icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Unexpected Baby

Unexpected Baby

Jesslyn Kei

5.0
Komentar
143
Penayangan
5
Bab

Dewi tak pernah menyangka hidupnya bakal mendadak berubah semenjak mengenal seorang CEO bernama Alex Catalano. Lelaki dingin dan tak banyak bicara itu tak sengaja menanam benih yang kini tumbuh dalam rahimnya. Disisi lain Alex yang terpaksa menikah tanpa cinta, merasa terjebak dalam situasi yang memaksanya harus bertanggung jawab atas kehadiran malaikat kecil yang tidak pernah diharapkannya. Lantas bagaimana keduanya menjalani bahtera rumah tangga untuk kedepannya?

Bab 1 Pengakuan Dewi

"Ada apa, Wi?"

Dewi mengigit pelan bibirnya sembari memainkan jemarinya. Kebiasaan yang dilakukannya ketika sedang gelisah. Perlahan ia mendongak. Pandangan matanya langsung bertemu dengan mata Alex yang juga tengah menatapnya.

"Saya hamil, Pak."

Hening...

Alex terganga keheranan. Bibirnya yang semula terkatup rapat, kini terbuka sedikit. Kedua alisnya saling bertaut dengan mata yang memandang lurus pada wanita dihadapannya. Cukup lama lelaki itu memandangi Dewi, hingga ia mengedikkan kedua bahunya.

"Well, Congrats ya."

Dewi seketika melongo. Wajahnya nampak tertegun melihat respon Alex yang nampak datar dan sangat biasa. Setelah berbasa-basi mengucapkan selamat, lelaki itu bahkan telah kembali menatap layar komputer di samping tempat duduknya. Tidak ada wajah syok seperti dirinya ketika baru pertama kali mendengar kabar ini. Sungguh jauh di luar bayangan wanita itu.

"Janin yang di perut saya ini anak bapak."

"Apa?"

Bagai tersambar petir di siang bolong, Perkataan Dewi barusan serasa menghantam belakang kepala Alex. Lelaki itu terbelalak. Bola matanya membulat, menatap Dewi tak percaya dengan perkataan yang baru saja di dengarnya. Namun sedetik kemudian, ia tertawa terbahak-bahak.

"Hahaha... Hebat kamu, Wi. Bisa mengerjai saya dengan lelucon seperti itu. Oke. April mop, Right?"

Dewi tersenyum getir begitu menyadari kalau saat ini tanggal 1 April. Wajar saja kalau Alex beranggapan ia sedang melempar lelucon seperti yang banyak dilakukan orang-orang untuk memperingati perayaaan April Fools Day. Sepertinya ia telah berharap terlalu tinggi.

"Saya tidak sedang mengerjai pak Alex. Saya serius, Pak."

Tawa Alex perlahan hilang. Wajahnya yang semula mengejek kini berubah datar. Bola matanya menyorot tajam ke arah Dewi.

"Coba ulangi sekali lagi. Apa yang barusan kau katakan?"

"Anu... Saya...."

Ditatap seperti itu, Dewi jadi tergagap. Lidahnya mendadak kelu. Belum lagi bibirnya yang mengering, seakan membuatnya kehilangan kata-kata yang hendak diucapkan. Ia mengerakkan mulutnya dengan terbata-bata.

"Saya sedang mengandung darah daging bapak," ulang Dewi seraya menunduk.

"Kamu tidak asal bicara bukan?"

Dewi hanya bisa tertunduk sembari mengangguk pelan. Tak sanggup melihat wajah Alex yang terasa sangat mengintimidasi.

"Argh... Sial."

Alex seketika terhuyung, menyandarkan punggung ke sandaran kursi sambil memijat pelipisnya. Kepalanya terasa berdenyut setelah mendengar pengakuan Dewi yang sangat mengejutkan baginya.

"Tidak mungkin. Ini tak masuk akal."

Lelaki itu berulang kali mengeleng. Ia tak bisa percaya begitu saja.

"Jangan mengada-ada, Dewi. Saya bahkan tak pernah menyentuh satu ujung kukumu. Bagaimana bisa anak itu darah daging saya?"

"Tak pernah bagaimana, Pak?"

Dewi menyela dengan cepat. Hatinya seperti tertancap belati. Bagaimana bisa lelaki itu mengelak setelah berusaha memperdayanya.

"Apa Pak Alex sama sekali tak mengingat kejadian waktu itu?"

Dewi mendesah pelan ketika Alex hanya terdiam menatapnya.

"Tiga bulan yang lalu, Pak Alex meminta saya mengantikan rapat client dengan alasan sedang sakit. Saya bahkan menyanggupi datang saat bapak meminta agar saya secepatnya melaporkan hasil rapat itu. Tapi apa yang saya dapatkan ketika menemui pak Alex. Bapak malah..."

Dewi tidak sanggup melanjutkan perkataannya. Matanya seketika berkaca-kaca ketika menyadari tatapan Alex nampak kosong seperti tak mengingat sama sekali kebersamaan intim mereka.

"Baiklah. Kalau pak Alex tak mengingatnya. Saya kesini hanya sekedar ingin memberitahu kabar kehamilan ini. Permisi."

Dewi membungkuk hormat. Wanita itu berpikir mungkin Alex perlu waktu lebih lama untuk mencerna semuanya. Dengan berat hati ia berbalik badan, berjalan meninggalkan ruang kerja Alex.

☆☆☆

Dewi yang hendak menyeberang jalan, tiba-tiba di kagetkan dengan suara mobil yang berbunyi. Ia ingin mengumpat, namun teringat kalau tengah hamil dan tidak boleh bersikap sembarangan.

Alhasil Dewi hanya bisa mengelus dadanya. Padahal ia sudah menyebrang pada tempatnya, tapi masih juga di salahkan.

Matanya kini tertuju pada mobil kuda jingkrak yang berhenti tepat di depannya. Ketika kaca depan terbuka, Dewi berusaha mengintip ke dalam mobil. Ia sangat penasaran dengan pengemudi yang tadi membunyikan klakson.

Alangkah terkejutnya Dewi begitu melihat Alex yang berada di kursi depan mobil itu.

"Masuk ke mobil saya sekarang," teriak Alex dengan lantang.

Walau awalnya sempat ragu pada akhirnya Dewi tetap menurut, membuka pintu samping dan duduk di sebelah Alex.

"Rumahmu ada dimana?" tanya Alex sembari melihat layar GPS.

"Hah?"

Dewi mengernyit dahi setelah mendengar pertanyaan Alex. Ia tidak pernah menyangka lelaki itu menanyai alamat tempat tinggalnya. Matanya mengerjap berulang kali, memastikan kalau dirinya tak sedang bermimpi.

"Kau tak dengar? Saya tanya dimana rumahmu?" ulang Alex mulai terdengar tidak sabar.

Dewi tersentak dari lamunannya. Dengan sedikit terbata-bata, ia memberitahukan alamat tempat tinggalnya, sementara Alex sibuk mengetik pada layar GPS yang terpasang di mobilnya.

"Oke. Sudah."

Mata Alex tidak sengaja melirik ke arah dada Dewi, lalu beralih ke arah jalan raya.

"Apa kau tidak tahu kalau naik mobil harus pakai selt belt dengan benar?"

Pertanyaan Alex membuat Dewi tersadar belum memakai selt belt. Dengan cepat tangannya bergerak mencari seltbelt yang terselip di pinggiran kursi. Karena tidak pernah mengunakannya, ia bingung dan terlihat kesulitan.

Alex yang sedari tadi mengawasi gerak-gerik Dewi melalui lirikan mata, lantas mendesah pelan. Perlahan ia bergerak membantu Dewi memasangkan selt belt.

Posisi kepala Alex yang tiba-tiba berada dekat dengan Dewi, membuat wajah wanita itu memerah. Dari jarak sedekat ini, Dewi dapat melihat dengan jelas wajah Alex yang sangat menawan.

Selain itu Dewi dapat mencium wangi parfum yang di kenakan oleh Alex. Aroma menthol terhirup kuat melalui indera penciumannya. Aroma yang sangat Dewi sukai.

"Lihat apa kau?"

Alex memundurkan kepalanya setelah selt belt itu terpasang, beralih menyalakan mesin mobil. Tatapan dingin lelaki itu seketika menyadarkan Dewi.

Dewi hanya mengeleng pelan. Dalam hati ia merutuki tindakan bodohnya yang tertangkap basah tengah mengagumi ketampanan wajah Alex.

Tak lama kemudian mobil pun melaju dengan kecepatan sedang.

Hening...

Tak ada kata yang terucap dari mulut keduanya. Hanya terdengar samar-samar suara mesin di dalam mobil. Mereka saling membisu, seakan larut dalam pikiran masing-masing. Sesekali Dewi menoleh sekilas ke Alex yang sedang menyetir. Begitu juga dengan Alex yang diam-diam melirik melalui cermin diatas kepalanya. Dan ketika mata mereka tak sengaja bertemu pandang, Dewi segera mengalihkan pendangan ke arah lain.

Dewi berusaha memecah keheningan dengan menyetel musik.

Lirikan matamu menarik hati

Oh, senyumanmu manis sekali

Sehingga membuat aku tergoda

Keningnya seketika mengkerut saat mendengar lantunan lagu yang keluar dari speker mobil.

"Maaf, Pak. Saya matikan saja ya musiknya."

Alex hanya melirik ketika Dewi mematikan musik.

Setelah Dewi mematikan musik, keheningan kembali menyelimuti keduanya. Akibat dari suara musik tadi, makin menambah kecangungan diantara mereka. Hingga Alex berdeham pelan.

"Ada yang ingin saya katakan ke kamu," ucap Alex tanpa menoleh.

BERSAMBUNG...

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Buku lain oleh Jesslyn Kei

Selebihnya
Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku