apa pun yang ada di dekatnya, tapi sekarang dia masih harus bersabar karena belum sampai ke tempat tujuannya.

Selang berapa waktu, mobil yang dia kendarai akhirnya memasuki sebuah area hotel. Kaira menghentikan mobilnya tepat di depan lobby hotel. Seorang petugas valet membuka pintu mobilnya dan langsung mengambil alih kunci mobil Kaira lalu membawa mobil itu ke tempat parkir.

Kaira berjalan memasuki hotel dengan tubuh gontai. Dia tidak bertanya pada resepsionis karena dia sudah tahu kamar yang dia tuju, karenanya dia lebih suka berbohong dengan memesan kamar lain. Kaira berjalan memasuki lift. Di sana dia melihat dirinya dengan lebih jelas. Wajah pucat, mata menghitam, bibir kering dan pecah-pecah. Rambut panjangnya kusut berantakan tapi Kaira tidak perduli, ada hal lain yang lebih penting dari pada penampilannya.

Kaira berjalan menuju salah satu kamar kamar yang ada di sana dengan langkah setengah menyeret. Berapa kali tubuhnya hampir jatuh, heels miliknya sudah terlepas entah kemana. Beberapa orang tamu melewatinya dengan pandangan penuh tanya dan saat dia hampir jatuh untuk kesekian kalinya seorang tamu dengan sigap meraih tubuhnya, tamu itu menolongnya.

Tapi Kaira berusaha menepis tangannya dengan tertatih dia bangun lalu berjalan menuju kamar yang dia tuju.

Sesampainya di kamar yang di maksud Kaira tercenung cukup lama. Hatinya memerintah untuk menggila, otak memintanya untuk berlaku sabar. Kaira berperang dengan dirinya sendiri, dia tidak tahu langkah apa yang harus dia ambil, dia tersesat.

Cukup lama Kaira berada di depan pintu kamar nomor 335 itu. Peperangan di dalam dirinya akhirnya di menangkan oleh otaknya. Berlahan sambil melepas cincin di jarinya, bersamaan dengan semakin kerasnya suara desahan yang dengar suara desahan dari dalam kamar.

Suara mereka menderu bersamaan dengan nafas yang memburu tapi kedua orang yang ada di dalam kamar itu tak berpacu dengan waktu karena mereka memang tak perlu terburu-buru.

“Kai….”

Kaira memegang pintu kamar itu nomor 335 itu, tangannya mengepal memegang cincin pernikahan yang sudah terlepas dari jari manisnya. Jari manisnya terlihat lebih putih dari jari lainnya karena cincin yang dia pakai.

“Sebagai lelaki, tolong katakan padaku, bagaimana caranya membuat lelaki untuk terus mencintaiku dan tidak berkhianat?”

“Aku tidak tahu Kaira!” lelaki itu menghapus air mata Kaira. “Tapi, jika kamu mau aku bisa menghancurkan kedua orang itu untukmu.”

“Kalau aku melakukannya, apa aku akan bahagia? Kalau aku membiarkannya, apa aku bisa mengikhlaskannya? Bagaimana caranya aku hidup setelah ini?”

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Buku lain oleh Pratprati

Selebihnya
Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku