Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Mencintai Istri Kakakku

Mencintai Istri Kakakku

LeeNaGie

4.5
Komentar
29.7K
Penayangan
60
Bab

Sebuah kesalahan termanis membuat Farzan menyadari perasaan terdalam di hatinya. Ia mencintai Arini, kakak iparnya sendiri, yang telah membesarkannya dengan penuh kasih sayang. Tak ingin dicap sebagai pebinor, Farzan memilih untuk menyimpan rasa itu rapat-rapat. Let it be HIS SECRET. Suatu hari Brandon, sang Kakak, mengetahui apa yang telah Farzan lakukan dengan Arini. Pemuda itu diminta untuk segera menikah, agar tidak menjadi duri di dalam pernikahannya. Farzan meminta Nadzifa, gadis yang pernah dijumpai waktu di Zürich, untuk menjadi kekasih gadungan yang akan diperkenalkan sebagai calon istri. Rupanya gadis itu memiliki motif tersembunyi menerima tawaran dari Farzan. Sebuah peristiwa terjadi menjelang pernikahan mereka, sehingga Farzan mempunyai peluang besar untuk memiliki Arini seutuhnya. Akankah ia berpaling meninggalkan Nadzifa? Atau justru jatuh ke dalam permainan gadis itu?

Bab 1 Kesalahan Termanis

Dentuman musik di klub malam salah satu kota terbesar di sebelah utara Swiss, Zürich, terdengar menggema ke seluruh ruangan. Sepasang mata elang sedang menatap nanar foto yang ditampilkan layar ponsel. Tampak seorang perempuan berkerudung tersenyum ramah sedang memeluk remaja laki-laki berusia tujuh belas tahun. Remaja itu adalah dirinya.

Ada hal yang mengganggu pikiran pemuda itu hampir satu bulan belakangan ini. Lebih tepatnya sejak kejadian yang tidak terduga membuat ia sadar dengan perasaan sendiri. Perasaan yang tidak boleh ada.

“Beneran nggak minum, Zan?” tanya seorang mahasiswa yang berasal dari Indonesia.

Pria berkulit kuning langsat itu menggelengkan kepala. “No thanks!” sahutnya mengangkat tangan sekilas.

“Farzan mana mau minum-minum. Bisa diomelin kakak iparnya,” ledek yang lainnya.

Lelaki bernama Farzan itu melirik sekilas dengan tatapan malas. Dia sedang tidak ingin berdebat sekarang.

“Lo kenapa sih? Sejak balik dari Indo banyakan diam.”

Farzan mengangkat bahu singkat, tanpa menjawab pertanyaan tersebut. Dia mengunci layar ponsel, sehingga wallpaper bergambar dirinya dan seorang perempuan menghilang begitu saja. Tangannya terulur ke atas meja, mengambil jus melon yang tinggal setengah.

Sebuah senyum samar tergambar di bibir sedikit tipis di bagian atas dan penuh di bagian bawah milik Farzan, ketika melihat gelas yang ada dalam genggamannya. Jus melon adalah minuman kesukaan Arini, istri kakak tiri lelaki itu. Dia menarik napas berat ketika luapan perasaan seakan tak bisa lagi ditahan.

“Masih mikirin kejadian waktu itu?” Seorang pria berambut ikal mengajukan pertanyaan kepada Farzan, setelah dua orang lainnya keluar dari room yang mereka sewa.

Kepala yang dihiasi rambut model layered itu bergerak ke atas dan bawah. “Gue merasa jahat, Bram.”

Bramasta, sahabat Farzan, menepuk pundaknya. “Itu bukan salah lo, Zan. Kalau gue berada di posisi yang sama, mungkin nih ya, mungkin nggak bisa nolak juga.”

Pemuda berkacamata itu menarik napas singkat. “Apalagi kakak ipar lo cantiknya kebangetan. Bayangin, umur empat puluh tahunan masih awet kayak umur dua puluhan. Keturunan vampir kali ya.” Bram berdecak kagum.

“Beruntung banget abang lo nikah sama dia,” sambungnya geleng-geleng kepala.

Farzan tersenyum kecut membenarkan perkataan Bramasta. Arini Maheswari, kakak ipar yang kini bersemayam di hatinya memang memiliki kecantikan yang tidak pudar dimakan waktu. Wanita yang telah memiliki dua orang anak itu ibarat bidadari, seperti namanya.

“Kak Arini nggak hanya cantik, Bram.” Farzan mengangkat pandangan melihat plafon dengan seulas senyum lebar. “Dia baik banget, penyayang, perhatian dan ….”

“Dan?”

“Dan semua ekspektasi gue akan perempuan, ada dalam diri Kak Arini.” Farzan menoleh lagi kepada Bramasta.

“Makanya gue merasa jahat sama mas sendiri. Nggak kebayang kalau Mas Brandon tahu.” Tubuh Farzan bersandar lesu ke belakang.

“Cinta memang nggak ada logika, Zan. Nggak bisa ditebak.” Bram menumpu kedua tangan di atas kedua paha. “Jangan sampai mas lo tahu, bahaya!”

Farzan mengangguk singkat. Dia paham apa yang akan terjadi jika Brandon tahu kalau dirinya mencintai Arini. Apalagi ia juga terlahir dari sebuah kesalahan yang seharusnya tidak pernah ada di dalam keluarga Harun.

Baru saja ingin merespons perkataan sahabatnya, ponsel yang ada di saku celana jeans milik Farzan bergetar. Sebuah panggilan dari wanita yang dirindukan, membuat senyum mengembang di paras tampannya.

“Gue ke luar dulu.” Farzan menggoyangkan gadget yang memperlihatkan tampilan panggilan masuk. “Bisa tamat riwayat gue kalau Kak Arini tahu lagi ada di klub malam.”

Farzan bergegas keluar dari room yang tidak dibatasi dinding. Kakinya melangkah besar menuju sisi lain klub, agar suara musik tidak terdengar.

“Assalamu’alaikum, Kakak Cantik,” sapa Farzan setelah menerima panggilan.

“Wa’alaikumsalam. Gimana kabar di sana? Ujian lancar?” balas Arini terdengar khawatir.

Sorot mata elang Farzan tampak sendu mendengar pertanyaan kakak iparnya. Dia kembali ingat dengan penyakit yang diderita Arini. Karena penyakit inilah kesalahan manis terjadi saat ia pulang ke Jakarta.

“Aku udah ujian dua bulan lalu, Kak. Kondisi kakak gimana? Udah minum obat teratur, ‘kan?”

“Udah. Baru aja minum obat.” Terdengar tarikan napas panjang. “Kamu kapan pulang? Kakak kangen sama adik kesayangan.”

“Insya Allah enam bulan lagi pulang. Sekarang lagi sibuk bikin skripsi. Doakan aja semua lancar, trus bisa ketemu lagi sama Kakak cantik,” sahut Farzan semringah.

Meski tahu Arini hanya menganggapnya sebatas adik kecil yang dibesarkan dengan kasih sayang, tapi sudah cukup membuatnya senang.

“Yah. Sedih nih jadinya. Video call aja deh, biar bisa lihat kamu,” pinta Arini membuat Farzan kelimpungan.

Dia garuk-garuk bagian atas kepala, karena tidak mungkin melakukan video call sekarang. Bisa tamat riwayatnya jika Arini tahu di mana Farzan sekarang.

“Jangan, Kak! Nanti aja ya. Aku sekarang lagi di luar soalnya,” elak Farzan.

“Tumben. Biasanya kalau lagi di luar juga mau video call. Mencurigakan.” Arini diam beberapa detik. “Kamu lagi ngedate ya, Zan?! Ayo ngaku. Kenalin dong sama Kakak.”

Farzan tergelak mendengar tuduhan Arini. Ada rasa lega di hati ketika kakak iparnya normal seperti ini. Ya, wanita yang dicintainya divonis terkena Alzheimer dini oleh dokter. Kondisi di mana ia akan mudah lupa dengan kejadian yang dialami.

“Nggak kok. Aku lagi keluar sama teman-teman aja. Mau puasin senang-senang sebelum pusing mikirin skripsi,” jelas Farzan tidak ingin Arini salah paham.

“Yah kirain.” Nada suara Arini terdengar lesu. “Kamu nggak pernah loh kenalin pacar ke kakak sama mas.”

Pria itu kembali tergelak sambil mengedarkan pandangan ke sisi lain gedung klub malam. Tilikan mata elangnya berhenti ketika melihat seorang wanita berjalan terhuyung dari arah bar. Tak lama dua orang pria berjalan pelan di belakang, seperti mengintainya.

“Nanti aku telepon lagi ya, Kak. Kita video call kalau aku udah sampai di apartemen aja.”

“Oke. Jaga diri baik-baik ya. Jangan keluyuran,” nasihat Arini.

“Iya. Miss you, Kak.”

“Miss you too, Dek,” pungkas Arini sebelum panggilan berakhir.

Farzan kembali melihat perempuan muda berambut panjang dan hitam itu setelah mengantongi ponsel. Dari penampilannya tampak seperti orang asia. Dia mengamati gerak-gerik dua orang laki-laki bule yang sejak tadi mengikutinya.

Tiba di luar klub, kedua laki-laki itu langsung memegang tangan kanan dan kiri wanita muda tersebut. Sontak membuatnya meronta, berusaha melepaskan diri. Naluri lelaki Farzan terpanggil melihat kejadian itu.

“Hei. What are you doing?!!” sergah Farzan mengeraskan suara.

Kedua pria itu terkejut karena aksi mereka diketahui oleh orang lain.

“Lepaskan dia atau aku telepon polisi!” gertak Farzan mengeluarkan ponsel bersiap menghubungi pihak berwajib.

Dua pria bule itu segera mendorong perempuan tadi, sehingga terjatuh. Setelahnya mereka lari tunggang langgang, takut dengan ancaman Farzan.

“Dasar pengecut kalian! Gitu aja sok mau gangguin anak orang,” geramnya dengan wajah mengerucut.

Dia melangkah mendekati perempuan yang masih terduduk di jalan tak jauh dari lahan parkir klub. “Are you okay, Madam?” tanya Farzan menurunkan tubuh ke posisi jongkok.

Wanita mabuk itu mengangkat wajahnya dengan senyum lebar.

Dasar cewek aneh. Masih bisa senyum setelah hampir saja diperkosa orang-orang tadi, batin Farzan.

“Makasih udah bantuin gue,” ucap wanita itu mengangkat sebelah tangan ke atas.

“Orang Indonesia juga?” Mata elang Farzan melebar tak percaya.

Wanita berparas ayu itu mengangguk sekali membenarkan tebakan Farzan. Dia berusaha berdiri di tengah tubuh yang terasa ringan seperti kapas. Alkohol membuatnya ingin terbang ke atas awan, bertemu bintang-bintang.

Farzan segera menyambut tubuh yang oleng ke kanan, lantas membantu agar tegak ke posisi berdiri. “Saya panggilkan taksi ya, Mbak,” tawarnya mencari keberadaan taksi.

“Mau diantar ke mana?”

“Di mana ya? Kok gue lupa.” Wanita itu tertawa seperti orang gila dengan tubuh kembali terhuyung ke kiri. “Ke mana aja deh, asal nggak pulang ke rumah.”

Kening Farzan auto mengerut. “Mbak tinggal di sini?”

Wanita berambut panjang itu menggeleng. “Gue cuma liburan ke sini.”

“Ya udah, kalau gitu kasih tahu Mbak nginap di hotel mana? Biar saya carikan taksi sekarang.”

Suara tawa kembali meluncur di bibir terisi penuh milik perempuan yang berada di samping Farzan. Tubuhnya terhuyung lagi ke sisi kanan.

“Hati-hati, Mbak.” Farzan mengeratkan pegangan di lengan kurus itu. “Lain kali kalau ke sini bawa teman. Bahaya.”

“Diam lo bawel. Sama aja kayak emak gue,” sungut perempuan tersebut.

“Ya udah, kalau gitu kasih tahu Mbak tinggal di mana!” ulang Farzan mulai jengkel.

Belum sempat menjawab pertanyaannya, wanita itu pingsan tak sadarkan diri.

“Mbak,” panggil Farzan ketika tubuh itu bersandar ke badannya.

“Mbak.” Farzan mengguncang bahu, lantas menepuk pelan pipi tirus itu.

“Malah pingsan,” gumam Farzan panik.

Pandangannya kembali beredar ke sisi jalan yang dilewati kendaraan sesekali. Malam menjelang, ia harus kembali ke apartemen. Tapi, bagaimana dengan wanita asing ini? Tidak mungkin juga meninggalkannya sendirian di jalanan.

Farzan mendesah pelan sebelum melambaikan tangan untuk menghentikan taksi. Tidak ada pilihan lain, selain membawa wanita ini ke apartemennya.

“Baurstrasse 29,” ujar Farzan setelah berada di dalam taksi. Dia menyandarkan kepala perempuan tadi di kaca, agar tidak lagi menempel dengannya.

Tubuh tegap itu bersandar lesu di jok belakang taksi. Perlahan tilikan mata berpindah ke sisi kiri jalan. Tampak kerlap kerlip lampu yang berpendar dari gedung-gedung tinggi di kota Zürich. Enam bulan lagi, ia tidak berada di sini karena pendidikannya di ETH Zürich selesai. Pemuda itu bisa berkumpul kembali dengan keluarganya di Indonesia.

Tangannya kembali mengambil ponsel dari saku celana, lantas mengirimkan pesan kepada teman-teman yang masih berada di klub malam.

Me: Gue balik ke apartemen dulu. Kakak ipar mau VC.

Setelah mengirimkan pesan singkat tersebut, ibu jari Farzan bergerak membuka galeri foto. Dia tersenyum melihat seorang wanita berkerudung tersenyum memamerkan dua lesung pipi yang menambah kecantikannya. Dengan hati terasa nyeri, ia membelai wajah yang ada di layar tersebut.

“I miss you, Kak,” lirihnya pelan sekali.

Taksi terus melaju cepat menuju apartemen tempat tinggal Farzan sejak berada di Zürich. Hampir empat tahun ia tinggal di sana seorang diri, jauh dari keluarga. Sejak kecil, ia sudah memiliki minat terhadap bidang otomotif, sehingga akhirnya mengambil fakultas Mechanical Engineering.

Kendaraan beroda empat tersebut, berhenti tepat di area drop-off Cosmopolitan Apartment. Gedung hunian yang masih tergolong baru di kota Zürich. Sebelum turun dari mobil, Farzan menarik napas panjang ketika melihat perempuan yang masih belum sadarkan diri. Lebih tepatnya tertidur, setelah mengkonsumsi banyak alkohol.

Pemuda itu menarik lengan kecil tersebut, kemudian menggendongnya di balik punggung. Sebuah tawa singkat meluncur dari bibir dengan lengkung sempurna tersebut, saat merasakan sesuatu.

“Kurus banget sih,” ledeknya.

Akhirnya setelah mengerahkan semua tenaga yang tersisa, mereka tiba di dalam flat tipe studio yang cukup besar. Farzan merebahkan perempuan asing yang tidak lagi tahu apa-apa itu di atas kasur. Napas terpacu keluar dari hidung dan mulut bersamaan, karena tenaga yang terkuras menggendongnya dari lobi hingga bagian dalam flat.

Ketika ingin berdiri, tiba-tiba tangannya ditarik kuat oleh perempuan berambut panjang itu. Sontak tubuhnya terjatuh nyaris mengimpit sosok yang sedang terbaring di atas ranjang. Mata hitam tajamnya bertemu dengan netra hitam lebar milik wanita yang sedang mengerjap.

Farzan menelan ludah ketika melihat paras yang tidak terlalu cantik dan tidak juga terlalu jelek itu berada tepat di depannya. Situasi seperti ini baru pertama kali dialami, kecuali ketika ia melakukan kesalahan termanis dengan Arini. Anehnya, kali ini tidak ada reaksi berarti dalam dirinya. Berbeda ketika bersama sang Kakak ipar.

“Lo mau nggak nikah sama gue?” desis wanita itu berusaha membuka mata yang terasa berat.

Bersambung....

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Buku lain oleh LeeNaGie

Selebihnya
Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku