Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Mafia In The Night

Mafia In The Night

Rahayu Trimz31

5.0
Komentar
3.4K
Penayangan
9
Bab

William anak seorang mafia berdarah dingin melakukan semua pekerjaan untuk mencapai tujuannya. Tapi sayang pengkhianatan itu nyata. Ferdinand ayah William tewas tertembak bersimbah darah, pada malam terakhir mereka bertemu. Rosemary bahkan tidak mengetahui pekerjaan suaminya yang dia tahu Ferdinand ayah dan suami yang baik dan bertanggung jawab. Hingga pada suatu malam dia dan William mengetahui satu cerita terungkap tapi tidak yang lainnnya. William akan balas dendam dan mencari tahu siapa pelaku sebenarnya. Memfitnah Ferdinand dengan tuduhan menjijikan. Dia harus mengembalikan nama baik Ayahnya. Polisi wanita itu menjadi penghalang niatnya, rencana-rencana yang disusun terpaksa mencari rencana lain. Doorrrr Satu lesatan peluru mengguncang dunia saat itu...

Bab 1 Kematian Sang Ayah

William anak dari seorang mafia dengan tangan dan hati dingin, tidak pernah mengetahui tentang pekerjaan ayahnya di masa lalu. Yang dia tahu kalau ayahnya Ferdinand itu seorang ayah yang penuh cinta dan kasih sayang. Bahkan Ibu William, Rosemary juga tidak tahu apa pekerjaan suaminya itu. Yang dia tahu kalau Ferdinand suami yang sangat dia cintai dan juga penuh kasih sayang.

Sikap dan sifat sang ayah ternyata menurun pada Wiliiam.

William tumbuh menjadi pria dingin dan kejam, tapi itu juga hanya terjadi pada malam hari. Siang harinya dia biasa saja. Menjadi anak normal dan penuh kehangatan seperti anak normal lainnya. Bahkan sang Ibu tidak tahu apa yang terjadi pada anaknya di malam hari.

William seperti orang yang haus akan darah manusia, entah berapa puluh banyak darah yang menetes dan mengalir tiada berguna karena ulahnya.

Alasan klasik dia ingin mengetahui pembunuh ayahnya, yang bahkan telah memfitnah mendiang ayahnya itu. Satu-satunya bukti adalah kertas yang sobek di ujung buku catatan warna hitam yang William temukan di laci kamarnya.

Satu catatan tentang transaksi ilegal.

Lain di rumah lain luar. Ferdinand jadi orang yang berbeda. Dia menumpas habis lawan-lawannya dengan hati yang dingin tanpa belas kasihan terhadap lawan-lawannya. Namun tidak selama kemenangan selalu berpihak kepadanya adakala dia harus merelakan kekalahan dan melepaskan apa yang sudah didapat dan berhasil di rebut lawan.

“Kalau seperti ini terus wilayah selatan bisa di kuasai musuh. Kalian harus siap siaga jangan sampai lemah,”

“Baik laksanakan,”

“Siapakan armada terbaik untuk menghalau para musuh,”

Ferdinand tak pernah tahu kalau musuh dalam selimut itu ada.

“Baik...”

Dia terlalu mempercayai bawahannya padahal ada seorang cicak putih yang sedang menyamar. Selalu memberitahu pada pihak musuh tentang strategi apa saja yang akan di lakukan. Saking percayanya itu dia harus menelan pil pahit.

“Pah, kenapa malam-malam pergi?” tanya Rosemery istrinya.

“Ada urusan,” jawabnya singkat.

“Urusan kok malam-malam,”

“Sudah tidur saja lagi,”pintanya.

Dia segera memakai jas warna hitam dan topi kesayangannya.

“Oh iya jaga William baik-baik. Kalau ayah tidak kembali malam ini pergilah ke alamat yang sudah ayah simpan di atas nakas,”

Rosemary mengerutkan kening. Kalau saja dia tahu malam itu malam terakhir bertemu dengan suaminya dia pasti akan sekuat mungkin menahannya untuk pergi.

Jam dinding di depannya menunjukkan pukul 10.00 CET, orang yang katanya mengajak ketemuan tidak kunjung datang juga. willi merasa waktunya terbuang sia-sia. Seharusnya malam ini dia mencari seseorang dan menghabisinya.

“Willi sorry aku terlambat,” kata seorang wanita berbaju sexi berwarna hitam.

“Kalau tidak ada niat, alangkah baiknya tidak perlu menjanjikan!” jawab Wilii kesal.

“Urusanku banyak, aku punya pacar dan bertemu denganmu pasti harus memberikan sebuah alasan yang tidak mudah pada Theo kamu pahamkan?”

“Sayangnya aku tidak memahami dan tidak mau tahu apapun alasanmu. Yang pasti orang yang tidak disiplin waktu bukan orang baik!”

“Hey! Kok malah menghina sih ujung-ujungnya? Harusnya kamu bersyukur aku mau menemuimu!”

“Menemui? Bukannya kamu yang ngajak bertemu?”

“Das ist mir egal (Saya tidak peduli),”

Willi memalingkan muka, dan berjalan menjauhi wanita itu. Dia berlari mengejar Willi dengan susah payah karena memakai sepatu ber-hak tinggi.

“Hey tunggu!” teriaknya.

Willi tiba-tiba berhentu dengan membalikkan badannya, dia masih fokus berlari dan malah menabrak tubuh Willi yang sebenarnya tidak terlalu proposional karena terlalu kecil. Tapi dia lincah dan cepat.

Make up yang dipakai wanita bernama .... itu menempel tepat di kemeja hitam Willi tanpa sengaja. Pria dingin itu menyunggingkan senyum tipis melihat wanita di hadapannya yang tebal dengan polesan make up.

“Kenapa kamu tertawa apanya yang lucu?”

Willi menunjuk tepat di hidung wanita itu.

“Aku tak menyukai tingkahmu di malam hari!” seru wanita itu.

“Tapi aku menyukainya,”

“Jangan bilang kalau kamu naksir sama aku? Ingat siapa kamu, siapa aku. Jadi jangan kegeeran karena aku mengajakmu bertemu malam ini. Bukan untuk hal itu sama sekali. Sebenarnya aku ingin membahas masalah kantor tapi selalu tidak bisa jika di kantor. Kamu tahu kan betapa Theo sangat overprotektifnya,” wanita itu berbicara.

Willi tidak menanyakan sama sekali, perihal alasan malam ini dia mengajak bertemu. Yang terpenting wanita ini tidak disiplin akan waktu tapi bagaimana bisa dia dipercaya sebagai sekertaris di perusahaan besar itu.

Sungguh disayangkan.

Embusan angin malam ini tidak sedingin biasanya. Hiruk pikuk kehidupan malam di sini tak ubahnya siang hari semua terlihat sama saja. Wanita-wanita dengan gaya dan pakaian-pakaian sexi berjalan tanpa malu sambil bercumbu dengan pasangannya di depan umum.

Selamat datang di Berlin satu kota yang begitu mempesona apalagi kehidupan malamnya.

“Bisa-bisanya kamu berkata seperti itu? dari mana pemikiran itu muncul saat aku tidak pernah bilang kalau menyukaimu. Apa jangan-jangan kamu lagi sebenarnya, hanya saja sedang menjebak sekaligus menggodaku?” Willi mendekatkan wajahnya pada wajah Flo.

Tangan pria itu memegang bagian bawah dagunya. Hanya berjara beberapa cm saja, embusan napas silih bersahutan hangat diwajah menyelinap mengalahkan angin malam. Ada rasa aneh pada diri Flo, bahkan jika dia harus mengutarakannya, tidak ingin mengatakan aku mencintainya.

Tapi... rasa itu nyatanya tidak pernah salah...

Senyum tipis Willi, dan tangannya langsung memalingkan wajah yang begitu terpesona memandangnya dari jarak dekat. Akan ada satu masa saat dia tidak perlu mengungkapkan cinta namun akan dicintai.

“Sudah aku bilang, kamu akan kalah!”

“Apaan sih! ayo aku lapar,” paksanya.

Tangan Willi ditarik dan disuruh berjalan mengikutinya. Dia mengajak masuk kesebuah restoran daging asap. Lancangnya lagi dia langsung memesan dua hidangan makanan sekaligus minuman menyegarkan dan bisa dibilang memabukan.

“Wanita itu tidak takut apa? Atau sudah terbiasa juga melakukan sama si Theo? Ah! Dasar...”

“Kamu ngajak makan atau ngajak mabuk? Jangan salahkan aku jika terjadi apa-apa sama kamu?”

Dering ponsel milik Willi mengganggu acara makannya, baru beberapa suap dia makan dan seteguk minuman dia minum. Panggilan dari Gon.

“Iya ada apa?”

“Bos! Ada sesuatu yang gawat!” serunya dibalik telepon.

“Apanya yang gawat? Beri tahu tanpa menjeda atau membuatku penasaran,”

“Apa seriusan kamu punya anak buah?” tanya Flo yang sudah setengah mabuk.

“Apanya yang salah jika seseorang memanggilku dengan sebutan Bos? Apa kamu mau memanggilku dengan sebutan suami? Aku sama sekali tidak akan keberatan,”

Flo menjatuhkan wajahnya ke meja. Kemudian tertawa, terdengar suara cekukan setelahnya.

Willi adalah ketua genk dari Mild One salah satu genk yang paling ditakuti, tapi dia tidak pernah menampakan wajah aslinya sebagai ketua hanya Gon yang tahu. Namun tak semua yang dia tahu perlu di ketahui karena nyatanya Willi penuh dengan kejutan. Dia tidak tahu kalau Willi berhati dingin dan ganas.

Sang ketua tidak pernah menampakan kedinginannya pada seluuh anak buahnya. Yang mereka tahu Willi adalah ketua yang disegani.

“Genk Two Word menyerang markas Bos!”

Willi langsung mematikan sambungan ponselnya. Dia tidak mau Flo mengetahui tentang dunianya di malam hari. Yang dia tahu seorang Willi di siang hari itu begitu hangat dan menggemaskan.

“Setelah ini aku akan antar kamu pulang, jadi beritahu di mana alamat rumahmu!”

Fortsetzung...

***

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku