icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
5.0
Komentar
11
Penayangan
10
Bab

(Hotelier's Romance Project) Maksud hati ingin mencari pengalaman, justru yang didapat hanya rentetan omelan. Lavina Roselani seorang bartender baru di hotel D'amore harus menghadapi si Angry bird, julukan yang ditujukan kepada Gyan Felix, Captain Bar D'Amore. Sampai si malaikat penolong, Reiki Savian datang menghibur Lavina. Lavina yang kesal akan membuktikan diri kepada Gyan di ajang bartender nasional. Namun, seiring berjalannya waktu, Lavina menemukan rahasia terbesar antara Gyan dan Reiki. Dan tanpa sadar pula dirinya terjebak dalam pesona dua lelaki itu sekaligus terjatuh dalam luka berujung kecewa.

Bab 1 Ketimpa Sial

"... Jadi, paham kan sama tugasmu? Anggap bar ini adalah bar milikmu sendiri," titah Gyan—captain bar—mengenakan setelan kemeja putih yang digulung sampai batas siku, dipadu celana formal dan sepatu pantofel senada. Satu jam memandu bartender baru yang tingginya sebatas pundak, berdiri di samping kiri ketika mereka berdiri di depan counter bar.

Lavina mengangguk dengan semangat, Gyan tersenyum miring kemudian meninggalkannya untuk memulai pekerjaan di D'amore Bar. Iris cokelat yang berkobar itu tak hentinya mengedarkan pandangan ke sekeliling dengan kagum. Bar yang berada di lantai dua dan jadi satu dengan area tempat grill ini memiliki fasilitas indoor dan outdoor serta ruang VIP yang luas, di bagian atap outdoor diberi batang kayu yang melintang saling berjejer tak terlalu rapat. Jadi, para pengunjung tidak akan merasa terlalu kepanasan walau di ruangan terbuka. Sementara itu, tembok sebatas pinggang orang dewasa berupa dinding semen dengan batu pualam, sehingga pengunjung masih bisa melihat hiruk pikuk kota Jogjakarta.

Kursi-kursi tamu one seat maupun double seat dibedakan di antara dua area bar tapi masih memiliki satu tema warna earth tone. Bagian area dalam yang lebih cocok untuk acara formal didominasi dengan warna cokelat tua, sedangkan bagian luar bar memiliki warna lebih cerah untuk kesan santai. Selang beberapa menit, Lavina menangkap satu lelaki yang berjalan cepat dari arah pintu masuk bar. Dia merapikan penampilannya lagi, tak lupa memasang senyum selebar mungkin hingga hampir mirip karakter Joker. Entah mengesankan atau justru menyeramkan.

"Selamat datang di D'amore Bar, Pak,” sapa Lavina ramah menyambut seorang lelaki berbadan tegap mengenakan setelan kemeja Hawaii yang mencolok di mata.

"Mau pesan apa?”

Lelaki itu duduk di atas kursi tinggi seraya mengedarkan pandangan ke arah bar display, di mana barisan botol liqueur dan liquor dari berbagai merek berjejer rapi. Menopang dagu dengan tangan kanan lantas menunjuk tepat di belakang Lavina seraya berkata, "Vodka.”

"Anda minum vodka di tengah hari seperti ini?” tanya Lavina menaikkan sebelah alis. "Apakah Anda sedang patah hati?”

Lelaki itu menyunggingkan senyum simpul. "Vodka, Tequila, Whisky ... apakah harus dikaitkan dengan patah hati? Dunia enggak sekecil itu, Mbak.”

Lavina mengangguk seraya tertawa, menunjukkan lesung tipis di kedua pipi. Baginya, seseorang menginginkan sebuah minuman tertentu pasti memiliki alasan tersembunyi. Orang mana yang mau mabuk-mabukan di tengah cuaca kota Jogjakarta yang kadang panas kadang tidak? Kecuali hati mereka yang sedang dilanda gelisah dan amarah, minuman bisa menjadi salah satu obat pelipur lara walau sementara.

"Baiklah, saya punya rekomendasi minuman untuk Anda,” tawar Lavina seakan tahu apa yang dibutuhkan oleh lelaki dengan garis rahang yang tegas itu.

Dengan lihai, jemari lentiknya meraih shaker seraya beratraksi juggling—melempar dan menangkap secara bersamaan, menggelindingkannya melewati belakang leher, bahu dan turun ke lengan kanan. Kemudian mengambil satu buah kiwi dan ketimun untuk dipotong kecil-kecil, menambahkan sirop gula sebagai penambah rasa manis dan menghancurkannya bersamaan. Setelah hancur, Lavina mengambil botol gin yang membuat tamunya menaikkan sebelah alisnya sambil tertawa. Gadis itu melempar senyum, ketika tangannya masih belum berhenti meracik minuman yang diyakini tamunya akan puas.

Gin non alkohol sudah tercampur dalam shaker. Langkah terakhir sebelum Lavina melakukan shaking, dia perlu menambah perasan lemon agar minumannya terasa segar dan sedikit asam sebagai penyeimbang sirop gula. Lantas, mengambil ice cube ke dalam shaker kemudian dikocok selama dua puluh detik. Paduan suara es batu yang saling bertumbuk dengan dinding stainless steel seperti menciptakan harmoni di telinga. Namun, yang tak kalah penting adalah rasa racikan minuman yang akan disajikan oleh gadis manis itu kepada sang tamu.

Sebelum menyuguhkan minuman, kesialan menimpa Lavina kala tidak sengaja tangannya menyenggol bartender lain yang kebetulan melintas membuat shaker yang dipegangnya terjatuh ke lantai. Netra cokelat yang berapi-api itu seketika padam, memandang campuran minumannya menggenang di atas lantai marmer berbarengan dengan pandangan semua orang yang tertuju padanya.

Detik berikutnya, Lavina menangkap sosok sang captain bar muncul entah dari mana dengan wajah murka dan mata melotot seakan ingin mengutuk si bartender baru.

"Lavina!" seru Gyan.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku