icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
JUST WANNA BE WITH YOU

JUST WANNA BE WITH YOU

Dwi Na

3.5
Komentar
426
Penayangan
25
Bab

Helena Davies, memiliki rambut cokelat gelap dan mata biru terang. Wajah imutnya yang tidak sesuai umur bersanding dengan tubuhnya yang proporsional. Bekerja sebagai pelukis dan memiliki galerinya sendiri di usianya yang masih muda. Helena menerima tawaran untuk bertunangan yang membuatnya mendapat banyak masalah karena Steve yang tidak menerimanya sebagai pasangan. Seakan itu belum cukup, Helena harus menghadapi Dave, sepupu Steve yang tidak mudah ditebak. Meski mereka membuatnya tertekan, Helena tidak memungkiri bahwa Steve adalah pria yang baik dan Dave adalah orang yang peduli dan perhatian. Namun karena itulah, keadaaan semakin rumit saat Helena harus terjebak diantara mereka.

Bab 1 Satu

"Mom," pria itu merengek, sangat tidak cocok dengan sikap kaku-nya yang biasa dia perlihatkan. Aku baru tahu, ternyata dia anak yang bisa menjadi orang yang berbeda seperti ini hanya karena sedang berhadapan dengan ibunya. Aku tidak tahu harus merasa seperti apa karena bisa melihat hal yang langka itu. Sepertinya dia memang anak yang baik, terutama pada ibunya.

Pria itu tidak membentak dan terlihat hanya seperti merengek.

"Dengar penjelasan Mom dulu," kata wanita paruh baya di sampingku membalas ucapan pria itu. Pandanganku beralih dari pria di depanku ke ibunya.

"Mom ingin kamu sama Helen menjalin hubungan baik. Soalnya kamu masih tidak punya kekasih sampai sekarang, dan dengan pertunangan ini kamu bisa mengenal Helen dengan lebih baik. Helen itu perempuan yang baik." Aku hanya diam saat namaku disebut kesekian kalinya, kalimatnya tidak lepas dari kata 'baik'. Lagi pula akan sangat tidak sopan jika aku bicara saat belum waktunya disuruh bicara.

"Aku punya, Mom. Aku sudah punya kekasih. Berapa kali aku harus bilang pada Mom?" Pria itu meringis.

Aku tertarik dengan apa yang dia katakan. Bukannya dia sedang sendirian, tidak menjalin hubungan dengan siapa pun? Ibunya yang mengatakan itu padaku.

Ibu pria itu membalas, "Dan berapa kali Mom bilang, kalau kamu punya kekasih, kenalkan sama Mom, tapi kamu satu kali pun tidak pernah melakukannya. Terus, mana kekasih kamu itu?" Pria itu rewel, tapi aku tahu sifat itu dari mana, ibunya juga sama.

Mereka sudah dari tadi membalas perkataan masing-masing dan tidak ada tanda-tanda akan berakhir dalam waktu singkat. Sedangkan aku, tentu saja hanya diam mendengarkan. Jujur saja, aku berusaha terlihat tenang. Tapi sebenarnya, sejak pria itu protes pada ibunya, aku sudah merasa gelisah. Pria itu jelas sekali menolakku. Dan ibunya masih belum menyerah sampai anaknya itu menurut, semakin membuatku tidak tenang.

"Dia di luar negeri, Mom. Di Amsterdam." Pria itu menjawab dengan enggan.

"Nah, kan. kamu jawabnya begitu lagi." Ibunya terlihat geram. Aku bingung, karena jawaban pria di hadapanku dan bingung karena tidak tahu harus bagaimana untuk menenangkan wanita berumur di sampingku ini yang mulai tampak mengamuk.

“Yeah, soalnya dia lanjut S2-nya di sana Mom,” kata pria itu terlihat bosan, mungkin dia juga sudah kesekian kalinya mengatakan kalimatnya tadi.

“Lalu kapan dia-nya balik ke sini?” tanya ibunya masih belum terima begitu saja perkataan anaknya.

“Dia belum lama di sana Mom, jadi masih kurang lebih dua tahun lagi.” Pria itu terlihat bersabar meladeni ibunya.

Oh, jadi begitu. Kekasihnya belum lama ini pergi?

“Mom tidak percaya sama kamu. Itu cuma alasan kamu saja supaya kamu tidak perlu dekat dengan siapa-siapa.” Ibunya masih setia dengan pendapatnya sendiri.

“Mom,” Pria itu merengek lagi kesekian kalinya.

“Kamu tahu tidak, sih? Mom itu takut kalau kamu itu ternyata kelainan seksual.” Perkataan ibunya membuat aku dan pria itu melotot horor, tapi aku rasa pria itu bukan hanya kaget karena kalimat ibunya, juga kaget karena aku yang yang tiba-tiba tersedak ludah sendiri. Saking terkejutnya, aku sampai tersedak.

“Mom!” Pria itu menyebut dengan suara yang lebih keras. Tapi rupanya, wanita di sampingku tidak terpengaruh oleh seruan putranya.

Ibunya kembali bersuara, masih belum selesai berkata, “Tapi kamu tidak pernah mau jujur sama Mom. Kalau memang begitu, belum terlambat mengaku sekarang, Steve.”

Sekarang rasanya aku malah seperti barang yang dimanfaatkan ibunya untuk memojokkan anaknya agar mengaku. Apa lagi sudah bermenit-menit aku seperti diabaikan. Aku menatap pria di depanku, bagaimana dirinya membela diri sekarang?

“Aku tidak begitu Mom. Aku tidak mengaku karena memang itu tidak terjadi, bisa-bisanya Mom mengatakan hal seperti itu.” Pria itu menatap ke arahku, seakan baru sadar kehadiranku karena baru saja tersedak. Dia malu.

Tapi sebenarnya aku merasa lebih malu lagi karena tiba-tiba tersedak dengan tidak elitnya beberapa saat yang lalu.

Aku mengerti perasaannya, aku juga pasti malu jika berada di posisinya. Bagaimana tidak? Ibunya bertanya atau bisa dibilang menuduh kelainan seksual seperti itu saat ada kehadiran orang lain yang baru dikenal, yaitu aku. Bahkan bisa dibilang aku masih orang asing.

“Mom tidak mau dengar kamu protes lagi. Kalau memang dugaan Mom itu tidak benar, turuti perkataan Mom.” Pria itu menatap tak percaya pada ibunya, memang sudah kesekian kalinya dia menampakkan ekspresi seolah terkhianati-nya itu. Tapi ibunya sama sekali tidak peduli.

Aku turut berduka cita untuk pria itu. Tapi di menit selanjutnya aku berubah pikiran, mungkin saja pria itu memang mengalami kelainan seksual. Lalu ibunya ingin mengatasinya dengan memaksanya menjalin hubungan denganku. Ini seperti cerita novel dewasa yang bertema kelainan seksual.

Aku ingin berteriak histeris rasanya, aku korban di sini! Aku yang paling menyedihkan di sini!

Dan sekalipun pria itu tidak mengalami kelainan seksual, bagaimana dengan dirinya yang akan menjadi orang ketiga nantinya? Pria itu mengatakan punya kekasih, hanya saja mereka sedang terhalang jarak untuk sementara.

Oh, sempurna sudah! Aku tidak bisa menolak karena wanita di sampingku ini bersahabat dekat dengan ibu dan akhirnya aku terpaksa berada dalam situasi ini.

Padahal saat pertama kali wanita yang mengaku sebagai ibu dari pria itu datang padaku, lalu mengatakan akan membuatku dan pria itu bersama, jujur saja aku merasa sangat senang. Siapa yang tidak senang jika diberi jodoh yang tampan dan mapan? Terus kata ibunya dia pria yang baik, jadilah jodoh yang sempurna.

Tidak ada yang bisa menolak, jangan munafik. Yah, kecuali jika dia memang mencintai orang lain yang lebih baik dengan cinta berlebihan yang terlalu dalam. Atau dia, wanita yang punya kelainan seksual.

Tapi aku normal, jadi tidak menolaknya. Mungkin sepertinya aku harus memikirkan solusi agar terbebas dari predikat ‘korban’. Apa ada yang mengerti keadaanku? Atau malah menertawakanku?

Aku ingin histeris lagi. Hanya ingin, aku tidak benar-benar melakukannya.

Tapi, dalam hati kecilku, aku ingin bersama pria itu walau hanya sementara. Perasaanku malah membuat situasi semakin sulit untukku. Aku sadar, aku bahagia hanya karena bisa melihatnya dengan jarak sedekat ini. Sebelumnya aku hanya bisa memandangnya dari jauh dan menyukainya dalam diam.

Aku tidak mengingkari, aku termasuk salah satu dari banyaknya perempuan yang mengagumi pria itu. Dan aku tidak merasa istimewa sedikit pun hanya karena mencintai pria itu selama bertahun-tahun. Aku mencintai pria yang bahkan abai dengan kehadiranku. Tadi saja, dia acuh padaku karena aku tersedak dan dia merasa tidak nyaman, nyatanya dia melakukan itu karena hanya peduli pada dirinya yang merasa malu saja.

Aku memang tidak pernah melakukan apa pun untuk menarik perhatiannya sejak dulu. Aku tidak berani. Aku bukan perempuan yang bisa dibandingkan dengan para perempuan yang pernah dekat dengannya dan menjalin hubungan. Kalau begitu untuk apa bertahan menyukainya? Tidak, aku juga pernah menyukai pria lain.

Tapi setelah perasaanku berubah pada orang lain, aku akan teringat kembali padanya lagi. Mungkin inilah yang disebut cinta pertama. Padahal aku menyukai beberapa pria, tapi yang teringat setelah itu hanya dirinya saja. Dan begitulah, saat aku tidak menyukai siapapun, aku selalu memikirkannya. Aku menyukainya lagi dan lagi.

Aku memang sudah lama menyukainya, sejak masih berumur sepuluh tahun. Dan dia sebelas tahun saat itu.

Dia adalah cinta pertamaku. Steve Felton. Pemilik Felton Insurance, perusahaan terbaik di Hampshire.

*****

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Buku lain oleh Dwi Na

Selebihnya
Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku