Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
5.0
Komentar
73
Penayangan
30
Bab

Perpisahan yang tak bisa dicegah. Terlambat? Ya, mungkin itu yang aku rasakan. Ketika aku mulai sadar, semua sudah terlambat. Menangis pun tidak akan mengubah semuanya, yang ada hanya rasa penyesalan. Kau hadir mewarnai hidupku, memberi arti tersendiri dalam hidupku. Mengajariku arti kesetiaan dan pengorbanan. Mengenalmu, membuatku merasakan rasa sakit, sedih, serta arti kebahagiaan. Jika aku bisa memutar waktu. Aku ingin memutarnya kembali dan aku ingin mengulanginya bersama denganmu.

Bab 1 Unlucky Day

"Sial!" Seorang pemuda menundukkan kepalanya, "Apa-apaan ini!" umpat seorang pemuda yang mendapatkan tubuhnya basah karena air yang baru turun dari atas. Bukan karena air hujan, tapi itu adalah air yang dibuang dari atas oleh seseorang yang baru saja selesai menjemur.

"Shit. Baju gue, basah." Kembali dia mengumpat. "Hari ini benar-benar hari sial buat gue," imbuhnya.

Kharis mengangkat kepala, menatap langit-langit. Pemuda itu sudah terbawa emosi.

"Woi ... jangan sembarangan membuang air bekas cucian dong," teriak Kharis.

Seorang laki-laki menyembulkan kepalanya dari atas.

"Opz ... sorry bro, gue tidak melihat lu di bawah sana. Lagi pula salah sendiri, kenapa lu berdiri di bawah situ?" teriaknya membalas.

"Eh, kenapa jadi lu yang nyolot!" teriak Kharis. Laki-laki tersebut menyembulkan kepalanya kembali. "Nah, lu sendiri sedang apa di situ? Kenapa pagi-pagi sudah nyempil di lorong?"

"Suka-suka gue lah," bentak Kharis.

"Eh, lu mau maling, ya?"

"Jaga mulut lu," gertak Kharis dengan mata melotot.

"Lah, kenapa jadi lu mendelik ke gue?" Terdiam sesaat. "Halah ... abaikan saja, tidak ada gunanya juga adu mulut yang tidak jelas."

"Eh, aturan lu harus minta maaf ke gue. Lu lihat nih, baju gue basah gara-gara lu!" teriaknya mendongak ke atas.

Namun, laki-laki tersebut telah masuk ke dalam rumah dan menutup pintunya. Kharis yang tidak terima akan hal itu, dia berteriak ngomel-ngomel tidak jelas. Tiba-tiba ....

"Woi, mulut lu bisa diam tidak?" bentak seorang Ibu yang mengacungkan wajan teflon pada Kharis. "Pagi-pagi sudah berisik. Kalau lu mau adu mulut, sana pergi ke lapangan."

"Santai dong, Bu. Ini juga gue mau pergi."

Kharis melangkah keluar dari gang sempit di antara dua rumah susun. Ya, pagi itu Kharis sudah berada di area rumah susun di pusat kota.

"Sial sekali gue pagi ini," gerutu Kharis melangkah sambil membersihkan bajunya.

Kharis Abhimanyu pemuda yang sedikit urakan, menganggap dirinya seperti Bos, dan terkenal plaboy. Pemuda dengan perawakan tinggi 175 cm ini terlihat begitu menawan di hadapan para kaum hawa.

Beralih ke tempat lain yang tak jauh dari lokasi Kharis berdiri. Seperti biasa, pagi itu adalah hari yang cerah. Meskipun tidak secerah hari kemarin, setidaknya tidak ada awan gelap yang menutupi paras indah sang raja langit.

Tampak seorang gadis sedang menganyuhkan sepatu rodanya di trotoar jalanan ibukota. Gadis cantik dengan lesung pipi yang menghiasi wajahnya menganyuh sepatu rodanya dengan kecepatan rata-rata. Sesekali dia melihat jam digital yang melingkar di tangan kirinya. Dia memang terlihat sangat terburu-buru. Namun, dia tetap ingat akan keselamatan dirinya.

Rismaura Khairani adalah nama gadis itu. Gadis berparas cantik, berlesung pipi, berambut hitam lurus panjang. Pagi itu terlihat sangat tergesa-gesa.

Berkali-kali dia melirik jam tangannya dan kembali menatap jalan di depannya. Risma sangat mahir memainkan sepatu rodanya, kedua kakinya begitu lincah.

"Semoga aku tidak terlambat," pikirnya. Dia merasakan detak jantungnya tidak menentu. Dalam pikirannya terlintas bagaimana jika dia telat sampai tempat tujuan.

Risma menepis pikiran negatif itu, dia terus mengayuh kakinya dengan cepat. Dia ingin segera sampai di tempat sebelum terlambat.

Risma terus mengayuh sepatu roda kesayangannya hadiah pemberian dari sang Nenek tercinta. Sepatu roda itu selalu menemani aktivitas Risma setiap hari. Gadis itu begitu lihai memainkan sepatu roda di kakinya. Dia meluncur dengan sangat indahnya di trotoar.

Pagi yang cerah, jalanan masih tampak lenggang. Namun, di sisi lain Risma benar-benar takut kalau dia sampai terlambat. Diliriknya kembali jam yang menempel di tangan kirinya.

"Sedikit lagi dan hampir sampai," ujar pelan dan masih fokus dengan mata menatap lurus ke depan. "Satu belokan lagi," sambungnya.

Namun, karena kelalaiannya terjadilah sebuah tabrakan yang tidak bisa dihindari oleh Risma.

BRUUKK!

Risma terjatuh di atas aspal. Gadis itu meringis kesakitan, tapi untung dia menggunakan pelindung di tubuhnya. Risma memang tidak pernah melupakan helm serta Deker Protector In line Sepatu Roda. Alhasil, Risma sama sekali tidak terluka.

Berbeda dengan pemuda yang ditabraknya. Dia tersungkur di atas aspal juga dan sepertinya dia sedikit terluka. Sudah bisa ditebak, pemuda itu langsung marah-marah tidak jelas.

"Hei, lu punya mata tidak sih? Lu harus tanggung jawab," pekik Kharis terlihat marah dengan mata melotot.

"Tanggung jawab apa?" balas Risma.

"Lu nabrak gue. Lihat nih!"Kharis menunjuk kulitnya yang terluka.

"Kenapa jadi gue yang disalahkan? Lu sendiri jalan pakai mata tidak?" Risma makin judes.

"Jelas-jelas lu yang nabrak gue sampai jatuh. Masih saja mau ngelak." Suara Kharis makin meninggi.

"Salah sendiri lu jalan di tengah-tengah. Hei ... orang kalau mau jalan itu di trotoar, bukan di tengah jalan. Apa karena jalanan sepi jadi lu jalan seenak jidat lu. Lu pikir ini jalan nenek moyang lu," bentak Risma.

"Sudah tahu salah malah nyolot!" Kharis makin naik pitam. Kharis menggulung lengan bajunya.

"Eh ... eh, lu mau apa?" teriak Risma sambil memasang kuda-kuda.

Namun, sebelum aksi itu terjadi, seseorang berteriak dan mengalihkan atensi mereka berdua.

"Woi bro!" teriak seseorang.

Kharis dan Risma menoleh ke arah datangnya suara tersebut.

"Di sini lu yang salah, bro. Cewek itu tidak bersalah. Kalau lu tidak percaya, itu ada CCTV," tunjuk pemuda tersebut. "Lu bisa memeriksa CCTV di sini biar lu percaya," imbuhnya.

Kharis mendongak ke atas melihat CCTV dengan lampu warna merah yang berkedip-kedip. Lalu dia mundur dan mengangkat tangannya.

"Okay," ucap Kharis. Kemudian tatapannya beralih pada Risma di depannya.

"Kali ini lu selamat. Lain kali jika kita bertemu lagi, gue akan membuat perhitungan dengan lu," ancam Kharis sambil menunjuk dengan jari telunjuknya.

"Whatever and I don't care!" Risma tersenyum mengejek, lalu dia menjulurkan lidahnya, dan memutar badannya. Setelah itu dia melesat meninggalkan Kharis yang sedang dalam keadaan dongkol.

"Huh ... dasar cewek sialan," seru Kharis menyepak angin di atas aspal. Mata Kharis terus menatap Risma yang mengayuh sepatu rodanya hingga hilang di belokan gang depan sana. "Kenapa hari ini gue sial terus?" gerutunya.

"Baju basah karena disiram orang yang tidak bertanggung jawab, dan ditabrak oleh cewek sialan," imbuh Kharis memegang jidatnya yang agak memar dan benjol.

Kharis melangkahkan kakinya kembali. Kali ini dia berjalan menyusuri trotoar dan tangannya masih memegangi keningnya, lalu beralih ke sikut.

"Sakit semua badan gue," rengek Kharis. "Sumpah ... kalau gue sampai ketemu dengan cewek itu lagi. Gue akan bantai habis si cewek sialan itu." Kharis menggerutu tidak jelas. "Agh ... benar-benar hari yang sangat sial!" umpatnya.

Kharis kembali menyepak sebuah batu kerikil berukuran lumayan yang ada di trotoar. Batu kecil yang dia sepak dan melayang mengenai sesuatu.

PYAAR!

Suara apa itu? Apakah Kharis akan mendapatkan masalah baru?

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Buku lain oleh HenZie

Selebihnya
Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku