icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
My Enemy Is My Husband

My Enemy Is My Husband

imnovels

5.0
Komentar
178.5K
Penayangan
87
Bab

Niat hati mengunjungi kelab untuk menghilangkan stres. Joana justru memergoki kekasihnya sedang bermain panas dengan empat wanita malam sekaligus. Dilanda sakit hati berat. Joana langsung memutuskan hubungan, dan melampiaskannya pada minuman dengan kadar alkohol tinggi. Pengaruh buruk dari minuman itu, menjadi penyebab utama Joana berakhir di salah satu kamar khusus pengunjung kelab. Joana tidak menyangka dirinya akan berakhir di pelukan pria asing setelah memergoki pengkhianatan mantan kekasihnya. "Kau sudah terlanjur masuk dalam kehidupanku. Mulai detik ini, jangan pernah berharap untuk lepas dari kekuasaanku!" 'Kenapa aku harus terlibat dengan pria ini?!' Joana merasa dunianya runtuh begitu mendapati kenyataan, jika pasangan one night stand-nya malam itu adalah kakak dari mantan kekasihnya sendiri.

Bab 1 1. Memergoki Kekasih Selingkuh.

Di tengah derasnya hujan yang mengguyur. Joana Griselda, berlari keluar dari mobil sahabatnya--Vinka, yang baru saja parkir di samping gedung kelab.

Joana, si wanita pemilik julukan Dewi Aphrodite, karena kecantikannya yang memukau. Tampak mengibaskan rambut panjangnya yang basah.

Pemilik manik hijau, seperti zamrud yang berkilauan itu menatap ke arah sahabatnya yang baru ke luar dari mobil.

"Vin, cepat!" Joana melambai ke arah Vinka yang tampak ragu-ragu menerobos hujan.

"Kamu tinggal di situ. Aku masuk duluan!" kali ini Joana berseru lantang. Sengaja mengeluarkan nada ancaman agar Vinka segera menyusulnya menerobos hujan.

"Shit! Kau tidak lihat pakaianku sekarang, Joa?! Tunggu aku perempuan gila!" Vinka balas berteriak sembari menunjuk gaun mini sebatas paha dengan model tali spageti yang menggantung di pundak.

"I don't care! Cepat ke mari!" segala keanggunan Joana malam itu seketika menghilang diakibatkan stress yang melanda.

Joana ingin segera masuk ke dalam dan menghabiskan beberapa botol minuman.

"Oke, tunggu di situ!" Vinka dengan sangat terpaksa menerobos hujan yang membasahi riasan wajah dan gaun cantiknya.

Begitu Vinka berdiri di hadapannya sembari mengibaskan rambut. Joana lantas menarik pergelangan tangan wanita itu untuk segera masuk bersamanya.

"Astaga, Joa! Kau tidak bisa pelan-pelan? Minuman di dalam tidak akan habis. Kau tenang saja." Vinka menepis kesal tangan Joana.

Joana mengangkat kedua pundak acuh. "Siapa yang tahu kalau ada banyak pengunjung stress sepertiku, yang butuh minuman dalam jumlah banyak?"

Vinka hanya bisa menggelengkan kepala. Mencoba sabar dengan keadaan Joana yang saat ini memang sedang dilanda gundah-gulana.

Baru satu menit Joana dan Vinka berada dalam gedung itu. Beberapa pandangan langsung tertuju ke arah mereka.

Walaupun sejak kecil Joana kerap mendapat perhatian seperti ini. Namun, tetap saja ada rasa tidak nyaman yang mendera.

"Joa, aku ke toilet sebentar. Aku tidak nyaman pakaianku basah begini. Rambut dan riasanku juga berantakan," ujar Vinka sembari menunjukkan keadaannya yang tidak sempurna lagi.

Joana tentu tidak melarang. "Aku tunggu di sana." Telunjuk Joana mengarah ke meja bar, yang lantas diangguki oleh Vinka.

Beruntungnya, Joana tidak mengenakan riasan apapun. Wajahnya tetap terlihat mempesona meski hanya menggunakan lipstik.

Kedua kaki jenjang Joana melangkah percaya diri di tengah kerumunan para pengunjung, yang terus menari tanpa peduli dengan keadaan sekitar.

Setelah mengambil posisi duduk di salah satu kursi yang berhadapan dengan meja bar. Pandangan Joana memutar ke segala arah. Memandang orang-orang yang terlihat happy dengan apa yang mereka lakukan.

Pemandangan erotis. Bau alkohol yang berpadu dengan asap rokok. Musik EDM yang mengentak keras. Menyadarkan Joana di mana tempatnya berada sekarang.

Sejenak Joana mendesah berat. Jika saja tadi pagi dia tidak berdebat dengan Levin--kekasihnya. Joana tidak akan berakhir di sini. Jujur saja, selimut tebal yang lembut di kamarnya jauh lebih menggoda daripada membuang waktu di tempat ini.

Namun, berdiam diri di kamar dalam keadaan pikiran berkecamuk. Hanya akan membuat pikirannya semakin kacau. Dengan kebisingan yang memenuhi ruangan ini. Joana berharap agar keresahan yang terus membelenggu sejak pagi tadi bisa menghilang, atau setidaknya mereda.

Joana mengalihkan atensi dari pemandangan liar di hadapannya. Seorang bartender tampan dengan model rambut gimbal yang terikat satu di belakang, menyambutnya dengan senyum mempesona.

"Wiski, tolong shake pesananku sekarang."

"Wait a minute!" ujar sang bartender tampan itu.

Selang beberapa saat kemudian, sang bartender menyerahkan gelas, balok es dan tentunya sebotol wiski pesanan Joana.

Joana menikmati minumannya dalam diam. Tanpa menunggu kedatangan Vinka yang sangat lama berada di toilet.

Dentum musik EDM yang semakin mengentak keras itu nyatanya tak mampu menenangkan hati Joana. Tentu saja, cara tercepat agar hatinya kembali membaik adalah mendapat telepon dari kekasihnya. Meminta maaf padanya dan mengakui kesalahan.

Namun, pada akhirnya apa? Bahkan sampai larut malam seperti ini. Pria itu sama sekali tidak memberi kabar. Walau hanya pesan singkat pun tidak ada. Joana paling malas jika harus memulai duluan. Apalagi dirinya dalam posisi yang benar.

Semua orang akan setuju jika dialah yang benar. Joana tidak pernah meminta uang atau barang-barang branded pada sang kekasih. Hanya sebuah permintaan kecil yang sederhana, yakni bertemu dengan keluarga kekasihnya.

Apa yang salah dari permintaannya itu? Joana hanya ingin mengenal Levin lebih dekat lagi. Mereka sudah menghabiskan hampir dua tahun lamanya menjadi sepasang kekasih. Namun, Levin belum juga mengenalkannya pada keluarga pria itu.

Jangankan pada keluarga, bahkan pada teman-teman dekat Levin pun. Pria itu enggan mengenalkan padanya.

Terkadang Joana berpikir, apakah Levin benar-benar menganggap serius hubungan mereka atau justru hanya menganggapnya sebagai permainan semata yang tidak penting?

Joana terus menyesap minumannya hingga tanpa sadar ia telah menghabiskannya setengah botol. Pandanganya pun mulai berbayang sejak tadi. Kehilangan fokus tanpa seseorang yang dikenalnya di tempat itu. Sedikit membuatnya khawatir. Terlebih Vinka belum datang. Entah ke mana perginya gadis liar itu.

"Jaga minumanku. Aku ke toilet sebentar," ujar Joana pada sang pria bartender.

"Pergilah, Nona. Tempatmu aman di sini," kata pria itu serius.

Joana kemudian bangkit. Berniat menyusul Vinka yang belum datang juga. Bahkan botol minumannya sudah menyusut banyak. Namun, batang hidung gadis itu belum muncul juga.

Siulan dan berbagai macam godaan yang diterimanya, membuat Joana memutar bola mata malas. Dia sangat tidak tertarik mencari pria di tempat kotor seperti ini. Sebab, tempat ini dikunjungi sembilan puluh persen oleh pria-pria bejat.

Joana yang berjalan sedikit sempoyongan. Tidak sengaja menyambar bahu seorang wanita muda, yang sedang memegang gelas minuman.

"What the hell?! Bitch, matamu sudah buta, hah!" maki wanita muda itu dengan tatapan melotot. Sebab, bir merah itu jatuh membasahi gaunnya.

"Oh, Tuhan! Maafkan aku. Aku tidak sengaja. Tunggu sebentar!" Joana hendak menunduk meraih tissue. Namun, tiba-tiba saja punggungnya terasa dingin setelah diguyur minuman oleh wanita tadi.

Joana seketika bangkit dengan tatapan nyalang. "Apa yang kau lakukan, Bitch?!" jangan pikir wanita itu saja yang bisa memanggil Joana dengan panggilan hina. Joana pun bisa melakukannya.

"Itu balasan atas kesalahanmu!" ucap wanita itu sebelum akhirnya berbalik pergi dengan langkah lebar. Joana belum sempat membalas. Namun, wanita itu sudah menghilang di antara kerumunan pengunjung.

Desahan keras ke luar dari bibir ranum Joana. Mencoba bersabar dengan segala kejadian yang menimpanya.

Tissue yang baru saja Joana tarik ternyata tinggal selembar. Manik hijau zamrud itu memutar ke segala arah untuk mencari tissue lainnya.

Deg!

Deg!

Bukanya mendapatkan benda yang dicarinya. Joana justru mendapati hal lain yang sukses membuat jantungnya seolah berhenti berdetak.

"Levin?!" Joana menutup mulutnya yang terbuka. Pemandangan erotis di hadapannya itu seketika membuat hatinya terluka.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Buku lain oleh imnovels

Selebihnya
Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku