Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Turun Ranjang?

Turun Ranjang?

Askama95

4.5
Komentar
10.1K
Penayangan
45
Bab

Kenyataan hidup tidaklah selalu sesuai dengan apa yang kita inginkan. Bella, wanita berusia 25 tahun itu terpaksa menikahi adik iparnya setelah kejadian naas menimpa dirinya. Sikap Chiko-suami Bella-yang acuh dan sering berlaku kasar kepada istrinya itu membuat hati sang adik yang bernama Criss atau lebih lengkapnya Christopher pun berontak. Namun, hati Bella masih tak bisa melupakan Chiko dan sebenarnya ia pun tak menyukai Criss yang urakan. Lalu bagaimanakah kehidupan rumah tangga Bella dengan Criss? Sanggupkah mereka menjalani bahtera rumah tangga yang tanpa di dasari rasa cinta itu? Akankah mereka hidup bahagia atau sebaliknya? Ikuti terus ceritanya! Kritik dan saran sangat membantu penulis.

Bab 1 Dalam Kegelapan

Tap! Tap! Tap!

Derap langkah kaki semakin terdengar kencang dan membuat Bella yang sedang mandi pun segera meraih handuknya. Ia belum terbiasa dan masih beradaptasi tinggal di rumah mertuanya.

"Siapa?" gumamnya agak takut.

Kaki kecilnya melangkah keluar dari bath up yang penuh dengan bunga mawar. Ia lalu berhenti di pintu kamar mandi. Dengan ragu ia putar pegangan pintu itu.

Ceklek!

"Ah, enggak ada siapa-siapa," katanya. Mata Bella berkeliaran melihat sekeliling kamarnya. Tidak ada tanda kehidupan di sana.

Ia pun kembali melepas handuknya dan melanjutkan aktivitasnya yang terganggu. Kali ini ia tidak berendam. Ia berdiri hingga air dari shower membasahi tubuhnya. Ia sangat menikmati rutinitasnya di pagi hari, setelah sang suami pergi ke kantor.

Setelah mandi, lalu ia menuju ke lemari. Ia memilih pakaian yang akan dikenakannya hari ini. "Aku harus terlihat selalu cantik. Chiko pasti akan sangat senang. Bagaimana pun kami 'kan masih pengantin baru. Hihi," gumam Bella sambil tersenyum.

Bella sangat bahagia dengan pernikahannya kemarin. Ia tak pernah menyangka jika akan menikahi Chiko yang selalu membencinya dari kecil.

"Jika bukan karena perjodohan ini, mungkin dia selamanya enggak akan pernah bisa aku miliki.”

Bella memang dijodohkan dengan Chiko karena masalah bisnis kedua orang tuanya. Bisnis properti menjadi salah satu bisnis yang menjamin kehidupan antara orang tua Bella dan Chiko.

Keluarga Bella punya uang, sedangkan keluarga Chiko punya tenaga ahli. Maka dari itu, Bella pun menyetujui kesepakatan untuk menikah agar bisnis itu bisa berkembang pesat.

“Apa pun akan kulakukan demi kedua orang tuaku. Ya, aku harus berbakti.” Bella duduk di kursi dan menatap cermin sambil menyisir rambut basahnya.

Selanjutnya ia memakai cream untuk melembapkan wajahnya. Kulit wajahnya yang memang sudah putih menjadi terlihat lebih cerah jika memakai cream itu. Bella memang paling pandai merawat diri.

“kalau aja Chiko lebih ramah dan lebih peka,” gerutunya sambil mengerucutkan bibir bak puncak piramida.

"Malam pertama aja ... dia enggak nyentuh aku. Payah! Tapi ... aku harap malam ini dia akan melakukan sesuatu. Hihi. Aku enggak boleh jadi istri yang mengecewakan." Lipstik merah dibubuhkan pada bibir tipis miliknya.

“Kamu memang cantik, Bella,” ucapnya penuh percaya diri.

Setelah itu, lalu ia keluar dan pergi ke ruang makan. Di sana hanya ada ibu mertua dan juga adik Chiko yang sedang sarapan.

"Selamat pagi semua ...," sapa Bella dengan senyum yang merekah.

"Pagi ... ayo sarapan, Sayang!" ajak Bu Hena, ibunya Chiko.

Bella mengangguk dan menggeser kursi. Ia melirik Criss yang sedang asyik menikmati makanannya. "Selamat pagi Criss, kayanya kamu sangat menikmati sarapanmu.”

Criss menatapku sinis. Ia bahkan tak berkata apa pun dan malah menyudahi makannya. Ia seolah terganggu oleh kehadiranku. Kemudian Criss pun pergi begitu saja.

"Kenapa anak itu? Apa aku salah bicara?" batin Bella merasa aneh dengan sikap adik suaminya.

Criss memang sangat berbeda dengan Chiko. Padahal wajahnya tidak kalah tampan dengan kakaknya. Akan tetapi, penampilan dan sikapnya yang sedikit urakan membuat ketampanannya seolah tidak terlihat.

Hena yang sadar dengan sikap anak bungsunya itu pun langsung mengalihkan perhatian menantunya.

"Ah, anak itu emang suka begitu. Jangan dipikirin! Ayo, dimakan!" Hena melempar senyum pada Bella. Ia menyimpan telur ceplok di atas piring menantunya.

Hena tidak ingin suasana pagi hari menjadi kacau dan sudah dirusak oleh sikap Criss yang kurang sopan kepada kakak iparnya.

"Ah, iya. Terima kasih, Ma."

Sepiring nasi goreng yang harum dengan telur ceplok di atasnya kini sudah tersaji di hadapan Bella.

“Aku enggak ngerti sama jalan pikiran anak itu. Nyebelin!” gerutunya dalam hati. Ia sangat membenci tingkah Criss yang tengil.

"Suamimu udah pergi kerja tadi, pagi sekali," kata Hena membuyarkan lamunan Bella.

"Iya, Ma. Maaf, aku enggak bisa tidur kemarin. Aku baru tidur jam tiga subuh.” Bella menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Namun , ucapan Bella itu membuat pikiran Hena melayang ke mana-mana, sehingga wanita itu tertawa kecil. "Hahaha. Biasa, pengantin baru," godanya.

Bella terkekeh, padahal tidak ada yang terjadi pada dirinya semalam selain ia merasa kurang nyaman dengan warna cat kamar suaminya yang abu-abu kelam seperti malam pertamanya yang penuh penolakan.

Akan tetapi, ia tak mempermasalahkan hal itu. Ia sadar jika semuanya memang butuh proses. Bella berpikir sambil makan bersama ibu mertuanya. Mereka terlihat begitu akrab.

Hena meneguk segelas air dan berkata, "Bella, Mama hari ini harus pergi ke rumah sakit.”

"Loh, memangnya siapa yang sedang sakit?"

"Itu ... tadi pagi asisten rumah tangga Mama sakit."

"Mmm ... jadi hari ini Mama yang masak?" Bella jadi merasa tidak enak, seharusnya ia bisa bangun lebih pagi tadi dan membantu Hena.

"Ah, maaf, Ma. Aku enggak bantuin Mama.” Ia menunduk malu. Sebagai menantu, rasanya ia sangat tak berguna.

"Enggak apa-apa, Sayang. Ya udah, Mama berangkat sekarang, ya?" Hena berpamitan sambil merangkul menantunya.

"Iya, hati-hati!"

***

Sampai siang hari tidak ada pekerjaan yang berarti yang Bella lakukan. Ia hanya membaca buku di ruang perpustakaan untuk mengusir kebosanan. Buku-buku di ruang perpustakaan itu cukup lengkap mulai dari novel terjemahan sampai karya sastra penulis terkenal.

Ruangan itu memang sengaja dibangun karena semua keluarga Chiko gemar membaca buku. Setelah beberapa lama duduk membaca, Bella merasa bosan, pun matanya terasa Lelah.

Pandangannya beralih sesaat setelah melihat sosok orang yang membuatnya kesal pagi tadi. "Eh, Criss di sini juga ternyata. Lagi baca buku apa, ya?"

Bella melihat Criss sedang memegang buku yang berjudul ‘Romeo and Juliet' dengan tangan kanannya. Bella ingin sekali tertawa.

"Ck, preman kaya dia suka yang romantis juga ternyata.” Bella segera bersembunyi karena Criss menuju ke arahnya.

Malas bertemu dengan adik iparnya, Bella memutuskan untuk Kembali ke kamarnya dan mulai berselancar di media social melalui ponselnya. Namun, terlalu lama dengan benda pipih itu juga membuat matanya bertambah lelah dan akhirnya ia pun tertidur pulas.

Hingga malam tiba, Bella masih lelap tertidur hingga ia tidak menyadari seseorang memasuki kamarnya yang kebetulan tidak terkunci.

"Mmm ... jangan sentuh itu!" Bella meracau saat merasakan ada belaian lembut di kakinya. Semakin naik dan menyentuh area-area terlarangnya yang masih lengkap terbungkus oleh pakaiannya.

"Sayang, kau sudah pulang?" Bella sempat membuka matanya saat merasakan embusan nafas di lehernya.

“Chiko ...,” sebut Bella. Akan tetapi ia tak dapat melihat sosok yang dimaksudnya. Kamarnya begitu gelap, ia tak menyalakan lampu karena ketiduran.

"Kau tidak menyalakan lampu, Sayang?" tanya Bella. Samar-samar ia melihat gerakan kepala yang seakan berkata 'tidak'. Kecupan menghujani dada atasnya. Bella mengusap rambut sang pria.

"Jangan ... duh!" Bella semakin menggeliat saat tangan hangat itu menyingkap dan melepas dress-nya yang selutut itu.

Tangan dalam kegelapan itu lalu mengelus lembut apa-apa yang selalu disembunyikan Bella karena kini sudah sangat polos tanpa sehelai benang pun.

"Sayang, aku milikmu," ucap Bella. Ia sudah sangat siap menerima malam pertamanya. Bahkan ia selalu menantikannya. Ia pun sempat bermimpi.

“Apa ini nyata? Duh ....”

Bibirnya yang mengeluarkan erangan kecil dan racauan menjadi motivasi bagi sang pria untuk melakukannya lebih.

"Chiko ... mmmp," sebut Bella sesaat sebelum bibirnya menjadi santapan utama sang pria.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku