icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Bangkitnya Sang Pewaris Miliarder

Bangkitnya Sang Pewaris Miliarder

Rickie Appiah

5.0
Komentar
3.9M
Penayangan
748
Bab

Keluargaku berada di garis kemiskinan dan tidak memiliki cara untuk mendukungku di perguruan tinggi. Aku harus bekerja paruh waktu setiap hari hanya untuk memenuhi kebutuhan dan mampu masuk ke universitas. Saat itulah aku bertemu dengannya - gadis cantik dikelasku yang diimpikan setiap laki-laki. Aku sadar bahwa dia sangat jauh dari jangkauanku. Namun, aku mengumpulkan seluruh keberanian dan mengatakan kepadanya bahwa aku telah jatuh cinta padanya. Yang mengejutkanku, dia setuju untuk menjadi pacarku. Dengan senyuman termanis yang pernah kulihat, dia memberitahuku bahwa dia menginginkan sebuah iPhone terbaru sebagai hadiah pertamaku untuknya. Aku bekerja seperti seekor anjing dan bahkan mencuci baju teman sekelasku untuk mendapatkan uang. Kerja kerasku membuahkan hasil setelah sebulan. Aku akhirnya dapat membeli apa yang diinginkannya. Tetapi saat aku membungkus hadiah itu, aku melihatnya bercumbu dengan kapten tim bola basket. Dia kemudian mengolok-olok dan menghina kemiskinanku. Yang lebih parahnya lagi, laki-laki selingkuhannya meninju wajahku. Aku diselimuti oleh keputusasaan, tetapi tidak ada yang bisa kulakukan kecuali diam saja saat mereka menginjak-injak perasaaanku. Tetapi kemudian, ayahku tiba-tiba meneleponku dan hidupku berubah sepenuhnya. Ternyata aku adalah putra seorang miliarder.

Bab 1 Erangan di Balik Pintu

Di gym sebuah universitas

Trevor Januardi, yang mengenakan seragam basket berwarna biru sedang berjalan melewati pintu gym.

Begitu dia memasuki gym, dia memungut botol air yang kosong dan kaleng-kaleng soda yang ditinggalkan oleh orang-orang yang menonton pertandingan sebelumnya.

"Alangkah menyenangkannya jika pihak kampus bisa mengadakan pertandingan basket setiap hari. Aku dapat dengan mudah menghasilkan 100 hingga 200 ribu rupiah dengan mengumpulkan botol-botol dan kaleng-kaleng ini. Jika aku bisa menghasilkan uang sebanyak itu setiap hari, aku dapat membelikan sebuah iPhone baru sebagai kado ulang tahun Sylvia."

Trevor mengangkat kepalanya dan melihat ke sekeliling, dia melihat gym yang berantakan dengan penuh semangat.

Ketika dia sedang mengumpulkan botol dan kaleng, sekelompok mahasiswa laki-laki bertubuh tinggi berjalan keluar dari ruang ganti.

Yang berjalan di tengah kelompok, yang memiliki rambut merah dengan sebatang rokok yang menyala di mulutnya bernama Bernard Guntoro.

Dia mengambil kaus kaki dan melemparnya ke arah Trevor.

Sebelum Trevor bisa mengelak, kaus kaki itu mendarat tepat di wajahnya, dan bau busuk yang tajam langsung menyerbu lubang hidungnya.

"Aku sudah meminta semua orang di tim untuk menyimpan pakaian kotor mereka selama satu minggu penuh agar kamu bisa mendapatkan lebih banyak uang. Kedengarannya bagus, bukan?"

Bernard melambaikan tangannya, dan anggota tim lainnya melemparkan pakaian kotor mereka ke arah Trevor.

"Sampah sepertinya lebih baik keluar dari kampus kita sesegera mungkin!"

"Orang ini telah mempermalukan kampus kita!"

"Kurasa dia tidak sedang memungut sampah, tapi dia sengaja ingin merusak kesenangan kita!"

"Dasar pecundang!"

"Aku ...."

Trevor mengibaskan kaus kaki kotor itu dari wajahnya dan wajahnya memerah.

Dia tidak boleh menyinggung Bernard.

Bagaimanapun juga, dia hanyalah seorang mahasiswa yang berasal dari keluarga miskin.

Dia hanya bisa bekerja paruh waktu di akhir pekan, dan pekerjaannya hanya sebagai kurir atau mengerjakan tugas kuliah untuk teman-temannya demi menghasilkan uang.

Itu satu-satunya cara agar dia mampu melanjutkan pendidikannya ke jenjang universitas.

Jika Trevor punya pilihan lain, dia tidak akan pernah berurusan dengan seseorang yang menyebalkan dan egois seperti Bernard.

Namun, karena dia harus menghasilkan uang untuk melanjutkan kuliah, satu-satunya hal yang bisa dia lakukan sekarang hanyalah menelan harga dirinya dan menahan amarahnya.

Dia menarik napas dalam-dalam, mengambil kaus kaki yang dilemparkan Bernard, dan melemparkannya ke dalam embernya.

"100 ribu untuk semuanya," katanya.

Bernard mengeluarkan dompetnya, mengeluarkan beberapa lembar uang, dan melemparkannya ke kaki Trevor.

Dengan senyum puas, dia berkata, "Itu 110 ribu untukmu, dan aku ingin kamu melakukan pekerjaan lain. Aku ingin kamu mengambil sebuah paket di gerbang kampus dan membawanya ke ruang ganti. Paket itu untuk Dennis Rustandi, kapten tim bola basket."

Setelah mengatakan itu, Bernard berbalik dan pergi bersama anggota kelompok lainnya dengan penuh semangat.

Trevor memungut uang itu dari lantai dan menggenggam lembaran-lembaran itu di tangannya dengan tangan terkepal.

"Aku sangat tidak suka berurusan dengan Bernard dan teman-temannya, tapi selama aku bisa menghasilkan uang dari mereka, aku tidak masalah."

Setelah Bernard dan kelompoknya pergi, Trevor lanjut memungut botol kosong dan kaleng soda di sekitar gym.

Setelah mengisi penuh kantong sampahnya, dia pergi ke pusat daur ulang di luar kampus untuk menjual semua yang telah dia kumpulkan.

Kemudian, dia bergegas ke gerbang kampus untuk mengambil paket untuk Dennis sebelum kembali ke ruang ganti.

Di sepanjang jalan, Trevor dengan hati-hati menghitung uang yang dihasilkannya hari ini.

Dia merasa lelah, tetapi dia merasa bahwa semua usahanya sepadan dengan apa yang dia dapatkan.

Dia tidak sabar untuk menabung uang yang cukup untuk membeli hadiah untuk pacar tersayangnya.

Trevor hendak membuka pintu ruang ganti ketika suara erangan seorang wanita menghentikan langkahnya.

'Heh? Kenapa suara wanita itu begitu familier?'

Wanita di balik pintu mendesah dengan penuh kenikmatan.

Wajah Trevor memerah ketika jantungnya mulai berdebar-debar di dalam dadanya.

Dia tiba-tiba menyadari bahwa suara wanita itu sangat mirip dengan suara pacarnya, Sylvia Wahyudi.

"Oh, Dennis, aku suka ketika kamu menyentuhku seperti itu. Ya, seperti itu. Teruskan, jangan berhenti."

"Ayolah, Sylvia. Hei, aku membelikanmu pakaian dalam yang seksi hari ini. Kenakan pakaian itu nanti, dan kita akan bersenang-senang lagi."

Ketika Trevor mendengar percakapan mereka, dia sudah tidak bisa menyangkalnya lagi.

"Sylvia? Apa yang sedang dia lakukan di sini?"

Darah Trevor mendidih ketika dia menendang pintu itu hingga terbuka.

Dia tercengang dan terkejut dengan pemandangan yang dia lihat.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku