Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Lukaku sebagai Istri

Lukaku sebagai Istri

tria

5.0
Komentar
966
Penayangan
10
Bab

Hidup berdua dengan mamanya sejak kecil mengajarkan Tasya banyak hal tentang hidup. hingga akhirnya Tasya harus kehilangan sang mama, akan tetapi sayangnya setelah kehilangan sang mama hidup Tasya menjadi tidak berwarna. penuh luka walaupun ada banyak hal yang Tasya syukuri. mempunyai anak yang lucu selalu membuat Tasya berusaha menjalani kehidupannya sebaik mungkin. bagaimana kisah selanjutnya??

Bab 1 Tasya

Di pagi yang indah seorang gadis cantik sudah siap dengan setelan pakaian formalnya, ia adalah Atasya Nuraini. Tapi sebelum ia berangkat magang ia sudah menyiapkan beberapa makanan untuk sarapan mamanya dan dirinya sendiri. Ia pun segera bergegas kekamar sang mama untuk membangunkannya.

"Ma, bangun yuk! Sarapan dulu, biar mama enakan" ucap Tasya menggoyang-goyangkan tubuh sang mama.

"Nanti dulu Tasya!" tolak mama Alenna masih dengan mata tertutupnya.

"Sudah pagi Ma, Tasya kan harus berangkat magang. Nanti kalau Tasya sudah berangkat pasti mama ujung-ujungnya gak makan"

“Mama mau cepet sehat enggak sih” ucap Tasya lagi.

Tasya lalu menatap mata mama Alenna dengan lekat. Tasya sebenarnya tidak tega jika harus melihat sang mama yang seorang single parents masih saja bekerja diusia senjanya. Dulu setelah lulus sekolah menengah atas Tasya ingin langsung bekerja saja, tetapi hal itu tidak diperbolehkan oleh mama Alenna. Sang mama menginginkan agar anaknya berpendidikan tinggi, tidak seperti dirinya yang karena seorang anak pungut jadi tidak diperbolehkan untuk meneruskan pendidikan. Walaupun sekarang Tasya memang sudah bekerja tetapi itu juga baru magang selama 6 bulan, dan oleh sebab itu Tasya mengambil perkuliahan di kelas sabtu minggu agar ia masih bisa tetap bekerja dan kuliah.

"Ma, Tasya kan sudah kerja, dan penghasilan Tasya sudah cukup untuk membiayai kehidupan kita berdua, kenapa mama enggak tutup saja si? Capek kan mama harus berdagang dipasar sampe subuh gitu" bujuk Tasya yang menginginkan agar mamanya itu berhenti berdagang saja. Tasya tidak ingin jika kondisi mamanya itu memburuk, ditambah beberapa bulan belakangan ini mamanya sering sakit-sakitan. Tapi setiap Tasya ingin membawa mamanya kedokter, mamanya selalu menolak.

"Udah deh, bosan Mama dengar rengekan kamu yang tentang itu mulu! Kamu itu masih kuliah, kamu kerja juga baru magang. Kalau mama berhenti dagang, yang bayar uang kuliah kamu siapa?" ujar mama Alenna yang sudah mulai jengah dengan pembicaraan paginya dengan sang anak.

"Kan Tasya bisa nabung ma, bayar uang kuliah juga persemester kok enggak tiap bulan. Tasya gak mau liat mama sakit gini terus" ushaa Tasya tetap berusaha menyakinkan sang mama agar mau menuruti ucapannya.

"Ini adalah pekerjaan yang mama jalani sejak kamu kecil Tasya. Jadi gak mungkin mama berhenti dagang gitu aja, ditambah kamu belum lulus kuliah juga. Mungkin nanti kalau kamu sudah lulus kuliah dan bekerja ditempat yang bagus dan gajinya besar baru mama akan berhenti dagang" mama Alenna pun turun dari tempat tidurnya dan berjalan menuju meja makan.

Begitu sudah keluar dari kamarnya mama Alenna berteriak, "Ayo!! Katanya mau sarapan bareng! Kalau lama nanti kamu telat masuknya!" teriaknya dari luar membuat Tasya menghela nafasnya dan segera menyusul mamanya untuk sarapan bersama.

Begitu selesai sarapan, Tasya ingin berpamitan kepada sang mama. Tapi saat ia memperhatikan wajah mamanya itu sedikit berbeda dari biasanya, walaupun ia tahu kalau memang sang mama sedang tidak enak badan tetapi hari ini mamanya terlihat berbeda.

"Ma, mama yakin gak papa aku tinggal magang?" tanya Tasya dengan menatapnya intens.

"Mama enggak apa-apa kok" elak mama Alenna sembari tersenyum. Ia tidak mau jika sang anak harus tau suatu hal yang baru beberapa hari ini ia ketahui.

"Mama lagi enggak bohongin Tasya kan? Kita kedokter aja yuk ma" ajak Tasya khawatir, bagaimanapun juga didunia ini satu-satunya orang yang selalu mencintai dan melindunginya adalah mama Alenna. Dan ia tidak mau jika terjadi hal buruk kepada sang mama.

"Gak usah sayang, istirahat bentar juga nanti enakan kok mama. Kek biasanya aja sih" senyum mama Alenna dengan keterpaksaannya.

"Yaudah kalau gitu mama langsung istirahat saja ya! Gak usah cuci piring, ini biar Tasya yang beresin nanti pulang kerja"

"Iya" mama Alenna hanya bisa mengangguk karena tak ingin Tasya lama-lama berada dirumah, kalau hal itu terjadi bagaimana ia bisa meminum beberapa obatnya ini.

"Tasya berangkat dulu ya ma" pamitnya mencium punggung tangan ibunya kemudian pergi berangkat bekerja.

"Hati-hati di jalan ya sayang!" pesan mama Alenna.

"Maafin mama nak, Mama belum bisa jujur sama kamu. Mama enggak mau jika nanti mama harus menjadi beban pikiran kamu, mama ingin kamu hidup dengan bahagia, tidak seperti mama" batin mama Alenna memperhatikan sang anak yang sudah berjalan menjauh.

Tasya berangkat kekantor menggunakan transportasi umum, hal itu memang sengaja Tasya lakukan atas beberapa pertimbangan. Pertamaa, biaya transportasi umum lebih murah daripada kendaraan pribadi. Kedua, Ia tidak perlu capek. Dan yang ketiga, ia akan terhindar dari beberapa jenis kejahatan, seperti pembegalan ataupun perampokan.

Sesampainya di halte dekat kantor, Tasya langsung berjalan dengan riang masuki kedalam salah satu kantor perusahaan terbaik di kota itu.

"Good morning Tasya" sapa Zahra saat melihat Tasya baru saja duduk di tempat duduknya.

"Good morning Ra" balas Tasya tersenyum.

"Kok tumben sih hari gini udah keliatan happy banget? Ada apaan nih?" kata Tasya memperhatikan wajah temannya itu.

"Iya dong, pagi-pagi aura kita harus positif biar nanti Tim kita bisa menangin proyek, jangan sampai kita kalah lagi sama Tim 1" jawab Zahra bersemangat.

"Iya deh iya, percaya aku Ra sama kamu" sahut Tasya setuju

"Eh iya, nanti katanya anak pak Arif akan datang loh buat gantiin dia sebagai CEO perusahaan ini, nanti dia bakal diperkenalkan langsung saat rapat" kata Zahra memberitahu.

"Pak Anggara anaknya yang lagi kuliah di Amerika?" tanya Tasya.

"Iya, siapa lagi anak semata wayangnya pak Arif" ucap Zahra membenarkan.

“Ohhh…” gumam Tasya.

“Kok lo oh doang sih tanggepannya! Dia itu ya, katanya ganteng banget. Udah kaya dewa yunani deh” mulailah keluar jiwa-jiwa gossip Zahra.

“Mau dia ganteng kek dewa Yunani itu juga bukan urusan gue Ra” ujar Tasya malas.

Ia sudah bosan mendengar kalimat itu dari mulut Zahra, karena sudah banyak laki-laki yang Zahra puji seperti itu dan yah ujung-ujungnya mereka hanyalah impian belaka. Tidak mungkin mereka akan tertarik dengan perempuan yang biasa-biasa saja.

“Ishh!! Lo mah gak bisa buat sahabatnya seneng” omel Zahra pada Tasya yang sudah melenggang pergi.

Rapat pun dimulai dan dipimpin oleh CEO baru perusahaan itu yang tak tain dan tak bukan adalah Anggara, anak semata wayang pak Arif. Dan lagi-lagi tim 2 menelan kekecewaan karena ternyata yang dipilih oleh pak Anggara untuk memegang proyek baru adalah tim 1.

"Kenapa si kita selalu kalah sama tim 1?" ucap Zahra dengan emosi.

"Mungkin menurut pak Anggara, kita belum cukup pantas untuk memegang proyek itu" bijak Tasya tidak mau hal ini semakin panjang urusannya.

"Belum cukup pantas gimana sih Tasya!! Sudah jelas-jelas kalau tim kita kitu lebih baik daripada tim 2! Tapi kenapa kita terus yang kalah!" emosi Zahra semakin tinggi mendengar ucapan Tasya.

"Bisa enggak sih kalau kita protes aja!" usul Silvia yang ikut kecewa dan emosi juga dengan keputusan CEO baru perusahaan itu. Entah mengapa dimana jika ada proyek dengan bonus yang lumayan besar pasti selalu tim 2 yang mendapatkannya. Entah itu memang murni karena penilaian sang CEO lama maupun baru atau karena efek ada saudara sang CEO yang ada di tim itu.

"Kalian ngapain disini! Bukannya lanjut kerja malah ngegosip!" omel bu Lea selaku kepala tim.

Sontak saja mendengar hal itu baik Zahra, Tasya maupun Silvia langsung memlilih untuk diam dan kembali kemejanya masing-masing.

Begitu sampai dimejanya, bukannya melanjutkan pekerjaannya. Tasya malah sibuk memikirkan pak Anggara yang memang sangat tampan dan memikat itu.

Tiba-tiba Tasya merasa haus, dan ia pun karena memang tidak mau merepotkan OB yang ada dikantornya memilih untuk mengambil minum sendiri di pantry. Tapi ternyata disana ia tidak sendiri, ia melihat pak Anggara dan Elsa sedang berdebat disana. Hingga pak Anggara pun menyadari keberadaan Tasya dan langsung diam dan meninggalkan Elsa disana.

"Lo ngapain sih disini! Mau nguping ya!" tuduh Elsa kepada Tasya.

"Maaf bu, saya tadi ke pantry karena ingin mengambil air" sesal Tasya karena harus berurusan dengan Elsa, si saudara CEO yang selalu merasa paling benar.

Elsa hanya menatapnya sinis, sungguh ia sangat kesal kepada Tasya. Iapun langsung pergi meninggalkan Tasya sendiri didalam pantry. Walaupun seharusnya ialah yang harus kesal dan marah kepada Elsa, karena ya........

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku