Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
MENGGODA DOSEN GALAK

MENGGODA DOSEN GALAK

Rose Marberry

5.0
Komentar
494
Penayangan
9
Bab

Jika mencintai mantan adalah dosa, maka Darris dengan senang hati melakukan dosa berkali-kali. Darris masih mencintai mantannya-Netanya. nama yang memiliki arti hadiah dari Tuhan. Darris tak bisa mengalihkan perhatiannya pada Neta. Dan Darris merasa, Neta adalah hadiah dari Tuhan. Wanita yang sering ia panggil Net. membuat Neta ingin melempari Darris dengan heels 12 centi miliknya. Dan yang lebih mengejutkan. Setelah 6 tahun berpisah karena pendidikan, dan sekarang Darris kembali mendapatkan jackpot. Neta kembali dengan menjadi dosen-bahkan jadi dosen pembimbing. bisakah Darris kembali membimbing Neta hingga pelaminan?

Bab 1 Cintaku Terpentok Martabak Gosong

"Papa cuman punya satu anak, dan saat kamu teruskan jadi Selebgram yang bisa meredup kapan saja, dan ilmu yang kamu dapatkan dari Cambridge jadi sia-sia. Jangan! Papa mengirim kamu ke luar negri, untuk kembali dan mencerdaskan bangsa. Saat orang lain lulusan luar negri berebut ingin jadi direktur, Papa minta jadilah dosen.

Terapkan ilmu yang kamu dapatkan di sana. Saat kamu merasa didikan di sini salah, jangan mengulang kesalahan yang sama." Neta diam. Entah ia harus bersyukur atau menangis karena nasib ini. Ia terlahir dengan sendok emas di mulutnya. Orang tuanya sudah kaya tujuh turunan. Jadi, walau tak kerja Neta akan tetap mendapatkan semua fasilitas yang ia inginkan. Seperti hedon dan berkumpul bersama teman sosialita. Tapi semua itu tidak ia lakukan, karena Neta tahu pertemanan oleh kalangan atas kaum Borjuis tidak ada yang tulus, semua uang-uang dan uang.

Terkadang Neta ingin berlari dari semua ini, dan hidup sendiri secara sederhana yang penting apa yang ia inginkan ada—baiklah sama saja. Neta tak pernah mengerti apa itu susah, tak tahu bagaimana saat shampoo habis dan ditambah air, bagaimana saat botol kecap di telungkupkan saat sudah habis, atau susu kaleng di balik karena susah tetes terakhir. Apa pun keinginannya, dalam sekejap mata terpenuhi membuat Neta merasa hidupnya tidak tertantang sama sekali.

Saat dari belajar berjalan, ia sudah banyak mengikuti les sana-sini, agar ia bersinar dan gemilang seperti anak-anak rekan orang tuanya. Tapi, saat les vocal Neta tahu suaranya fals, saat les piano membuat pelatih hampir meledak kepalanya, karena Neta tak pernah menguasai not balok, saat belajar bermain biola senar sampai putus, entah tangan besi apa yang Neta pakai. Terkadang ia lelah, hidupnya serba diatur.

Dari bangun, hingga tertidur kembali. Semua pakaiannya sudah disiapkan dan harus teratur, seperti saat pergi ke undangan, makan malam bersama, bersantai di rumah, bahkan sekedar membaca buku untuk menghibur diri sendiri.

Ia adalah Netanya Aurel Braja. Keturunan Braja yang menjadi kaum kayu jati di negri ini. Jika menyebut nama Braja semua akan tahu, bagaimana kayanya keluarga itu. Karena dari belajar berjalan hingga SMP Neta selalu dipilihkan apapun yang kadang menentang hati nuraninya. Akhirnya, saat SMA Neta menentang dan merajuk keluar dari rumah tanpa alas kaki karena sudah capek di sekolah elite, karena ia tak punya teman. Neta ingin seperti remaja normal lainnya. Neta menerima syarat, asal kuliah nanti ia harus kuliah di luar negri. Neta terpaksa menerima, yang penting masa remajanya tak terlalu sia-sia—hidup dalam kehampaan.

Saat SMA, Neta senang bisa menjadi sedikit normal. Ia mempunyai teman dari kalangan biasa, walau penampilan dirinya tidak membohongi dirinya. Karena apa yang ia pakai dari atas sampai bawah berteriak mahal. Tapi Neta membohongi semua orang kalau semuanya ia beli KW. Padahal, untuk kaus kaki saja ia pakai yang bermerek yang bahannya dibuat khusus dan tidak akan rusak tujuh turunan.

Saat melihat teman yang susah, diam-diam Neta membantu memberi uang tanpa identitasnya diketahui orang lain. Dengan menyelipkan uang di buku catatan, saat semua heboh Neta memilih cuek dan bilang kalau tak mau duitnya sedekah saja.

Pertemuan Neta dan Darris sebenarnya klise sangat klise. Karena semua hal dilarang dan diatur, diam-diam Neta bandel pergi ke kantin ingin makan soto. Kata ibunya, itu makanan murahan dan tidak akan cocok di lidahnya dan membuat perut Neta sakit. Karena Neta selalu diberi bekal dari rumah, dimasak khusus oleh chef yang pernah mengikuti audisi khusus di Chef Oke Punya. Soal keaslian dan higenis makanan semua sudah dijamin. Itu yang membuat Ibu Neta khawatir, anak semata wayangnya sakit perut makan sembarangan.

Saat itu Neta sudah mengidam selama seminggu karena ia melihat setiap istirahat teman-temannya sering memakan soto dan nasi goreng. Neta sering memakan nasi goreng—dengan catatan nasi goreng rasa restoran bintang lima.

"Bude beli soto." tanya Neta ragu. Bude yang sudah menyediakan soto beserta pelengkap di dalamnya hanya menambahkan kuah panas yang masih mendidih.

"Sambalnya ambil sendiri, saos atau pakai kecap." Neta memeringkan wajahnya. Apa ini seperti makan steak yang dituangkan saus mushroom atau makan cheese burger dengan ekstra cheese? Neta tidak mengerti. Ia bahkan sampai takut, memegang mangkuk tersebut.

"Bude antarkan ke meja saya. Takut jatuh." Bude Nia menarik napas. Ia tak kenal anak ini, penampilannya rapi dan terlihat bukan seperti bukan orang biasa. Penampilannya tidak membohongi apapun, parfum shampo yang keluar dari rambut Neta mengatakan kalau semuanya bukan shampo murahan yang dipakai sejuta umat. Shampo beli satu gratis satu.

Saat semua sudah tersaji di depannya. Neta mencicipi sedikit, dan kuahnya terasa aneh? Neta mencoba lagi, lumayan.

"Makan soto itu enaknya dicampur sama perasan jeruk sambal. Itu adalah ajaran kembaran aku. Dan memang enak." Neta mengangkat wajahnya, seorang cowok tengil yang ia yakini seperti remaja bandel lainnya.

Cowok itu langsung meminta Bude Nia untuk memotong jeruk sambal untuk diperas di kuah soto.

"Katanya pakai jeruk nipis." Neta menunjuk dengan alisnya. Ia menopang wajahnya, ia baru melihat jeruk kecil tersebut. Bentuknya mengemaskan, ia sudah familiar dengan lemon. Karena Ibunya mengajarkan Neta minum lemon tea hangat setiap pagi.

"Ini namanya jeruk sambal. Di rumahku, bunda sengaja beli sekilo tiap minggu. Karena kembaranku suka sangat dengan jeruk ini." jelas Darris. Neta masih memandangi cowok tengil di depannya. Ia berusaha sok akrab atau memang orangnya seperti ini?

"Oh ya? Rasanya manis?" tanya Neta. Darris memandang lawannya. Cantik! Bahkan kembarannya kalah cantik, jika Neta dan Ilene disandingkan maka sinar Neta lebih bersinar. Apa mungkin karena ditunjang dengan apa yang menempel di tubuh Neta?

"Coba aja." Darris memberi jeruk mungil itu pada Neta. Gadis itu mengambil jeruk kecil tersebut dan melihat banyak biji di dalamnya. Neta mendekati ke lidahnya dan menjilat sedikit. Wajah Neta langsung jelek. Darris langsung tertawa, sambil memegangi perutnya. Ini cewek baru keluar dari gua mana?

"Ih jahat! Ini rasanya pahit, masam iuwwww rasanya mengerikan." sungut Neta kesal. Darris masih tertawa dan menggeleng. Tak percaya, ia menjumpai manusia unik hari ini.

"Udah makan, nangis tuh sotonya." tunjuk Darris pada soto Neta yang mungkin sudah dingin. Neta menunduk melihat soto miliknya yang kuahnya berubah jadi keruh.

"Mana ada soto nangis. Dia nggak punya mata, nggak ada air mata." protes Neta. Dia adalah anak yang sangat rasional dan realistis.

Darris mengangguk. "Itu yang bunda aku ajarkan. Kalau ada makanan trus makan tak habis atau macam nih, nanti makanannya nangis." Demi apa, Neta membayangkan jika nasi punya kaki, tangan, mata, mulut dan mereka menangis sampai air matanya banjir.

"Waoh baru tahu." Yang Neta tahu, mereka mempunyai table manner, di mana saat makan tak ada yang bersuara dengan duduk rapi. Piring besar di depannya sudah terisi sendok, garpu dan pisau. Duduk tegap dengan napkin di pangkuan dan siap dipakai untuk menyeka mulut. Dan saat makan harus ada appatizer, makanan utama dan dessert yang manis.

"Mau makan nggak nih?" Neta hanya menganga, saat Darris sudah menarik mangkok soto miliknya dan tanpa malu memakan miliknya.

"Kamu mengambil yang bukan milikmu." protes Neta. Ia sudah terbiasa hidup disiplin hidup berkecukupan—terlampau cukup sehingga Neta tak perlu memgambil milik orang lain, karena ia sudah punya segalanya.

"Alah mubazir." jawab Darris. Akhirnya dengan kesal, Neta berebutan soto bersama Darris. Ingatkan dirinya agar tak perlu bertemu lagi dengan si rese ini.

Dan hari-hari berikutnya, Neta selalu dihadapkan dengan laki-laki ini. Dan herannya, Darris seolah tahu makanan apa yang ingin ia coba, hanya makanan sederhana—seperti gorengan dan makan dengan cabe rawit. Ibunya melarang makan gorengan karena bisa menimbukkan kolesterol jahat—gorengan mengandung minyak yang banyak.

Dan makanan paling legend yang takkan Neta ingat selamanya adalah martabak mie gosong berwarna coklat, tapi rasanya ia tak bisa melupakan bahkan selalu terngiang saat Neta berada di luar negri.

Darris mengaku, jika ia buat sendiri dibantu kembarannya. Bentuknya memang jelek, warnanya coklat—gosong, dan laki-laki itu membawa cabai rawit. Kata Darris ia dan cabe itu seperti burung dan sayapnya tak bisa dipisahkan dan tak bisa berjalan tanpa keduanya. Neta yang tak biasa makan pedas dan cabai, lama-lama ketagihan makan cabai. Bahkan diam-diam ia meminta chef keluarganya membuat martabak mie. Walau bentuknya cantik, dan warnanya matang sempurna, tetap saja martabak hancur milik Darris tetap terbaik.

Mungkin dibuat judul FTV : Cintaku Kepentok Martabak Mie Gosong.

6 bulan kebersaaman, Darris dan Neta sadar mereka ingin lebih. Tapi, Darris tak pernah tahu identitas aslinya. Karena Neta tahu, laki-laki akan mundur duluan jika ia menyebutkan nama Braja di semua orang. Braja memiliki banyak usaha, salah satunya adalah pemilik perusahan PetroMini. Perusahaan yang menjual bahan bakar, dengan ratusan ribu karyawan dan mempunyai banyak cabang di seluruh negri.

Neta ingin merasakan bagaimana pacaran normal seperti remaja lainnya dan pergi kencan. Walau pergi kencan rasanya mustahil, orang tuanya mengizinkan.

Namun Darris pengertian, dan Neta senang karena Darris mempunyai kembaran yang ramah. Neta tahu, Darris dan kembarannya adalah orang-orang yang tulus. Neta sebenarnya penasaran bagaimana keluarga Darris. Ia tahu, dari anak-anaknya keluarga Darris adalah keluarga yang harmonis, berdasarkan cerita Darris diam-diam Neta mengamgumi Bunda Darris, Neta bisa menduga ia wanita yang luar biasa. Beliau membebaskan anak-anaknya melakukan apa yang mereka mau, asal tidak merugikan diri sendiri maupun orang lain dan itu untuk kebaikan mereka sendiri. Berbanding seperti dirinya yang semuanya serba diatur. Bahkan, sebelum tidur, Neta harus melakukan banyak ritual agar menunjang penampilannya. Ibu Neta adalah orang yang memperhatikan penampilan. Penampilan itu aset penting yang dimiliki oleh wanita. Jangan sampai wanita tidak pandai merawat diri dan suami berpaling, itu yang Ibu Neta tekankan. Hingga, Neta punya jadwal seminggu sekali ia pergi untuk perawatan diri. Entah lulur, pijit, spa, atau mengurus rambutnya atau kukunya dirawat. Hidupnya memang terjamin. Terkadang saat Neta ingin mengeluh, ia tahu jutaan manusia ingin berada di posisinya saat ini, hingga akhirnya Neta memilih diam dan mengikuti apa yang telah orang tuanya rancang demi masa depannya.

Kembali ke penampilan, Ibu Neta juga sangat memperhatikan makanan Neta karena makanan juga akan mempengaruhi penampilan. Seperti terlalu banyak makan yang berminyak, makan yang terlalu manis yang terlalu pedas. Hingga semua makanan yang masuk dalam perut mereka harus higenis. Ibu Neta juga tak mau tubuh Neta gendut.

Dan saat sudah dewasa, Neta merasa hidupnya terus diatur. Mungkin satu-satunya cara agar bebas dari cengkraman ini adalah ia bersuami dan orang tuanya tak bebas mengatur dirinya. Tapi sekarang, Neta jomblo—jomblowati. Ia tidak ngenes, dan ia harus punya target sebelum orang tuanya menjodohkan dirinya demi bisnis keluarganya. Neta benci perjodohan—ia ingin menikah atas dasar cinta.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Buku lain oleh Rose Marberry

Selebihnya
Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku