icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Harta, Tahta, Anak Tungal Kaya Raya

Harta, Tahta, Anak Tungal Kaya Raya

Kalasenjana

5.0
Komentar
820
Penayangan
10
Bab

Ella dan William adalah dua sahabat karib yang terlalu terbiasa bersama sejak kecil, membuat keduanya seringkali kesulitan mendeskripsikan status masing-masing. Terlebih Ella, yang hampir setiap hari harus menahan perasaannya untuk William yang kian hari kian membuncah. William selalu menjadi primadona di mana ia berada, bagaimana tidak, ia adalah seorang anak tunggal kaya raya tampan yang sebentar lagi akan mewarisi perusahaan sang ayah. Tak sedikit perempuan yang terang-terangan menyukai William. Hingga akhirnya hatinya jatuh untuk perempuan bernama Camelia. Meskipun demikian, di mata lelaki itu, Ella adalah perempuan nomor satu dalam hidupnya. Namun, hubungan persahabatan itu akhirnya menyulitkan Ella. Pasalnya, ia selalu dianggap menjadi penghalang hubungan William dengan Camelia. Sedangkan William tak pernah peka dengan apa yang Ella alami, perempuan itu selalu berjuang sendirian. Apakah William akan tetap memegang prinsipnya untuk selalu memprioritaskan Ella? Ataukah kehadiran sosok Camelia membuatnya menjauh dari Ella? Dan bagaimana Ella berdamai dengan perasaannya sendiri yang semakin bulat untuk William?

Bab 1 Ella and William

"Ella, nanti pulang bareng aku lagi, ya?" teriak William dari koridor kantor sambil melambaikan tangan pada sahabatnya, Ella. Sontak pandangan orang-orang di sekitar koridor itu langsung tertuju ke arah Ella, sambil berbisik-bisik ria.

"Ih, itu si FWB nya Pak William ya?"

"Gatel banget tuh cewek, sayang banget Pak Williamnya."

"Kasihan dong calon pacar Pak William?"

Begitulah kira-kira gunjingan demi gunjingan yang sayup-sayup tertangkap telinga Ella. Perempuan itu menghela nafas kasar, lantas berbalik menuju ruangannya dengan menunduk lesu.

Padahal baru dua bulan ia pindah ke kantor baru milik ayah William, sahabatnya sejak kecil. Tapi rumor-rumor menyedihkan itu sudah berkali-kali mencercanya.

Sejak kecil mereka memang selalu bersama, tumbuh bersama berdua, hingga pada akhirnya mereka kesulitan mendeskripsikan status masing-masing untuk satu sama lain.

Mereka memang hanya sahabat, tapi sepertinya juga lebih dari itu. Tapi bukan pacar juga, karena baik William maupun Ella sering berganti pacar sejak remaja.

Bahkan sekarang pun William juga sedang PDKT dengan salah satu rekan kantor. Sedangkan nasib percintaan Ella sedang menggantung karena pacar brengseknya tak bisa ia hubungi berhari-hari.

"Eh kamu mau pulang bareng aku nggak, Ella?" tawar Kinan, salah satu rekan kerja satu divisi yang nampaknya menaruh perhatian lebih untuk Ella.

"Eh sorry Kin, hari ini aku bareng William."

"Lagi?" Tak sengaja Kinan berkomentar, kalimatnya langsung menarik atensi Ella yang sebelumnya merapikan berkas-berkas di meja.

"Apa maksud kamu 'lagi'? Kamu teman baruku yang paling baik disini sejauh ini, Kinan. Aku harap kamu nggak kaya mereka-meraka itu," ucap Ella agak sensitif. Entahlah, moodnya sedang hancur usai bertemu dengan pegawai-pegawai sialan yang menggunjingnya barusan.

"I'm sorry, aku kelepasan bilang gitu. Maaf, Ella," sesal Kinan. Perempuan yang diajak bicara hanya terdiam dan menganggukkan kepalanya, sedikit merasa bersalah juga pada Kinan. Padahal laki-laki itu adalah satu-satunya rekan kantor yang mau mengajaknya bicara tanpa peduli dengan gosip tentangnya.

"Ya sudah, aku duluan ya? Kamu pasti masih nunggu Pak William. Dia ada rapat, kayanya pulang sejam lagi, kan?" tanya Kinan ragu.

"Iya, hati-hati," senyum pun mengembang di wajah cantik Ella, membuat Kinan sedikit lega.

'William rapat lagi? Hmm kenapa nggak bilang?'

---

"Hei, marah?" William mengencangkan sabuk pengaman milik Ella yang diam saja begitu masuk mobil dengan raut muka cemberut. Perempuan itu hanya menggeleng kemudian melihat keluar jendela sambil menyangga dagunya dengan tangan kiri.

"Kamu kenapa? ada yang salah? aku salah?" Lelaki itu bolak balik melihat ke jalanan dan ke arah Ella.

"Enggak, Will. Fokus nyetir aja deh."

"Lagi datang bulan ya? Eh enggak mungkin, jadwal kamu kan tanggal lima belas bulan ini."

Kalimat itu berhasil membuat Ella menoleh kearah William sambil mengerutkan dahinya.

"Kamu bahkan hafal tanggal datang bulanku?"

"Iya dong, kamu kan selalu pengen cuddle tiap tamunya lagi dateng. Kenapa emangnya?"

Ella menggeleng lagi, pikirannya kembali berkecamuk. Benar-benar tak ada hal yang tak diketahui lelaki disampingnya itu tentangnya. William memang sesayang itu pada Ella. Ia akan selalu memprioritaskan Ella diatas segalanya, bahkan dibanding dirinya sendiri sekalipun.

"William, semakin hari semakin ribet aja status kita ini. Kamu mau apa sih, Will?" batin Ella.

Lagi-lagi kalimat itu tertahan di tenggorokannya saja, tak pernah terlontar. Pernah sekali Ella jujur pada William tentang hal-hal yang mengusiknya itu, saat itu mereka masih duduk di bangku SMA dan Ella menjadi bahan bully teman-teman pacar William.

Tapi diskusi itu berakhir sedikit menggantung dengan perjanjian yang mereka simpulkan, bahwa tidak boleh ada diantara keduanya yang saling meninggalkan satu sama lain.

William pun hanya menghujani Ella dengan kata-kata manis penyejuk ragunya saat itu. Mereka berjanji, tidak akan terbawa perasaan dihubungan persahabatan mereka. Tapi kesimpulan itu agaknya tidak membantu sama sekali. Karena Ella sekarang dibuat pusing lagi karena hubungan mereka

"Hei? Ella??"

"Hah? Iya? Kenapa, Will?" Ella gelagapan, terkejut dengan teriakan William.

"Aku dari tadi ngoceh nggak kamu dengerin? Ngelamunin apa sih?" gerutu lelaki berlesung pipi cantik itu.

"Hehe lagi butuh istirahat aja kok. Tadi bilang apa?" Sejujurnya Ella memang butuh istirahat, bukan hanya tubuhnya tapi juga otak dan hatinya tentu saja. Dua bulan sudah ia kerja rodi dibawah perintah atasannya.

"Ini, aku mau mampir ke tempat Camelia dulu. Dia tadi pesen suruh beliin smoked beef di resto dekat kantor, dia bolos kerja hari ini karna sakit katanya."

"Kamu beneran PDKT sama dia?"

"Iyalah, katanya sih dia suka sama aku sejak lama hahaha."

"Hmm" Ella hanya mengangguk, matanya melirik kearah rear vision mirror yang merefleksikan bayangan dari kursi tengah mobil. Dilihatnya satu kotak besar yang ia tebak adalah smoked beef pesanan Camelia, lengkap dengan satu bucket bunga cantik disampingnya.

"Kenapa? cemburu?"

"Nggak," jawab Ella singkat, menimbulkan kerutan di dahi William.

"Kamu beneran nggak marah kan? Aku cium nih kalo marah" enteng William.

"William!! jangan bercanda. Udah, fokus sana!" Tanpa Ella sadari, pipinya merah tersipu. Perempuan itu mengutuki dirinya sendiri dalam hati.

"Orang udah sampai kok." Lelaki itu menjulurkan lidahnya meledek.

Memang bukan sekali dua kali William tiba-tiba mencium Ella. Bukan di bibir, hanya kecupan singkat di pipi. Sejak kecil, William dan Ella memang sangat touchy satu sama lain, terlebih William.

Tapi tetap saja, naluri Ella berkata itu tidak benar. Setidaknya jika status mereka masih sebatas sahabat semata.

Begitu sampai di rumah gebetan William, lelaki itu turun dan mengambil hadiah untuk sang gebetan.

"Hmm, mau bunga juga," batin Ella.

Lelaki itu menghambur memeluk Camelia yang ternyata sudah menunggunya di depan rumah.

"Harus banget ya nunggu dipinggir jalan kaya gitu? Alay," batin Ella lagi.

Dua sejoli itu mengobrol selama beberapa saat, sesekali menengok kearah Ella. Mata Ella melebar saat melihat keduanya tiba-tiba... berciuman. Ya, Camelia mencium bibir William tiba-tiba. Tapi lelaki itu tak menolak, justru semakin memperdalam ciuman itu.

Hati Ella entah kenapa perih rasanya, ludahnya bahkan tak tertelan, serasa tertahan di tenggorokan. Ia hanya bisa memalingkan wajah sambil pura-pura sibuk dengan ponselnya.

"Maaf, lama," ucap William yang langsung kembali kedalam mobil.

"Kamu lihat? sorry ya" Tangan William mengacak rambut Ella tanpa permisi.

"Apa sih, biasa aja kali. Aku juga sering ciuman sama pacarku. Tapi nggak di pinggir jalan siang-siang juga kali, Will."

"Hehe, maaf. Dia kangen aku katanya." Mendengar itu, Ella hanya merotasikan bola matanya.

"Katanya belum pacaran? Kok udah cium-cium? Apalagi nanti kalo udah pacaran? Bakal ngapain aja kamu?"

"Heh, enggak akan. Kita kan udah janji nggak akan pernah skinship lebih dari ciuman sama pacar kita. Aku akan jaga diri, kamu juga akan aku jaga. Banyak cowok brengsek diluar sana."

"Kamu juga brengsek, Will,"

"Ya tapi kamu kan cowok juga, Will. Sama aja," sinis Ella, tangannya kemudian diraih William yang segera ditepisnya.

"Ih, Ella..."

CUP

Kecupan singkat mendarat di pipi kanan wanita itu. Matanya terbelalak, siap-siap memukul William tapi ditahannya.

"Ih, William... Kan aku udah bilang jangan cium-cium aku lagi"

"Kenapa sih? Sumpah kamu berubah sejak pindah kerja deket sama aku malah nggak mau disayang-sayang" William memanyunkan bibirnya, Ella luluh juga.

"Binggo, that's it."

"Apa? "

"Hah? enggak, lupakan," pungkas Ella.

"Aku capek, Will. Capek jadi bayang-bayang kamu terus," lirihnya dalam hati.

----

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Buku lain oleh Kalasenjana

Selebihnya
Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku