Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Pesona Ibu Susu Anakku

Pesona Ibu Susu Anakku

Rossy Dildara

5.0
Komentar
15.4K
Penayangan
115
Bab

Bima tak menyangka, jika seorang gadis yang dia tolong seminggu yang lalu akan menjadi ibu susu anaknya. Dia adalah Jenny, seorang gadis cantik berusia 18 tahun yang masih berstatus pelajar SMA. Namun, entah alasan apa, diumurnya yang masih terbilang muda gadis itu sudah mengandung. Apa mungkin karena salah pergaulan? Atau justru memang dia sudah menikah? Semakin lama dilihat, Jenny semakin mempesona. Hingga membuat seorang Bima Pradipta yang masih berstatus suami orang menyukainya. Dan suatu ketika, sebuah insiden kesalahan pahaman membuat keduanya terpaksa menikah dan menjadikan Jenny istri kedua Bima. Akankah pernikahan mereka abadi? Lalu, bagaimana dengan Soraya istri pertama Bima? Akankah dia terima dengan pernikahan kedua Bima? Atau justru dialah yang terlengserkan? “Setelah kita menikah, aku akan menceraikan Raya, Jen!” Bima~ “Kalau begitu Bapak jahat namanya, masa Bu Raya diceraikan? Aku dan dia sama-sama perempuan, aku nggak mau menyakitinya!” Jenny~

Bab 1 1. Boleh aku minta tolong

"Halo, ada apa, Mbak?" tanya seorang pria dewasa yang baru saja mengangkat sambungan telepon dari babbysitter anaknya.

Dia bernama Bima Pradipta, seorang pria tampan berusia 33 tahun yang menjadi CEO sukses dibidang kuliner. Dia memiliki 5 restoran mewah diberbagai kota dan salah satunya yang paling terkenal adalah di ibu kota Jakarta.

"Pak Bima, Nona Kaila muntah-muntah lagi. Dia juga demam tinggi," papar wanita dari seberang sana yang mana membuat Bima membulatkan matanya.

"Aku akan segera pulang, Mbak." Bima menutup telepon. Lalu dia bangkit dari kursi kerjanya seraya membenarkan jas dan berlalu pergi meninggalkan kantor menuju rumahnya.

Saat tiba di rumah, Bima terkejut bukan main melihat anak semata wayangnya yang berusia 4 bulan itu tampak pucat dalam gendongan Weni, sang babbysitter.

Cepat-cepat dia pun membukakan pintu mobil untuk wanita itu masuk, kemudian masuk juga dan mengemudi.

"Apa Kaila alergi susu lagi, Mbak?" Sembari menyetir dengan kecepatan full Bima menoleh pada Weni, pria itu terlihat begitu cemas dan amat takut melihat kondisi anaknya.

"Sepertinya iya, Pak. Nona Kaila alergi lagi."

Bima mengusap wajahnya kasar. Anaknya itu memang sejak lahir alergi susu formula, mungkin sudah berbagai macam dia coba sampai dengan tadi siang itu. Tetapi nyatanya perut Kaila tak mau menerima dan berujung pada kondisinya yang sering sakit-sakitan.

Diare dan muntah selalu sering terjadi setelah dia usai menyusu.

Sebenarnya, Bima sendiri masih mempunyai istri. Dia bernama Soraya Ardiana, seorang selebgram cantik dan seksi yang memiliki follower 5 juta.

Memiliki cukup banyak penggemar pada akun media sosial membuat Soraya selalu menjaga penampilannya. Dan itu juga alasannya mengapa dia berhenti menyusui setelah seminggu melahirkan. Karena menurutnya, dengan menyusui tubuhnya akan menjadi gendut dan jelek.

Sudah cukup dulu saja ketika hamil, timbangannya naik sampai 60 yang sebelumnya hanya 50. Sekarang setelah dia berhenti menyusui, timbangan Soraya sudah 53 dan targetnya untuk kembali ke 50.

Memang bagus menjaga penampilan untuk selalu tetap cantik, tetapi tak bagus juga jika dilakukan bukan untuk suami, melainkan untuk para penggemar.

Bima sendiri tak pernah mempermasalahkan bagaimana berat badan istrinya. Jujur, ada rasa lelah di dalam hati melihat kelakuannya itu. Sering berfoto dengan pakaian seksi, membeli barang-barang yang tidak terpakai, jarang ada di rumah, dan yang paling utama dia juga jarang memuaskannya di atas ranjang.

Bima sudah capek kerja di kantor, saat pulang ingin dimanjakan oleh istrinya. Tetapi dia tak pernah mendapatkan hal itu.

Di dalam perjalanan itu mendadak turun hujan yang lumayan deras, Bima segera mengurangi kecepatan. Dari kejauhan terlihat ada seorang gadis yang memakai seragam putih abu-abu sekolah dengan jaket hitam tengah melambaikan tangan di depan.

Entah karena alasan apa, tetapi terlihat jelas gadis itu seperti meminta pertolongan. Wajahnya yang basah karena air hujan itu meringis, tangannya menyentuh perut.

Meski sedang keadaan genting, nyatanya Bima tak tega melihat seseorang kesusahan. Lantas dia pun memberhentikan mobilnya dan menurunkan kaca.

"Om ... boleh aku minta tolong?" pinta gadis itu. Setelah dilihat lebih dekat, wajahnya sangat cantik. Tetapi tampak pucat.

"Tolong apa?"

"Antarkan aku ke rumah sakit, Om. Aku mau melahirkan."

Bima terkejut dengan mata yang terbelalak, sungguh dia benar-benar tak menyangka jika gadis itu sedang hamil. Sebab perutnya tak terlihat buncit, mungkin itu efek bajunya yang besar dan jaket yang dia pakai cukup jumbo.

Sudah begitu dia juga terlihat masih belia. Bima yakin, jika gadis itu hamil pasti karena pergaulan bebas.

"Ayok cepat masuk! Aku juga kebetulan mau ke rumah sakit."

Gadis itu mengangguk, sambil menahan rasa sakit pada perutnya dia berusaha naik ke mobil, lalu duduk di kursi belakang.

***

Setelah tiba, Bima langsung turun dari mobil kemudian berteriak.

"Tolong bawakan brankar untuk wanita yang mau melahirkan!" teriak Bima pada siapa saja yang mendengar.

Sebelum itu dia sudah menyuruh Weni untuk membawa Kaila ke UGD. Nanti biar dia menyusul. Tak mungkin juga dia meninggalkan wanita hamil begitu saja.

Sayang sekali, beberapa kali meminta tolong tak mendapat respon. Perawat dan satpam pun tak terlihat di mana-mana.

"Om ... tolong aku, bayiku sudah ingin keluar," lirih gadis itu sembari mengatur napasnya naik turun. Aliran darah segar dan air kekuningan itu mengalir dari paha menuju betis, dia sudah sangat tak kuat ingin segera mengeluarkan bayi yang ada di dalam kandungannya.

Bima segera menggendongnya, lalu berlari menuju ruangan bersalin. Dia merebahkan gadis itu di atas ranjang persalinan, dan ada dokter wanita berambut pendek yang datang menghampirinya. Dia memakai masker medis, penutup kepala dan sarung tangan.

"Dok, dia mau melahirkan," ujar Bima seraya menatap gadis itu dan langsung dianggukan oleh dokter.

Baru saja Bima hendak melangkah keluar dan membuka pintu, tetapi lengannya segera dicekal oleh suster.

"Bapak mau kemana? Temani istri Anda melahirkan!"

"Tapi aku bukan suami ...." Ucapan Bima menggantung kala tiba-tiba suster itu sudah menarik kasar tangan Bima, membawanya hingga duduk di kursi kecil di samping gadis itu.

Bima terlihat bingung harus bagaimana, dia memang sudah pernah mengantar istri melahirkan tetapi dulu Soraya melakukan operasi cesar. Dan saat ini sekujur tubuhnya merinding akibat mendengar suara erengan gadis yang kini tengah berjuang melahirkan.

"Eeeuughhhh!" lenguh gadis itu sekuat tenaga, matanya mendelik ke atas menatap cahaya lampu.

Salah satu tangannya memegang besi ranjang.Tetapi yang satunya justru refleks terulur ke arah pundak Bima, lalu mencengkeram kuat hingga membuat pria itu terbelalak dan merintih.

"Aaww!" pekik Bima.

"Sakit banget, Dok!" seru gadis itu sambil menangis, sekujur tubuhnya terasa tegang dan sakit. Apa lagi pada inti tubuhnya.

"Sedikit lagi keluar Nona, tarik napas pelan-pelan ... lalu keluarkan," ujar dokter itu memberikan instruksi. Gadis itu pun langsung melakukannya.

Disisi lain, ingin rasanya Bima menepis tangan gadis itu yang sejak tadi berada di pundaknya. Selain sakit dengan cengkramannya, dia juga ingin pergi dari sana untuk melihat kondisi anaknya.

"Eeeuughhhh ... huh ... huh ... huh ... Eeuuugh!" Gadis itu mengejen lagi, dia mengatur napasnya naik turun dan kembali melakukan hal yang sama.

Dut!

Terdengar suara nyaring yang berasal dari pantat Bima yang menempel kursi, mendadak perutnya mules dan seperti ingin ikut mengejen juga.

'Sakit perut lagi, pengen berak.' Bima baru menarik tubuhnya untuk bangun, tetapi tangan gadis itu sudah berpindah pada rambut kepalanya. Dia menjambak kasar dan menjegen lagi.

"Aawww! Sakit!" teriak Bima.

"Eeeuughhhh ...!" Satu tarikan napas akhirnya dia berhasil mengeluarkan bayi itu dengan selamat.

"Alhamdulillah," ujar dokter sambil menghela napasnya dengan lega.

Bayi yang masih terlihat merah itu berada dalam gendongannya, tetapi kening dokter itu seketika mengerenyit heran sebab bayi itu terlihat diam saja dan matanya terpejam.

Bahkan saat baru keluar pun dia tak menangis.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Buku lain oleh Rossy Dildara

Selebihnya
Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku